7.1

555 118 12
                                    

"Pakaian kurasa sudah lengkap... lalu buku-buku juga sudah... mungkin sudah beres semua." gumam [Name] sambil berpikir kembali, mengingat apa saja yang perlu ia masukkan ke dalam kopernya. Setelah dirasa tak ada yang terlupa, ia membawa kopernya keluar dan mendapati Herder yang sepertinya menunggu dirinya.

"[Name]... bisa-bisanya kamu meninggalkan aku sendiri." ujar Herder dengan dramatis.

"Apa maksudmu? Dari dulu juga bukannya sendiri?" [Name] mendengus dan menaikkan salah satu alisnya, lalu meletakkan kopernya di lantai. Ia sedang menunggu kedatangan kereta kuda yang akan mengantarnya ke kediaman Moriarty.

"Itu dulu, semenjak ada kamu setidaknya aku memiliki teman yang bisa ku ajak bicara di sini."

"Kamu kelihatan pembohong banget. Padahal biasanya suka bicara sendiri sama senjata-senjata kamu."

Herder merasa jantungnya tertusuk. Seperti ada panah yang menusuk tepat di jantungnya, sangat terkena sasaran. Ia tak dapat mengelak dari pernyataan tersebut.

"T-Tahu darimana?! Rasanya aku selalu mengunci ruanganku sendiri..."

"Terkadang... kamu lupa untuk menutupnya. Orang lain mungkin bakal mengira kamu gila dan akan memasukkanmu ke rumah sakit jiwa."

"Ku rasa aku tidak perlu sampai dimasukkan rumah sakit jiwa... kamu terlalu berlebihan."

[Name] menghelakan napas, dan dari luar terdengar suara kereta kuda yang mendekat. Kedua orang bermarga Herder tersebut keluar, dengan sang adam yang membantu membawakan koper milik si hawa.

Sebelum memasuki kereta kuda, [Name] melihat ke Herder yang sedaritadi tersenyum. Entah ada maksud apa dari senyum tersebut, ia memilih tidak menanyakannya.

"Maaf jika aku menetap dalam waktu yang singkat. Jaga diri baik-baik, ya." ujarnya, sebenarnya ia merasa tidak enak hati dan sudah seenaknya meninggalkan pria tersebut.

"Harusnya aku yang bilang begitu, bukannya?" Herder menarik salah satu pergelangan tangan [Name], lalu memeluknya. [Name] pun memeluk balik. Ia tak ingat kapan terakhir kali seseorang memeluknya dengan begitu erat.

"Jaga dirimu, ya. Berhati-hatilah." ucapnya dengan pelan, sedikit mengacak-acak rambut [Name].

"J-Jangan diacak-acak, nanti rambutku berantakan!" walau begitu, [Name] tersenyum senang. Ia mengangkat kopernya, dan masuk ke dalam kereta kuda.

Ia terus melihat ke Herder yang masih berdiri di tempat yang sama, mengantarkan keberangkatannya. Kereta kuda pun melesat menuju ke kediaman Moriarty.

Dimulai dari sekarang, ia akan memulai lembaran baru dalam hidupnya.







•••







"[Name], aku sudah menunggu kedatanganmu." William menyambut sang wanita Herder yang turun dari kereta kuda, dengan memegangi tangannya.

"Terima kasih, William." [Name] kemudian mencari sosok pria yang lain, tetapi ia tidak dapat menemukannya.

"Jika kamu mencari Louis, ia ada di dalam.  Ia sedang memberikan arahan ke Moran, Bond, serta Fred mengenai penjagaan rumah."

[Name] hanya mengangguk, karena merasa malu. Keduanya masuk ke dalam, dan mendapati para adam yang baru saja disebutkan sedang mendengarkan instruksi dari Louis dengan berbagai macam ekspresi.

Bond yang sesekali bertanya, Fred yang dengan tenang menyimak, dan Moran yang terlihat sangat keberatan.

"Tunggu, setidaknya biarkan aku ikut denganmu. William setidaknya pasti membutuhkan orang lagi untuk di sana." ujar Moran, memohon kepada Louis.

"Moran, bukannya kamu hanya ingin menghindar dari guru saja?" timpal Bond jahil, karena ia tahu bahwa Moran hanya ingin bersantai saja.

"K-Kata siapa? Aku tidak takut dengan si kakek! Dan asal tahu saja, aku masih nggak terima jika si kakek yang menjadi kepala pengurus di sini." Moran menunjuk ke arah Jack yang sedari tadi terkekeh.

"Hoo... berani juga mulutmu, Moran." Jack hanya tersenyum, dan Moran dapat merasakan aura mengerikan yang terpancar darinya.

"Kolonel, sepertinya lebih baik anda menuruti perkataan guru saja." ujar Albert yang sebenarnya menikmati 'pertunjukan' Moran.

"Hah?! Maksudmu—"

"Moran, sebaiknya kecilkan suaramu karena kita memiliki tamu." ujar William yang menyebabkan semua orang yang berada di ruangan menjadi diam.

Lalu beberapa pasang mata menangkap sosok [Name] di belakang putra kedua Moriarty, yang dari tadi hanya memerhatikan apa yang terjadi.

"Nona [Name], senang bertemu denganmu lagi." Albert memberikan senyum kepada [Name], dan ia juga membalasnya dengan hal yang sama.

"Wah, nona manis~!" Bond melambaikan tangannya.

"Maaf mengganggu kalian semua, tetapi tadi saya sangat terhibur melihat kalian semua." [Name] sedikit terkikik.

"Wah, aku suka selera humor nona." Jack menyetujui pendapat [Name] barusan.

"Apa maksudnya?! Bahkan si cewek pun menertawai penderitaanku juga?!"

Louis yang daritadi tak berkata apa-apa, menghelakan napas. "Yah, pokoknya seperti yang tadi ku sampaikan. Kalau kalian melihat Moran bolos kerja, silakan potong gajinya dan tak ada tempat untuknya di sini."

"Baik~!" seru Bond dan Jack bersamaan, dengan Fred yang hanya menggangguk.

"T-Tunggu..."

"Oh ya, bukannya sekarang kita harus mengantar Will, Louis, dan nona manis? Aku rasa mereka harus menuju stasiun secepatnya." tanya Bond.

"Barang-barangku dan Louis telah siap, begitu juga dengan [Name]. Lebih baik kita bergegas sekarang."

Lalu semuanya menuju ke perkarangan rumah, mengantarkan ketiganya ke kereta kuda yang telah menunggu.

"Hati-hati di perjalanan, ya. Maaf karena aku tak dapat mengantar ke stasiun, setelah ini aku harus kembali bekerja." ujar Albert.

"Tidak apa-apa, kami tak ingin merepotkan Kak Albert." jawab Louis.

"Sayang sekali, padahal aku ingin berbincang lebih banyak lagi dengan nona." Bond memegang kedua tangan [Name].

"Lain kali bagaimana kalau Tuan Bond mengajakku jalan bersama? Atau kita minum di tempat yang waktu itu kau tahu."

"Yayyy! Baiklah! Janji, ya!"

[Name] tersenyum, dan ia pamit kepada seluruh penghuni kediaman Moriarty. Ketiganya pun masuk ke dalam kereta kuda, dan kendaraan tersebut melesat menuju ke stasiun.

promise | louis j. moriartyWhere stories live. Discover now