kabur

6.7K 997 7
                                    

"A-Ariana?..."

Ariana menatap duke dengan wajah tanpa ekspresi. Bibirnya terkatup rapat dengan dada naik turun.

Wajah duke tetap tenang.

"Ayah. Kamu menggunakanku untuk membangkitkan istrimu, benar?"

Duke diam. Pikirannya berkecamuk. Hatinya bimbang untuk menjawab.

"Aku anggap itu benar! Kukira selama ini kau benar-benar mempunyai hati. Kukira semua perhatianmu itu benar-benar tulus." Ariana menggelengkan kepala, walaupun ia sudah menduganya tetap saja itu sakit. Ariana terlalu banyak berharap pada keluarga ini. Ariana terlalu berharap pada ketiga pria itu, kepada ayahnya.

Rafier yang melihat itu hanya diam, masih bergeming.

"Jika begitu, terima kasih untuk semuanya ayah." Terima kasih untuk jalan takdirnya yang keempat ini masih sesuai.

Ariana sangat berterima kasih kepada semuanya. Dia tidak habis pikir. Apakah dia tidak pantas untuk menerima semua perlakuan baik. Tidak pantaskah dirinya mendapat semua kasih sayang, ketulusan, rasa bangga dari mereka, dari orang-orang yang dikenalnya. Jika memang begitu, Ariana akan pasrah. Ia akan hidup untuk orang lain. Tapi, dia tidak mau dijadikan tumbal untuk ke empat kalinya, ia terlalu bosan untuk menjerit kesakitan di atas kobaran api. Jika memang ia dihidupkan kedunia hanya untuk orang lain ia akan melakukannya dengan cara berbeda.

Ia akan mengikuti benang takdirnya dengan jalan lain.

Ariana memutuskan untuk secepatnya belajar sihir dan menjadi pahlawan. Membantu semua orang yang membutuhkan walaupun itu berbahaya untuk nyawanya.
Dia pergi dari sana. Menuju pintu keluar.

Duke duduk menyugar rambut dan mengusap wajahnya tidak memanggil ataupun mengejar Ariana.

Gadis itu berjalan cepat. Membuka buku sihir yang kosong dan hanya berisi beberapa tulisan. Ia menutup mata memohon pada buku itu. Ariana sudah mempunyai akar sihir, jadi ia akan mulai belajar sihir teleportasi. Sihir tingkat menengah itu agak susah dipraktikkan.

Buku itu bersinar terang, tulisannya satu persatu keluar. Buku itu menulis tulisannya sendiri. Ariana membuka mata, takjub.

"Buku sihir yang ajaib." Dia menggerakkan matanya membaca. Mulai mencoba membuat lingkaran sihir.

Ariana mempunyai konsentrasi yang tinggi jika dia benar-benar serius, ditambah kamarnya sangat sepi membuat lingkaran sihir itu sudah terbentuk walaupun menghabiskan banyak energi sihirnya.

Setidaknya menggunakan sihir lebih mudah daripada mengendalikan aura.

Ariana mengambil jubah kebesaran milik Willos, mulai mengenakannya. Dia sudah membawa beberapa perhiasan kecil miliknya juga memasukkan dua buku dari toko Willos kedalam tas selempang berwarna coklat. Dia bergegas masuk kedalam lingkaran sihir.

Percobaan pertama berhasil walaupun Ariana merasa lelah.

Gadis kecil itu berteleportasi ke pasar. Karena itu satu-satunya tempat yang dia tahu. Penjual-penjual di sekitar sudah agak sepi karena hari sudah siang. Matahari sedang terik membuat siapa saja merasa malas untuk keluar. Berbeda dengannya yang kini melangkahkan kaki menuju pegadaian hendak menjual beberapa perhiasan.

Wanita setengah baya menyambutnya saat pintu dibuka. Tempat itu cukup sepi untuk seukuran pegadaian pusat.

"Saya ingin menjual ini, bisakah anda menaksirnya?" Ariana berkata formal. Wanita itu tersenyum manis mengambil beberapa permata kecil dari tangan mungilnya.

"Apa kamu kesini bersama orang tuamu?" katanya menatap hangat. Gadis itu semakin menundukkan tudungnya.

"Tentu, ayahku pebisnis yang mengarungi laut demi laut. Ini adalah hasil tabunganku untuk biaya sakitnya." katanya berbohong senatural mungkin.

worthless daughterWhere stories live. Discover now