10

500 91 4
                                    

Hari yang ditunggu telah datang. [Name] bangun dari tidurnya dengan semangat. Walau ia tidak punya pengalaman dalam mengajar, ia merasa optimis bahwa ia dapat menjalaninya. Setelah bersiap-siap, ia menuju ke ruang makan. Di sana belum ada siapapun, kecuali Louis yang sedang menyiapkan peralatan makan.

"Pagi, Louis."

"Pagi, [Name]. Tidurmu nyenyak?"

[Name] menjawab dengan dehaman.

"Biar kubantu."

Jadilah keduanya yang menyiapkan peralatan makan untuk sarapan bersama. Setelahnya, William dan Bond datang ke ruang makan dengan sendirinya tanpa perlu dipanggil.

"Pagi, kalian berdua." ujar William.

"Pagi, Louis dan juga nona."

Keempatnya pun sarapan bersama. Kemudian setelahnya, [Name] membantu Louis dalam mencuci dan merapikan piring-piring yang dipakai sebelumnya.

"Kau tak perlu membantuku, padahal..." Louis menjadi merasa sungkan.

"Jika aku tidak membantu, aku merasa tak enak dengan kalian semua. Setidaknya biarkan aku sedikit menolong." sang puan pun menyusun piring-piring yang telah dibersihkan. "Seperti ini, kan?"

Louis mengangguk dan tersenyum melihat wanita yang ada di depannya. Ia lalu mengambil sebuah kantung kertas yang didalamnya berisikan roti, bermaksudn memberikannya ke [Name] untuk bekal.

"[Name], bekal untukmu nanti..."

"T-Terima kasih... untuk William bagaimana?"

"Untuk kakak akan kuberikan nanti."

Walau sebenarnya, Louis tak akan memberikan kakaknya hal yang sama, karena sang kakak tak pernah ingin dibawakan bekal sedari dulu.

"Hm... baiklah. Kalau begitu, sampai nanti ya, Louis!" Ia berjalan kembali menuju kamarnya. Sepanjang perjalanan ke sana, ia tak dapat menahan senyumnya dan debaran jantungnya sendiri.

Ia merasa harus membalas Louis dengan sesuatu yang lelaki itu suka.









•••










Jika sebelumnya jantungnya berdebar sangat cepat dikarenakan perhatian dari Louis, sekarang ia merasakan hal yang sama disebabkan betapa gugup dirinya karena akan mengajar.

Sekarang [Name] sedang mengekori William dari belakang, menuju ke ruang dosen. Sesampainya di sana, dapat dibilang ruangan tersebut sunyi. Dikarenakan sekarang sudah memasuki jam mengajar, hanya ada beberapa dosen di dalamnya.

"[Name], untuk masalah administrasi aku sudah mengurusnya. Dan seharusnya sekarang kau dipandu oleh... Bu Addison!" datanglah seorang wanita yang menurut [Name] sepertinya sedikit di atasnya. Ia memiliki surai merah bercampur oranye, dan tatapan mata yang teduh.

"Pak Moriarty, apakah nona ini yang anda maksud?"

"Benar, bisakah aku serahkan ia kepadamu? Sebentar lagi aku akan ada kelas."

"Tentu saja." Addison memberikan jempol kepada William, lalu sang pria meninggalkan kedua wanita tersebut.

"Anu... Bu Addison...?"

"Sebelumnya, boleh ku tahu nama dan umurmu terlebih dahulu?" tanya Addison kembali.

"[Name] von Herder... 22 tahun...?"

Addison refleks menggenggam kedua tangan [Name], kedua matanya pun menunjukkan ketertarikan kepada wanita yang berada di depannya.

"SUNGGUH?! Senang bertemu denganmu, [Name]. Kita memiliki umur yang sama!!"

promise | louis j. moriartyWhere stories live. Discover now