PAST (1)

1K 348 47
                                    

Jerman, Mei 2004

Suasana gelap di lorong penjara Lower Saxony. Lampu di bagian dalam beberapa sel masih menyala, terlihat dari jendela kaca kecil yang tampak benderang dari luar.

Pada malam yang baru datang, keheningan menyerta sebagaimana yang selalu dirasakan. Selama enam tahun hidup yang dihabiskannya di dalam kurungan penjara, Monica bahkan takpernah tahu bagaimana pergantian siang dan malam itu berlangsung.

Ruangan itu sudah mulai tampak kumuh karena tidak pernah direnovasi. Monica duduk bersila di atas lantai, mengambil posisi seperti orang yang sedang bermeditasi. Diam dalam ketenangan dan kedamaian. Matanya terpejam bersama napas yang teregulasi baik. Rambut ikal panjangnya semakin lebat, membingkai wajahnya yang tampak semakin dewasa. Kulitnya pucat sebab tidak pernah tersiram cahaya matahari. Kini, ia telah berusia dua puluh tiga tahun, tetapi keterbatasan sosial serta kesendirian membuat ia tampak lebih tua lima tahun dari usianya.

Monica, dalam kesendiriannya yang takpernah putus, justru semakin membuat dirinya terlihat rapuh dari luar, tetapi tidak terjangkau ke dalam kepribadiannya yang kian menerjang.

Saat ia membuka mata di kala meditasinya selesai, Monica membaca satu per satu tulisan yang diukir menggunakan benda tajam atau pena di permukaan dinding. Hal yang selalu ia lakukan untuk menumbuhkan kekuatan di dalam dirinya.

Tulisan itu ditulis dalam bahasa Koine yang barang tentu hanya Monica yang mengerti maksudnya. Belum ada seorang pun bahkan petugas penjara yang pernah masuk ke dalam selnya selama tiga tahun belakangan jika bukan karena hal darurat. Ia tidak tersenyum, tidak pula mengeratkan gigi ketika kalimat-kalimat pendek itu dibaca. Satu nama, Felicia, beberapa kali tertulis di sana dan entah begaimana caranya Monica mampu mendeskribsikannya sebagai sebuah pengaruh yang luar biasa hebat. Ia tahu adik perempuannya itu sudah meninggal dan tidak mungkin bisa selamat setelah jatuh dari ketinggian yang ia lihat dengan kedua mata kepalanya sendiri. Ia sangat paham bahwa kesendiriannya sebagai keturunan Pӧlzl mustahil untuk diperbaiki, tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa ia akan menghidupkan salah satu dari mereka. Mungkin Felicia adalah yang pertama, lalu Krill, ayah dan ibunya kemudian.

Ada satu cara yang sudah sangat lama ia rencanakan untuk mewujudkan itu semua meski bakal butuh waktu bertahun-tahun. Sebagai orang yang sangat mencintai keluarganya, Monica bersumpah tidak akan pernah berhenti mengumpulkan mereka sampai akhir hayat, bagaimana pun caranya.

Jemarinya meraba satu tulisan Pӧlzl yang diukir menggunakan benda tajam. Ekspresi wajahnya begitu dalam dan ia tidak pernah menganggap kegilaan itu sebagai lelucon. Lalu ia berkata dengan tekad yang penuh, "Kita akan berkumpul kembali. Aku bersumpah akan membawa kalian kembali ke dalam pelukanku. Tunggulah, tunggu aku." Lantas, senyum kecilnya sedikit naik dalam tempo lama.

***
Keesokan malamnya, seorang petugas yang mengantarkan makan malam mengetuk jendela kecil yang selalu menjadi media masuknya segala macam barang kebutuhan narapidana. Monica memutuskan untuk tidak menyentuh makanan tersebut. berusaha menahan lapar dan juga haus selama dua hari.

Rutinitas pagi, siang dan malam menjadi sesuatu yang mengherankan petugas sebab mereka tidak mendapatkan piring atau minuman kotak berubah kosong. Semua yang mereka berikan tidak berubah sedikitpun kecuali makanan berbau basi yang menyengat dan menjijikkan.

Monica tertidur miring di atas tempat tidur. Tubuhnya terlihat lemas, pucat dan tidak berdaya ketika petugas mengintipnya dari luar. Mereka mulai menerka-nerka bahwa gadis itu tengah sakit atau bahkan sekarat. Salah satu petugas menghubungi kepala penjara dan melaporkan apa yang ia lihat. Kordinasi mereka terbilang cepat hingga akhirnya kepala penjara memutuskan untuk berdiskusi mengenai kondisi narapidana 203. Akan tetapi, mereka memikirkan berbagai kemungkinan berbahaya yang bisa saja terjadi.

Under The MirageWhere stories live. Discover now