Bagian 48

101 20 6
                                    

Kencan Pertama

***

"Zeyu," Yuna yang pertama kali sadar dengan keterkejutan. Ia memanggil nama itu dengan raut bingung.

"Hah?" Zeyu yang ikut terkejut dengan perkataannya sendiri tertawa kikuk.  "Itu ... lo nggak mau bilang sesuatu gitu."

"Bilang apa?"

"Bilang ..." Zeyu berucap lirih, "lo juga suka sama gue misalnya."

Yuna memalingkan muka. Hening diantara keduanya pun terjadi cukup lama. Zeyu masih berdiri tidak tahu harus berbuat apa.

Kilatan cahaya dari langit masih ada. Suara guntur bersahutan pun semakin memekakkan telinga. Hujan bertambah deras membuat suasana petang itu mencekam.

"Yuna."

Yuna bergeming. Tangannya mencengkram seragam basah yang dikenakan. Setelah mengembuskan napas dengan kuat ia pun berkata, "Ya."

"Ya?"

"Ya."

"Ya itu maksudnya gimana? Jadi, jawaban lo apa?

"Apa tadi lo ngajuin pertanyaan ke gue?"

Zeyu terdiam. Pikirannya menerawang perkataan yang sudah-sudah. Ia memang belum bertanya suatu hal pada Yuna dan sekarang ia akan menanyakannya. Meskipun seharusnya hari esok waktu itu terjadi.

"Apa lo mau jadi pacar gue?"

"Ya, ya tadi itu untuk ... gue juga suka lo."

"Jadi, kita pacaran?"

Yuna mengangguk.

Zeyu tersenyum lebar. Kedua matanya yang turut terpejam menambah kesan keindahan. Di keremangan tempat itu ulasan bibir begitu terlihat indah. Yuna tanpa sadar ikut tersenyum kontras dengan matanya yang masih agak sembab.

Kini keduanya resmi bersama di antara hujan yang terus berjatuhan.

***

Sesuai rencana, hari ini Zeyu dan Yuna pergi bersama. Bisa disebut kali ini adalah kencan pertama mereka.

Hal biasa selayaknya orang-orang berkencan dengan pasangannya. Mereka berdua menonton film, makan, dan yang paling penting menghabiskan waktu bersama. Hari ini pun tidak ada motor. Zeyu dan Yuna naik bus bersama saat pergi.

Sore itu selepas kencan, sepasang kekasih baru memasuki taman kota. Ada penjual balon di sana. Adapun berbagai macam tanaman hias yang dapat dipandang. Mereka duduk di kursi putih taman tersebut. Saling bercanda ria.

"Yuna, lo mau es krim?" tawar Zeyu sembari menunjuk kedai es krim tak jauh dari sana.

Yuna mengangguk, "Boleh, rasa cokelat."

"Lo tunggu sini ya, gue pergi dulu."

Yuna pun sendirian. Dia langsung menghembuskan napas dalam-dalam. Menyentuh dadanya yang masih berdetak tak karuan. Sudah lama dia masih tak meyakini dirinya sendiri yang menyukai Zeyu. Namun kini, saat terus memikirkan Zeyu serta degup jantung yang bertambah saat saling bersama, Yuna yakin bahwa dia benar-benar menyukai laki-laki itu.

Dia Yu Zeyu, laki-laki yang dulu hampir menabraknya. Laki-laki yang sangat cerewet dan selalu mengganggunya. Sekarang ini dia menjadi laki-laki yang paling disukainya.

Yuna tanpa sadar tersenyum. Ia pun kembali mengingat kejadian saat menonton film tadi. Kala itu mereka sedikit berdebat untuk memutuskan judul film yang akan ditonton. Zeyu menyarankan film bergenre komedi romantis sementara Yuna menginginkan film bergenre horror. Pada akhirnya Zeyu menuruti permintaan kekasihnya dengan keterpaksaan sebab Zeyu tidak menyukai horror.

A Pair of DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang