3. Truth Hurts

32 9 2
                                    

Harusnya pagi itu Didit terbangun dengan pikiran yang fresh setelah 'kabur' sebentar ke Ubud bersama kekasih hatinya. Nyatanya, sejak Didit membuka mata sampai selesai membasuh diri, pikirannya terus berputar pada kejanggalan-kejanggalan dari peristiwa jatuhnya Cak Muaini dari menara tandon.

Kalau dilihat-lihat dari jendela kamar Didit, harusnya tidak hanya kaki Cak Muaini saja yang patah setelah terjatuh dari tempat setinggi itu. Minimal patah di bagian tulang belakang sekaligus gegar otak. Di belakang tandon hanya ada tebing yang bersebrangan dengan tanah lapang, tempat para warga setempat membiarkan sapi-sapi mereka merumput dengan topografi tanah yang lebih rendah dari gedung kost-kostan.

Ganjil.

Apa yang menimpa Cak Muaini jelas bukan sekedar kecelakaan biasa. Ini tidak masuk akal. Ditambah dengan fakta dua lubang yang katanya bekas bor di tembok belakang kamar Rara, itu semua semakin menambah kecurigaan Didit yang sebenarnya sejak dulu memang menaruh curiga pada hubungan pemilik kost dengan kekasihnya itu.

Dimulai dari asal-usul Rara yang sampai sekarang tidak bisa Didit temukan. Segala cara sudah Didit kerahkan, bahkan Didit pernah diam-diam mencuri lihat KTP dari dompet Rara sewaktu lelaki itu mampir ke kamarnya. Namun Didit hanya mendapat info sebatas tahun kelahirannya saja bahwa ternyata Rara berusia lima tahun lebih tua dari Didit. Dengan paras dan pawakan seperti itu, rasanya Didit susah untuk percaya kalau di awal pertemuan mereka sebagai sesama penghuni kost, Rara kerap memanggilnya 'Mas', seolah-olah Didit yang lebih tua. Tinggi badannya saja tidak lebih dari bahu Didit. Untuk membuka tutup selai saja, gadis itu selalu butuh bantuannya. Bahkan Didit pernah sampai mengejar gadis itu ke parkiran rumah sakit saat hendak dipasang selang infus, saking takutnya gadis itu pada jarum. Padahal jelas-jelas hasil cek darah menunjukkan kalau gadis itu sedang tipes dan kondisi tubuhnya sangat lemah. Tapi untuk urusan kabur, sepertinya Rara punya tenaga cadangan.

Selebihnya, Didit tidak mendapatkan informasi apapun tentang profil tetangga kostan yang kemudian naik status menjadi kekasihnya itu. Percayalah, Didit pernah menelusuri laman pencarian google semalam suntuk demi mencari tau background kehidupan Rara yang sampai sekarang masih menjadi misteri besar baginya.

Tanpa terkecuali Cak Muaini.

Latar belakang dua manusia yang setiap hari berada dalam radar kehidupan Didit selama beberapa tahun belakangan ini benar-benar memancing rasa penasaran. Jika memasukkan kata kunci 'peternakan kopi luwak Gianyar' maka profil keluarga Cak Muaini akan muncul. Namun untuk mencari informasi yang lebih jauh, nihil yang Didit dapatkan.

Berbekal dengan rasa penasaran dan tanda tanya yang bercampur aduk dengan perasaan tak terima karena seperti sedang dipermainkan, Didit langsung bergegas menghampiri kamar kost Rara pagi itu. Tanpa peduli dengan kebutuhan sarapan dan asupan vitamin C hariannya, Didit langsung menerabas masuk pintu kamar Rara yang kebetulan memang sedang terbuka lebar dan duduk di atas tempat tidur miliknya.

Membuat si pemilik kamar menghentikan sejenak kegiatan menyapu lantai saking terheran-heran dengan sikap Didit yang tumben-tumbennya lupa tata cara bertamu dengan sopan.

"Permisi dulu, kek. Kayak orang nggak punya adat aja," sindir Rara pedas namun Didit mengabaikannya. Alih-alih menanggapi, lelaki yang masih memaki singlet serta celana boxer kesayangannya itu justru melipat kedua kakinya, bersila di atas tempat tidur milik Rara, seolah-olah dia yang punya kamar.

"Mungkin nggak sih, Ra, Cak Muaini itu termasuk dalam alasan kenapa kamu nggak kunjung ngasih aku kepastian?"

"Hah?!" Gagang sapu yang masih berada dalam genggaman Rara bahkan sampai terjatuh saking terkejutnya si gadis dengan celotehan yang keluar dari mulut kekasihnya barusan. "Gi-gimana maksudnya, Dit? Aku nggak paham. Kamu ngomong apa, sih?"

VOYAGERМесто, где живут истории. Откройте их для себя