(04) world war?

50 14 6
                                    

Mengusak surai basahnya menggunakan handuk kecil, Jeno keluar dari kamar mandi pribadi sebelum tidak sengaja melihat objek familiar--

"Eh setan!" Pria itu terkejut bukan main, tiba-tiba saja Nana berada di depan matanya sembari berkacak pinggang. "Ngagetin aja lo kayak setan! Ngapain lo di sini? Mana masuk kamar gue tanpa izin."

"Setan? Lo tuh yang kayak setan. Gila aja nyuruh gue tidur di dalam gudang seberantakan itu! Gue nggak mau tidur di sana!"

"Yaudah tidur aja di sofa ruang tv! Atau tidur di teras rumah juga nggak apa-apa. Kamar di rumah ini cuma dua, sisanya ruang kerja pribadi gue." Sekarang Jeno yang berkacak pinggang. "Lagipula tinggal bersihin doang apa susahnya, sih? Dasar pemalas."

Jari telunjuk diarahkan untuk mendorong jidat mulus perempuan surai cokelat, tentu saja Nana menepis kasar jari pasangannya supaya menjauh dari wajah.

"Gue nggak males! Lo aja yang nggak kasihan sama gue. Kalau tamu mau dateng tuh kamarnya dibersihin dulu biar ada kesannya! Nyusahin gue aja."

"Tamu?" Jeno pura-pura berpikir, lalu senyum lembut sambil memandang istrinya yang menatap bingung. "Kamu bukan tamu, sayang. Kamu itu istri aku."

Kemudian Jeno mencolek dagu wanita Kim --tentunya langsung ditangkis menggunakan punggung tangan oleh sang empu.

"Najis! Geli banget ih seriusan. Jangan sentuh-sentuh wajah gue!"

Nana menghentakkan kaki super kesal, kemudian berjalan keluar disertai monolog sindirannya yang membuat Jeno tertawa kecil, "Arggh! Bisa gila gue tinggal di sini lama-lama!"

Kemudian pintu ditutup penuh bantingan.

Mengomel dengan makhluk hidup satu itu tidak ada gunanya, sia-sia saja Nana memasuki ruangan pribadi suaminya. Akhirnya gudang berkedok kamar dibersihkan oleh wanita surai cokelat, lumayan lama menguras waktu hingga dua jam lamanya.

Nana seratus persen lelah. Wanita itu terduduk di lantai dekat pintu kamar, badannya bersandar pada dinding disertai tangan yang menggenggam alat kebersihan. Dia menghela napasnya berkali-kali di sana.

"Ngapain lo lesehan di deket pintu?" Tiba-tiba saja Jeno datang dan membuka pintu kamar, Nana melirik tajam si Penanya sebelum menjawab agak sarkastik.

"Nggak bisa liat? Gue capek gara-gara seharian ini nggak berhenti aktivitas. Semuanya karena lo yang nyusahin gue setiap detik." Nana mengatur intonasinya sejenak sebelum melanjutkan perkataannya. "Dan sekarang lo mau nyusahin gue model apalagi? Ngapain lo ke sini?"

"Gue laper."

"Terus?" Pertanyaan Nana dijawab decakan malas oleh pemuda Lee.

"Ya buatin gue makanan, lah! Gitu aja kok nanya."

Nana berdiri, menatap lama pasangannya tanpa arti. Jeno juga tidak tahu mengapa sang istri malah berdiam di dekat pintu, apakah ada yang salah dengan dirinya?

"Lo ... kenapa?"

"Gue? Kenapa? Gue stres, Jen! Lo udah liat gue secapek ini dan masih berusaha nyuruh? Lo nggak kasihan sama gue?"

Jeno menggaruk tengkuknya dan berpikir sejenak. Wajahnya dibuat sepolos mungkin untuk menjawab pertanyaan penuh tekanan dari sang istri. "Kasihan? Hmm ... nggak, tuh. Itu kan urusan lo, Na."

Lanjut Jeno, "Sekarang cepet ikut gue ke dapur! Gue laper."

"Bahkan gue belum bersihin diri gue sendiri, Jen. Gue mau mandi dulu." Kalimat penuh tawaran dari wanita Kim membuat yang lebih tua menghentikan langkah menuju dapur. Jeno berbalik sebelum menghela napasnya sabar.

Married With Enemy || Lee JenoWhere stories live. Discover now