╰┈➤ Opacarophile || 02

544 71 2
                                    

(n

Oops! Questa immagine non segue le nostre linee guida sui contenuti. Per continuare la pubblicazione, provare a rimuoverlo o caricare un altro.

(n.) A person who loves sunset.

Sudah sepatutnya seorang pemusik terkenal memiliki kediaman lebih dari satu. Maka dari itu, Fyodor memilih untuk kabur—sebut saja begitu—dari hiruk pikuk jantung Moskow. Menetap di pinggir kota yang terlihat aman, damai.

Setelah berita mengenai hiatusnya tersebar luas, para wartawan penjilat itu jadi tak sabaran untuk menerobos pintu utama kediamannya. Untunglah Fyodor sudah angkat kaki duluan dari sana. Dia selalu berada satu langkah di depan mereka.

Netra Fyodor mengintip dari balik gorden, memastikan bahwa tidak ada satu pun wartawan yang mengikutinya. "Mana mungkin si pencari kabar burung itu mengikutiku? Rumah ini kan terisolasi."

Berbekal pemikiran tersebut, Fyodor melangkahkan kaki keluar dari halaman rumahnya.

Dia sudah berjalan selama kurang lebih satu jam dan sekarang tengah beristirahat di sebuah kafe sederhana bergaya modern. Secangkir teh menjadi teman bicara Fyodor, walau tak terdengar sepatah kata pun.

Fyodor hanya mendesah sepanjang waktu.

Pemikiran buruk mengenai musik memenuhi kepalanya. Rencana sempurna bagi masa depan serasa diremukkan oleh musik itu sendiri. Sekarang Fyodor menyesal telah mengenal dan memperjuangkan musik; cello.

Berhenti.

Kata itu ditepis jauh tatkala lantunan cello terdengar nyaring di telinganya. Itu musikku, kalbu mengklaim kepemilikan.

Penasaran, Fyodor berdiri dan mencari sumber suara perlahan. Instrumen cello itu tidak bersumber dari speaker yang terpasang pada sudut kafe. Suaranya terdengar jelas, namun letaknya sangat jauh. Anggap saja telinga Fyodor itu sangatlah tajam karena mampu mengenali musiknya.

"Seorang gadis?"

Seharusnya Fyodor tidak terkejut saat mendapati sosok yang memasang instrumen dengan volume kencang di tempat umum—yang juga mengundang perhatiannya. Bukan gender yang membuat Fyodor membulatkan iris dan menahan napasnya, melainkan keindahan yang ia temukan saat memandangnya lekat-lekat.

"Tunarungu⁵," gumam Fyodor seolah menaruh iba.

Rasa penasaran mendorong kaki Fyodor untuk melangkah ke tempat gadis itu berada. Tanpa berbasa-basi—lagi pula, Fyodor yakin bahwa gadis itu tak dapat mendengarnya—Fyodor langsung duduk di kursi yang berseberangan dengan gadis tersebut. Diangkatnya tangan kanan tinggi-tinggi, memanggil pelayan kafe untuk meminta pena dan beberapa kertas.

Dua benda itu datang. Fyodor pun menuliskan hal yang ingin disampaikannya. Hal yang jauh dari kata sopan.

Bukannya kau tidak dapat mendengar?

Ia sodorkan kertas tersebut ke hadapan si gadis. Membiarkannya membaca isi kertas tersebut tanpa tahu lawan bicaranya buta huruf atau tidak. Di luar dugaan, gadis itu membalasnya.

Maaf, apa volumenya terlalu kencang sampai mengganggumu?

Fyodor mendengkus sesaat sebelum menulis balasannya.

Musik instrumen itu …. Apa kau tahu siapa penciptanya?

Dia mengambil kertas tadi, membacanya, lalu tersenyum.

Fyodor Dostoyevsky, bukan? Aku sangat menyukai karyanya. Semuanya seakan menyihir perasaanku, walau aku tak dapat mendengarnya.

Selesai dibaca, Fyodor merasa tersanjung dan tanpa sadar mengucapkan terima kasih. Tentu saja gadis di hadapannya tidak mengerti.

"Cara berkomunikasi yang aneh." Fyodor meremas kertas tersebut dan membuangnya.

Si gadis terlihat marah.

Kenapa kertasnya dibuang? Apa tidak sayang dengan sisa kolamnya? Lagi pula, kita belum berkenalan!

Fyodor menghela napas. "Terima kasih sudah menyukai musikku, tapi aku sama sekali tidak berniat memiliki kenalan yang tidak dapat menjadi pendengarku."

Jawab aku. Aku tidak mengerti apa yang sedang kau bicarakan!

Fyodor mendelik, mengambil kertas lain dan meraih pena yang berada di tangan si gadis.

Siapa namamu?

Dia membalas. [Name].

Tak dapat bicara?

[Name] tertegun. tidak, sama sekali tidak.

Fyodor menatapnya tajam, kemudian kembali menulis. Dapat mendengarku?

Tidak. Alat bantu dengarku sebenarnya sudah rusak. Aku hanya memakainya agar orang di sekitarku tahu bahwa aku tak dapat mendengarnya.

Siapa yang mengajarimu menulis dan membaca?

Pertanyaanmu tidak sopan, tapi akan kujawab. Sewaktu kecil, aku memiliki guru yang dikhususkan untuk mengajariku membaca, menulis dan berhitung. Agar tidak dungu, kata Ayah.

"Itu sudah cukup. Asal bisa membaca, menulis dan berhitung, hidupmu sudah terselamatkan." Fyodor lagi-lagi berbicara dan bukan menuangkannya ke dalam tulisan.

Tangan kanan [Name] bergerak di atas kertas putih lainnya. Setelah selesai menari di atasnya, kertas bercela hitam itu di serahkan kepada Fyodor.

Kalau boleh tahu, siapa namamu?

Senyum tipis terukir indah di bibir si pria. Dostoy, panggil saja begitu.

Perkenalan selesai sampai di sana. Fyodor mengakhirinya ketika mentari berada di Ufuk Barat—bersiap untuk terlelap setelah melayani para manusia. Sinar keemasan yang tampak sayu menyempatkan diri untuk menjadi penerang dua insan tersebut. Sebelum pergi, Fyodor mengambil alat bantu dengar dari telinga [Name].

Nanti kukembalikan. Tulisnya seakan mengikat janji pertemuan.

[Name] tersenyum, lalu mengangguk. Dia ikhlas pria asing yang jauh dari kata sopan itu mengambil alat bantu dengarnya, meski sudah rusak.

"Di lain waktu, akan kukembalikan alat bantu dengarmu."

Fyodor benar-benar mengukir janji.

Next, karena saya malas~

ʜᴇᴀʀᴛʙᴇᴀᴛ || ʙsᴅDove le storie prendono vita. Scoprilo ora