39

283 70 426
                                    

-H a p p y  r e a d i n g-

!!bacanya pelan pelan!!

TANDAIN KALAU ADA TYP!!!

***

Kana sedang berdiri di tepi jendela, memandangi langit yang bergemuruh karena hujan serta petir yang bersahutan. Ini sudah malam tetapi Devan belum juga pulang ke apartemen-nya.

"Kamu di mana?" gumam Kana.

Matanya melirik jam dinding dengan raut wajah khawatir. Ia mengkhawatirkan Devan, hanya ada pertanyaan-pertanyaan tentang Devan di otaknya.

"Aku takut."

Perempuan itu duduk di pinggir ranjang, mengelus perutnya yang masih rata hingga air matanya jatuh. Ia takut suara petir, ia butuh dekapan dari Devan, ia ingin bercanda gurau dengan Devan dan anaknya yang masih dalam kandungan___sepanjang malam.

Tangannya mengambil amplop coklat pemberian Viona. Perempuan itu kembali membacanya lebih teliti. Terlihat kali ini, Viona tidak main-main. Ini surat asli.

Di pikir-pikir omongan Viona memang benar, saat itu Kana mendengar suara mereka yang tengah melakukan hal itu. Kana mengecek ponselnya, untungnya panggilan pada saat itu berhasil ia rekam.

Asli, mereka memang melakukan itu. Detik itu juga Kana menyimpulkan, Devan menentang kehamilannya karena Viona.

Brengsek. Satu kata yang pantas untuk Devan.

"Aku ragu dengan ketulusan kamu," lirihnya hingga tak terasa air matanya mengalir membasahi pipi.

Beberapa kenangan bersama Devan tiba-tiba terlintas di benak perempuan itu.

"Devan!"

"Hm?"

"Gue mau pulang," ucap Kana memohon.

"Seminggu lagi," jawab Devan tanpa memalingkan pandangannya pada ponsel.

"Tapi kan gue udah sembuh."

Cowok itu tidak membalas perkataannya, dia malah sibuk dengan ponsel yang di pegangnya.

"HP terus yang di perhatiin istrinya enggak!" decak Kana.

*

"Mau gue bantu gak?"

"Lo ulek bumbunya aja," titah Kana.

"Ngapain sih pake di ulek segala kan ada belender."

"Di ulek aja biar makin kerasa bumbunya," balas Kana tak mau kalah.

"Di belender biar cepet!"

"Di ulek!"

"Di belender!"

"Ulek!"

"Belender!"

Fate Of Kanaya [End]Where stories live. Discover now