[SCENARIO 3 - Incarnation]

1.4K 299 80
                                    

Sekujur tubuhku terasa pegal. Hanya untuk mengangkat sendok ke mulut saja tanganku bergetar. Latihan tadi pagi bagai neraka. Bahkan aku sudah nyaris pingsan ketika pemanasan.

Aku ingat pandangan Lycaon kepadaku tadi pagi. Dia terlihat kecewa karena fisikku yang begitu lemah. Setelah pemanasan, kami lanjut ke teknik awal berpedang.

Teknik berpedang yang diajarkan Lycaon bernama way of the wind. Teknik tersebut menggunakan elemen udara. Menurutku, elemen udara merupakan elemen yang paling sempurna, karena bisa digunakan baik untuk menyerang maupun bertahan.

Ingatanku kembali berputar kepada kejadian tadi pagi. Lycaon--bahkan aku--terkejut dengan apa yang baru saja terjadi.

Ketika melihat Lycaon yang tengah mendemonstrasikan gerakan teknik berpedang, sebuah layar transparan muncul di hadapanku.

[The exclusive skill 'Bookmark' can now be activated.]

[Available Bookmark Slots: 3]

[Do you want to add skill 'way of the wind' to the first bookmark?]

Aku menatap tidak mengerti ke arah layar tersebut. Bookmark? Apa ini juga salah satu skill yang selama ini aku miliki?

Aku mengangguk, dan layar tersebut menghilang. Detik berikutnya begitu aku menggenggam gagang pedang, hembusan angin kencang muncul mengelilingi tubuhku. Aku merasa tubuhku dialiri oleh kekuatan yang luar biasa. Dengan mudahnya aku mengikuti gerakan Lycaon.

Lycaon menatap takjub. "Luar biasa. Meskipun kekuatan fisikmu lemah, ternyata kau memang sangat berbakat. Pantas saja Metatron berkata bahwa kau spesial."

Aku menyarungkan kembali pedangku, terdiam.

Berbakat ... ya?

Sepertinya dia salah paham. Aku bisa dengan mudah melakukannya karena skill yang kumiliki. Entah mengapa, aku merasa bersalah. Aku seperti seorang cheater yang berada dalam dunia game.

"Baht!"

Suara Biyoo membuyarkan lamunanku. Aku menatap dokkaebi mungil yang tengah memukul-mukul tanganku, menyuruhku untuk segera menghabiskan makan siang.

Aku tersenyum pahit. Memaksa sekujur tubuhku yang masih terasa pegal, aku menghabiskan makan siang dengan cepat. Aku tidak sempat menikmatinya, oh sungguh, rasanya aku lebih memilih merebahkan diriku di tempat tidur dibanding makan siang.

Setelah ini aku ada latihan lain. Di jadwal tertulis latihan bertarung. Aku tidak punya gambaran khusus. Sepertinya aku akan belajar bertarung dengan tangan kosong?

Selesai makan siang, aku kembali ke lapangan belakang asrama. Sepi. Aku tidak menemukan seseorang pun di sana. Apa guruku kali ini akan telat, ya? Aku penasaran dia orang yang seperti apa. Akan menyenangkan jika dia memiliki sifat selembut Metatron atau seramah Uriel.

Lima menit. Lima belas menit. Tiga puluh menit.

Tidak seorang pun muncul. Aku merapatkan bibirku. Apakah guru bertarungku ini tidak akan datang? Sampai kapan aku akan menunggu?

Panas matahari menusuk kulitku. Aku sudah bermandikan keringat, padahal latihan pun belum dimulai.

Apa aku kembali ke kamar saja, ya?

Ah, tidak boleh. Bagaimana jika nanti guruku datang setelah aku pergi? Aku harus menunggu lebih sabar.

Setengah jam kembali berlalu, dan aku sama sekali tidak menemukan tanda seseorang akan datang. Aku semakin gelisah. Otakku mulai berputar. Tidak mungkin jika guruku ini tidak akan datang, 'kan? Bagaimana ... bagaimana jika dia sudah menunggu di suatu tempat dan memintaku untuk menemukannya sebagai ujian awal?

Stories That Written Behind The Wall [ORV AU]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang