[SCENARIO 1 - What's The Meaning Of Life?]

1.8K 311 54
                                    

Untuk apa aku terlahir ke dunia ini, jika pada akhirnya aku akan menderita?

Kakiku melangkahi sepanjang trotoar. Sebenarnya rasanya begitu perih. Beberapa luka yang ada di lutut dan lenganku masih basah. Aku menyeret tas sekolahku, tidak punya tenaga untuk memikulnya karena bahuku juga terluka.

Tadi siang, ada anak-anak kelas sebelah yang menghajarku. Mereka memukuliku sembari berkata bahwa aku adalah seorang anak pembunuh.

Lucu sekali. Mereka bilang aku anak pembunuh, tapi merekalah yang justru hampir membunuhku. Menggunakan kata-kata tersebut sebagai alasan untuk menghajar seseorang.

Mengapa aku tidak melapor kepada guru? Hah, mereka tidak peduli. Mereka hanya mengembuskan napas saat aku melapor, seakan-akan akulah yang membawa masalah.

Terkadang aku berpikir, mengapa anak-anak yang merundungku itu tidak sekalian menghabisi nyawaku saja? Aku lelah.

Aku membuka pintu apartemen kumuh yang kutempati selama ini. Rasanya hampa sekali. Dulu, aku pernah merasakan sedikit kehangatan di sini, sebelum kejadian itu terjadi.

Dulu sekali, jauh sebelum aku menginjak kursi sekolah menengah pertama, keluargaku merupakan keluarga bahagia. Ayah yang sangat menyayangi istri dan anaknya, Ibu yang begitu lembut dan perhatian, dan juga aku yang selalu dimanja. Sayangnya, semua itu hanya berlangsung hingga perusahaan yang dirintis ayahku jatuh bangkrut.

Kami terlilit hutang. Ayahku menjadi pecandu alkohol, sedangkan Ibuku yang membanting tulang demi menutupi seluruh hutang tersebut. Terkadang ketika Ayah sedang dalam suasana hati yang buruk, dia akan memukuli aku dan Ibu.

Aku melemparkan tubuhku ke sofa, meletakkan tas di sisiku. Rasanya hari ini berlangsung begitu panjang. Aku mengembuskan napas berat, menatap langit-langit ruangan dengan sorot hampa.

Perutku berbunyi. Ah, sejak kemarin aku belum makan apa-apa. Aku memejamkan mata untuk beberapa sesaat, berusaha berkonsentrasi. Begitu aku membuka mata, sebuah layar transparan muncul di hadapanku.

[Coin possessed: 700 coins.]

Aku berpikir sejenak. Aku harus bisa bertahan dengan uang ini hingga akhir bulan.

Setiap enam bulan sekali, aku mendapat kiriman uang dari penerbit tempat Ibuku menerbitkan buku. Buku tersebut menjadi best seller. Ibuku menulis buku tersebut di penjara, dan meminta tolong salah satu polisi untuk mengirimkan naskahnya ke penerbit. Yah, siapa yang menyangka dengan uang royalty tersebut justru membantuku hidup hingga sekarang?

Mungkin hari ini aku akan beli kimbab saja. Harga kimbab satunya 70 koin. Dengan begitu, aku bisa mengirit hingga akhir bulan tiba.

Sebelum berangkat, aku menyempatkan diri untuk membersihkan luka dan menutupinya dengan plester. Sekarang terasa lebih baik.

Masih dengan menggenakan seragam sekolah, aku berjalan menapaki jalan menuju mini market. Aku tersenyum, memikirkan betapa lezatnya rasa kimbab yang akan kumakan nanti. Bangunan kecil familiar yang biasa kudatangi untuk membeli makanan terlihat. Aku mempercepat langkah kakiku. Begitu aku membuka pintu mini market, mataku menangkap figur seseorang yang selalu kuharap tidak pernah aku temui.

"Wah, lihat siapa ini?" Lee Beom-Seok menyeringai begitu melihatku. Aku buru-buru hendak menutup kembali pintu mini market, tetapi segera ia tahan. "Hey, Kim Dokja. Jangan buru-buru, Kawan."

Dia merangkul bahuku. Tubuhku sudah bergetar hebat. "A-Apa yang kau mau?"

"Apa maksudmu? Aku tidak mengerti." Lee Beom-Seok melirik teman-temannya dan aku secara bergantian, kemudian tersenyum. "Hey kalian, ayo cepat pilih barang yang ingin kalian beli. Kim Dokja teman kita ini berkata akan membayarnya!"

Stories That Written Behind The Wall [ORV AU]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang