🍉 Make It Real

8K 499 124
                                    


Bantu promo ini cerita ya fren. Terima Chanyeol 😗

Gila part ini panjang banget, 6k kata lebih. Jangan gumoh duluan.

51 || MAKE IT REAL

Di saat tangannya tengah sibuk menggambar sebuah desain bangunan di kertas besar yang terbentang di atas mejanya, tiba-tiba saja, ia teringat sesuatu yang membuatnya terpaksa berhenti sejenak dari kegiatan menggambarnya.

Ekor matanya melirik ke arah serong kanan, dimana di sana terdapat sebuah bingkai foto berukuran sedang, melindungi potret keluarganya yang berformasi lengkap. Foto itu diambil saat Juna menginjak usia tiga tahun, dan diadakan pesta kecil-kecilan untuk merayakannya.

Senyum tipisnya terukir tipis tanpa ia sadari. Seolah lupa dengan tugas kuliahnya, ia meraih bingkai foto tersebut untuk memandanginya dengan lebih jelas, juga lebih puas.

Meski belum bisa menggapai cita-citanya untuk menjadi seorang dokter, setidaknya, Alea bersyukur, dia tetap bisa melanjutkan studinya bahkan hingga kuliah di Amsterdam University, mengambil jurusan arsitektur.

Setidaknya, passion menggambarnya bisa ia tuangkan dalam jurusan yang ia pilih. Ia tidak lagi menjadi perempuan yang dianggap tidak berpendidikan tinggi oleh seorang laki-laki di masa lalu. Akan dia buktikan dia bisa mengejar ketertinggalannya.

Akan ia pastikan, Juna, putranya, tak akan menjadi anak yang bodoh karena memiliki takdir menjadi putranya. Bahkan jika dia tidak bisa berpendidikan tinggi sekalipun, dia akan mengusahakan sekuat tenaga agar anaknya tidak menjadi bodoh.

Terkadang, jika mengingat perkataan Barra kala itu, sesak di dadanya masih sering muncul. Namun mau tak mau, dia harus belajar untuk biasa-biasa saja. Dia tidak bisa terus-terusan larut dalam kondisi yang membuatnya jatuh.

Saat melihat senyum manis sang mama yang kala itu masih sehat, belum sering sakit seperti sekarang, Alea jadi merasa bersalah, juga sedih. Ia merasa, apa yang dialami sang mama sekarang disebabkan karenanya.

Mungkin ibunya jadi kelelahan harus sering bolak-balik Indonesia-Belanda. Di usianya yang tak lagi muda, sudah pasti energinya tidak sekuat dulu. Alea merasa memiliki peran dalam penyebab tumbangnya ibunya sendiri.

Rasa bersalahnya jadi kian bertambah saat ia juga menolak keinginan ibunya untuk ia pulang kembali ke Indonesia. Mungkin wanita itu kesepian. Putrinya satu-satunya pun pergi jauh darinya. Alea sungguh baru tahu, sefatal itu kesalahannya.

"Ma. Mama masih sakit ya?" Alea bertanya dengan lirih, mengusap foto ibunya yang nampak tersenyum cantik di antara ayah dan saudara-saudaranya.

Saat melihat kalender duduk di samping lampu belajarnya, Alea baru ingat sesuatu. Tepatnya, setelah ia melihat tanggal yang hari ini ia lingkari.

Ia baru ingat, bulan lalu, ia mengajukan cuti pada pihak kampus untuk benar-benar mengosongkan jadwalnya dari padatnya kegiatan kampus guna merayakan ulang tahun Juna yang ke-lima tahun. Ia ingin mengajak anak itu liburan tanpa harus terbebani dengan urusan tugas. Alea juga ingin mencari ketenangan bersama anaknya.

Ia jadi terpikir alternatif lain. Barangkali, ia bisa mengambil beberapa hari dari total hari cutinya untuk digunakan pulang ke Indonesia. Lagipula, dia tidak akan lama berada di sana. Tak berbohong, Alea juga merindukan rumahnya. Apa ada banyak perubahan di sana? Seharusnya, sesekali ia datang berkunjung ke rumahnya sendiri.

Dulu, Alea terlalu takut jika saat pulang ke Indonesia, dia akan ditemukan oleh Barra. Dia takut pria itu akan tahu jika putranya telah lahir, bahkan kini sudah berumur hampir lima tahun. Dia takut Barra akan merebut Juna dari pangkuannya. Dia tidak bisa.

ALEA'S Journey Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang