4.2

646 146 10
                                    

"Entahlah... menurutku penampilan dari kue ini... sepertinya baik..." [Name] mengelap keringat dari dahi, sembari melihat hasil dari kue buatannya. Padahal ia sendiri juga tidak tahu rasanya bagaimana.

Setelah merampungkannya dengan menaruhnya di keranjang dengan pita merah juga, ia merapikan dapur Herder yang sudah seperti kapal pecah di samudra.

Makan malam untuk Herder juga sudah rapi. Ia pun mengganti bajunya menjadi blus putih dengan kerah berenda beserta dasi hitam berbentuk pita yang menyertainya, rok high-waist biru tua panjang, dan boots cokelatnya. [Name] juga merapikan sedikit rambutnya, sesudahnya ia mengambil keranjang dan menuju ke kediaman Moriarty.

Entah karena cuaca cerah yang menyinari London atau akan menemui Louis, suasana hati [Name] terasa baik. Dunia yang ia lihat menjadi lebih berwarna dibandingkan biasanya. Di saat yang sama jantungnya terasa berdetak lebih cepat, ingin segera sampai di sana. [Name] sendiri tidak mengerti, padahal ia hanya ingin membalas kebaikan Louis.

Sesampainya di sana, ia melihat sosok Fred yang sedang merawat mawar-mawar. Pandangan mereka bertemu, dan Fred mendatangi wanita itu.

"Uhm... Fred... kan?"

"Anda kalau tidak salah... Nona..."

"[Name]. Senang bertemu denganmu lagi, Fred." ujar wanita Herder ini, mengulurkan tangannya ke Fred sebagai tanda berkenalan. Mereka pun berjabat tangan. "Omong-omong... apakah Tuan Louis ada...?"

"Sepertinya ada... mau dipanggilkan?"

"Tidak usah..." [Name] menunjukkan keranjang yang ia bawa. "Aku ingin memberikan ini kepadanya langsung. Terima kasih."

"Baik kalau begitu... hati-hati."

Ia berjalan menuju wisma, dan mengetuk pintu beberapa kali. Tak menunggu lama, ia disambut dengan senyuman Jack.

"Wah, Nona Muda. Silahkan masuk." [Name] merasa canggung tiba-tiba, dan menunggu Jack yang memimpin jalannya duluan.

"Mencari Louis, kan? Ia ada di— Louis, ada tamu untukmu!" yang dicari pun muncul dengan sendirinya. "Kalau begitu, izinkan aku undur diri."

[Name] mengangguk, dan memperhatikan Louis yang semakin mendekatinya. Ia sebisa mungkin mempertahankan raut wajahnya, walau kedua lututnya sudah terasa lemas.

"Nona [Name], mengapa tiba-tiba di sini?" tanya Louis yang tak menyangka bahwa akan kedatangan tamu yang merupakan puan ini.

"Maaf sebelumnya tidak memberitahukan... apakah mengganggu...?"

"Tentu tidak. Saya senang dengan kehadiran anda di sini."

"Syukurlah," [Name] menyodorkan keranjang yang ia bawa. "Ini... sebagai balasan karena waktu itu anda telah memberi saya stargazy pie. Saya sangat menyukainya! Tuan Louis sungguh pandai memasak, ya."

"T-Terima... kasih. Anda sendiri juga tak perlu repot. Saya senang mendengar anda menyukainya."

"Oh ya, di dalamnya itu bienenstich. Dari tempat asal saya itu semacam kue dengan krim vanila dengan madu. Di atasnya sendiri terdapat almon. Saya harap anda menyukainya."

"Baik, nanti akan saya coba." setelahnya keduanya saling diam satu sama lain, merasa canggung untuk memulai pembicaraan.

"Nona [Name]—"

"Tuan Louis—"

"A-Anda duluan..."

"T-Tidak... Tuan Louis duluan saja..."

"Wah, aku kira siapa tapi ternyata si manis ini~!"

Keduanya menoleh ke sumber suara, dan ternyata itu adalah Bond. Sang adam mendekati [Name] dan mencium punggung tangan wanita tersebut. Yang dicium pun merasa gugup.

"E-Eh... Tuan... Bond...?"

"Bukankah sudah kubilang panggil aku 'James'?" ujarnya sambil mengedipkan salah satu matanya.

"T-Tuan James..."

"Sedang apa kamu datang ke sini~? Aku juga mencium aroma makanan dari kejauhan."

"Saya membawa kue untuk Tuan Louis... sebagai balas budi." jawab [Name].

"Bagian untukku mana~?"

"Saya membuatnya cukup banyak, nanti bisa berbagi dengan yang lain juga..."

"Yayy! Aku ingin berbincang lebih banyak lagi, tapi aku ada perlu. Nanti kita bicara lagi ya~!" Bond pun meninggalkan mereka berdua di lorong.

"Nona [Name]... maaf jika Bond membuat anda tidak nyaman."

"Ahaha, tidak apa-apa! Saya hanya belum mengenalnya juga..."

Louis mengalihkan pandangannya. "Sebelumnya... saya ingin mengajak anda keluar... maukah anda berjalan bersama saya...?"

[Name] sempat terdiam, mencoba memproses kalimat yang barusan ia dengar. Rona merah perlahan muncul dari kedua pipinya, dan mencubit punggung tangannya sendiri.

"Aw!"

"Nona [Name]...?"

"Maaf, barusan saya mencubit diri saya sendiri karena mengiranya ini mimpi. Tentu saja mau!"

"Kalau begitu, saya akan bersiap dulu."

"B-Baik, saya akan menunggu di sini."

Louis menuju ke dapur untuk menaruh keranjang yang dibawa, dan menambahkan catatan:

Jangan dimakan.
— L.


Lalu ia mengambil mantel hitam beserta topi. Tak lupa dengan payung [Name] yang waktu itu ia lupa bawa, dan kembali menuju ke tempat wanita itu berada.

"Nona [Name], waktu itu anda lupa membawa pulang ini."

"Wah, pantas saja dicari kemana-mana tetapi saya tak dapat menemukannya! Terima kasih." [Name] membuka payungnya, dan memakainya.

Mereka berdua pun keluar dari wisma Moriarty, dan berjalan ke pusat kota. Selama di perjalanan, awalnya mereka tak banyak bicara. [Name] dan Louis sama-sama tak tahu ingin berbicara apa, sampai wanita Herder ini yang memulainya.

"Bagaimana... kalau kita berteman...?"

"Berteman...?"

"M-Maksudku... agar tidak canggung... maaf kalau terkesan aneh..."

"Tidak aneh sama sekali... hanya saja selama ini saya tidak punya teman, selain orang-orang di keluarga Moriarty."

"Kalau begitu, saya akan menjadi teman pertama anda!" ucap sang puan, mengambil beberapa langkah lebih depan dari si adam dan sekarang berdiri menghadap ke si Moriarty pirang.

"Senang menjadi teman pertamamu, Louis!"

Melihat sang hawa bermarga Herder yang berada di depannya, Louis tak dapat menahan debaran yang berasal dari dalam dirinya. Mungkin terkesan menggelikan, tetapi ia merasa bahwa hatinya telah dicuri oleh orang yang berada di depannya.

promise | louis j. moriartyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang