(01) malam pertama

64 15 5
                                    

Berjalan di koridor hotel dengan jarak satu meter, Nana ibaratkan tengah melakukan social distancing dengan pasangannya sendiri.

Mereka seratus persen tidak berbincang sama sekali, mungkin tidak punya topik atau sedang hemat energi untuk kegiatan malam pertamanya?

"Lo duluan yang mandi."

Akhirnya Nana angkat suara saat keduanya sampai di dalam kamar cukup luas. Jeno mengerutkan dahi, berjalan menuju koper untuk meraih pakaian ganti. "Loh? Emang gue duluan dong yang mandi. Ya kali gue nungguin lo mandi dengan keadaan kayak gini?"

"Kurang ajar, lo." Entah mengapa Nana yang menyuruh dia pula yang emosi. Jeno malah tertawa kecil melihat istrinya cemberut dan mendudukkan diri dengan perasaan kesal, setelah itu benar-benar masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

Setelah pria itu keluar dari kamar mandi dibaluti piyama satinnya, barulah Nana yang membersihkan diri kurang lebih selama tiga puluh menit.

"Hahaha! Jelek banget lo!" Celetuk pria surai hitam waktu Nana keluar dari kamar mandi dengan wajah tanpa riasan. Apalagi ditambah tawa kencangnya yang membuat sang wanita murka dan membalas perkataannya.

"Ketawa, lo? Ngaca dong! Kayak lo ganteng aja." Cibiran Nana tidak mempan untuk lelaki kekar modelan Jeno, dia malah memasang mimik wajah paling menyebalkan supaya istrinya kalah berdebat.

Tetapi apalah daya saat aksinya malah dicueki oleh wanita Kim, Nana malah fokus membuka totebag berwarna merah muda pemberian orang tua dan sialnya Jeno malah penasaran.

"Apaan, tuh?" Tanya Jeno yang pastinya tidak dijawab oleh wanita surai cokelat. Apalagi saat Nana memasang wajah jijik pada isi dari tas kertas, Jeno makin penasaran sehingga ikut melihat tanpa bertanya lagi.

"Wow." Hanya itu yang dapat pria tinggi katanya waktu matanya memandang pakaian kurang senonoh dari dalam tas. Wajah Nana memerah, dia langsung menutup tas dan memandang lurus dengan keringat yang mengucur sedikit dari pelipisnya.

"Kenapa lo jadi parnoan begitu, sih? Gimana kalau kita--"

Plak!!

"Akh!" Jeno menyentuh belakang kepalanya akibat dipukul kuat menggunakan totebag tadi, Nana menoleh dengan pandangan berapi sebelum melakukan protes.

"Mikir apaan lo, hah?! Nggak ya, gue nggak akan sudi ngelakuin aneh-aneh sama cowok nggak jelas modelan lo! Jangan harap, Lee Jeno."

"Emangnya siapa juga yang mau berbuat sama lo? Gue juga nggak sudi woy! Pengen banget lo kayaknya."

Sekarang Nana yang mengerutkan kedua alisnya. "Gue? Pengen? Bahkan gue aja nggak mikir ke sana. Lo kali yang pikirannya udah ke mana-mana! Dasar mesum!"

"Sok tau, lo."

Keduanya menjadi terdiam lantaran perkataan Jeno yang terakhir. Nana menghela napas kasar, langsung saja menuju ranjang untuk merebahkan diri. Tubuh dan batinnya sangat lelah, kalau berdebat dengan suaminya tanpa ujung malah menambah beban pikiran saja. Lebih baik dia mengalah malam ini.

Entah mengapa Jeno jadi ikutan berbaring di sebelah wanita Kim. Nana langsung terduduk, dia meraih guling untuk diletakkan di tengah-tengah ranjang.

"Heh, Jeno! Dengerin gue. Anggap aja guling ini sebagai pembatas tempat tidur kita. Kalau kaki atau tangan lo ngelewatin batas, siap-siap kita berantem. Ngerti nggak?"

Yang ditantang mengangguk santai tanpa ikut terbangun, "Oke deal. Begitu pun sebaliknya, kalau kaki dan tangan lo ngelewatin batas siap-siap kita berantem."

Married With Enemy || Lee JenoWhere stories live. Discover now