(05) jadi babu

48 16 8
                                    

Terlelap dan menyaksikan mimpi indah, manusia satu ini tidur seperti tidak ada beban sama sekali. Tentu saja bahagia, Nana memenangkan pertarungan sengit bersama suaminya semalam, Jeno yang tidak kuat menahan sakit akhirnya mengalah untuk dipinjamkan bantal kesayangannya.

Karena sudah mengalah, Jeno melupakan pertarungan itu dan siap memulai pertarungan yang baru.

Buktinya saja dia berada di hadapan istrinya sekarang.

"Ini orang kok bisa ya tidur kayak orang mati? Gue panggilin dari tadi nggak denger-denger." Pria surai hitam menggeleng pelan, tangannya coba menepuk pelan pelipis istrinya yang masih bergelut dengan alam mimpi.

"Nana! Bangun, udah jam delapan!"

"Woy! Bangun!"

"Nana! Bangun, Na!"

Jeno menghela napas kasar. Terus melirik jam yang melingkar, lelaki itu tidak sanggup lagi memanggil berkali-kali sampai suaranya habis sekali pun.

Ia melangkah keluar, mengambil segelas air sebelum masuk kembali ke dalam kamar yang lebih muda.

Byur!

"Akh! Mata gue!"

Nana terbangun secara spontan, mengusap wajah dan mengucek mata perihnya. Kemudian ditatapnya lelaki yang melipat kedua tangan, dia menunggu pasangannya seratus persen sadar sebelum mengangkat suaranya kembali.

"Bagus ya jam segini masih tidur, Na." Perkataan Jeno membuat sang istri melirik kesal, ingin memukul wajahnya kalau saja dia tidak memiliki pekerjaan untuk pemuda Lee.

"Nggak perlu siram wajah gue juga kali! Gue bisa bangun kalau lo panggil nama gue terus-menerus! Sakit mata gue, Jen."

"Panggil nama lo? Gue udah teriak berkali-kali woy! Lo aja yang tidur kayak orang mati."

Skak mat. Nana tidak bisa melawan lagi sekarang. Sebenarnya dia memang terlalu lelah akibat aktivitas semalam --dimulai dari perjalanan pulang hingga pertengkaran bersama suami.

"Lo mau nyuruh apa sekarang?" Tanya wanita Kim terpaksa, Jeno menghela napas kasar dan memalingkan wajah sedikit.

"Gue butuh sarapan pagi, tapi lo nggak bangun-bangun."

Nana mengangguk kecil, "Terus? Mau makan apa?"

"Nggak usah. Gue bisa terlambat kalau nunggu lo masak. Gue pesen makanan aja di kantor nanti. Lain kali jangan diulang lagi, gue nggak suka liat orang telat-telat kayak gini."

Nana menganga liat Jeno berjalan keluar dari kamar pribadinya. Kalau begitu untuk apa sampai menyiram wajah? Lebih baik dia langsung berangkat saja tadi.

"Terus buat apa lo nyiram wajah gue kalau nggak jadi sarapan di sini? Woy! Jeno! Lo mau ke mana?!" Pertanyaan Nana tidak digubris oleh yang lebih tua, Jeno tetap melangkah keluar dari bilik tanpa berniat jawab pertanyaannya.

Nana jadi misuh-misuh sendiri sebelum ikut berjalan menuju ruang tengah di rumahnya.

Ah, ralat. Rumah Jeno maksudnya.

Tetapi baru saja membuka pintu, wanita itu terkejut waktu seketika Jeno berada tepat di depan wajahnya. Hampir saja tabrakan kalau saja Nana tidak langsung sadar akan kehadiran pemuda tinggi.

"N-ngapain lo balik lagi?"

"Jangan lupa bersihin rumah, bersihin kamar gue, cuciin baju kotor gue. Pulang kerja bakalan gue cek semuanya. Sampai ada debu sedikit pun, lo gue hukum." Kata Jeno terakhir sebelum benar-benar pergi dari kediaman.

Married With Enemy || Lee JenoWhere stories live. Discover now