(i) pra-wedding: pengumuman

83 16 9
                                    

"Nana, Ibu boleh masuk?"

Wanita yang asik membaca buku pun menoleh, dia menjawab iya sehingga sang Ibu masuk ke dalam kamar. Ibu Kim menyunggingkan senyum lihat buah hatinya masih berusaha belajar bahasa Inggris yang padahal tidak ada kepastian sama sekali, seniat itukah anaknya demi kuliah di luar negeri demi menyongsong masa depannya.

"Gimana hasil kelulusannya? Kamu ambil beasiswa, kan?"

Nana mengangguk pelan. "Iya, Ma. Pengumumannya lima menit lagi."

Sang Ibu mendudukkan diri di kursi, terdiam memandang anak bungsunya yang mulai berkutat pada laptop kesayangan. Nana sudah membuka web akademik yang menyajikan beasiswa menuju Columbia University, setelah itu berdoa hingga pengumuman kelulusan keluar dengan sendirinya.

Dan kini saatnya. Nana dan Ibu Kim mendekatkan diri ke arah laptop guna membaca hasil yang keluar.

Speechless. Tidak ada yang dapat dikatakan oleh dua insan di dalam kamar. Tidak ada tanda-tanda kebahagiaan antara Ibu dan anak ini.

"Yah ... nggak lulus. Padahal Nana udah sekuat tenaga belajar grammar sampai begadang, Ma." Ibu Kim memeluk buah hati yang menangis hingga sesenggukan, tangannya mengelus punggung yang lebih muda supaya tidak menangis terlalu dalam.

"Nggak apa-apa. Tahun depan coba lagi, ya?"

Pertanyaan sang Ibu dijawab gelengan oleh wanita Kim, pelukan terlepas karena Nana ingin bertanya sesuatu. "Apa nggak bisa pakai uang Papa, Ma? Nana udah nganggur setahun tapi belum kuliah juga. Tahun depan terlalu lama, Ma."

Tidak ada yang bisa dijawab kalau menyangkut keuangan kepala keluarga. Kalau mereka punya uang lebih pasti sudah disalurkan untuk sang anak bagaimana pun caranya, masalahnya kondisi keuangan saat ini sedang turun amat drastis. Bahkan bisa saja Pak Kim menjual mobilnya bulan depan atau mereka pindah ke apartemen yang lebih murah.

"Kami nggak punya uang sebanyak itu, Nak. Kalau kamu kuliah di deket-deket sini aja gimana? Nanti Mama cariin pinjaman, deh."

Nana menggeleng lemah, dia tidak ingin merepotkan sang Ibu apalagi sampai keliling rumah tetangga seperti itu. Keheningan pun melanda beberapa detik sebelum Ibu Kim mengusulkan sesuatu di luar nalar.

Ya ... memang kedatangan Ibu Kim ke kamar adalah untuk membicarakan hal ini.

"Sebenarnya Mama punya satu solusi, sih. Kalau kamu terima, kuliah kamu di Amerika aman sampai wisuda nanti."

Tubuh Nana menegak, manik berbinar. Wanita itu menggeserkan kursi agar lebih dekat dengan perempuan di sebelah, tentu saja penasaran akan solusi dari Ibu tercintanya.

"Solusinya apa, Ma?"

Ibu Kim menghela napas sejenak sebelum tersenyum tipis menjawab rasa penasaran dari yang lebih muda.














"Menikah sama teman kecil kamu dulu, Nana. Sama Lee Jeno."

Kaget, nggak? Ya kagetlah.

Nana menganga selebar-lebarnya, bagaimana bisa sang Ibu berpikir serandom itu? Gila saja kalau wanita itu menikah dengan musuh bebuyutannya sejak dini.

Bisa-bisa seperti kapal pecah kalau mereka satu rumah, mungkin lebih hancur bahkan tak berbentuk.

Aneh. Mengapa harus mengarah pada pria itu, sih?




















(To Be Continued)

Kalo rame insyaAllah aku up cepet. Kalau ga rame mungkin aku slow update atau nggak mau diupdate jadi AU aja. Btw ini bxg ya 😊

See you 🤩

Married With Enemy || Lee JenoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang