Bab 1 : Bertemu kembali

7 2 17
                                    


Universitas Trisatya tengah ramai membicarakan berita terbaru yang baru saja muncul di grup facebook kampusnya. Bisik-bisik para mahasiswa terdengar random dimana-mana membuat gadis cantik berambut coklat yang baru saja memasuki kampusnya mengernyit bingung. Dia menatap jejeran mobil mewah terparkir di sekolahnya, merasa tidak penting dia mengabaikannya dan Tidak ingin ambil pusing. Dia pun meneruskan langkahnya memasuki kampus dan mengabaikan gosip tersebut, tapi langkahnya terhenti ketika tangannya ditarik paksa oleh seseorang menerobos kerumunan mading yang penuh sesak.

"Vanya! Pokoknya kau harus lihat berita terbaru hari ini," seru gadis berambut sebahu dengan girangnya.

Sevanya Caroline, gadis cantik yang biasa disapa Venya itu menatap sahabatnya dengan pandangan malas. Dia adalah satu-satunya sahabat Sevanya di kampusnya, Alya Geraldine.

"Apaan sih," ujar Sevanya malas.

Dan matanya menatap kearah mading yang di tunjuk oleh Alya. Dia berdecak menatap informasi yang menurutnya tidaklah penting baginya. Tidak ingin membuang waktu dia pu membalas Alya dengan menarik tangannya untuk keluar dari kerumunan yang penuh sesak tersebut. Sedangkan Alya yang ditarik tengah menggerutu di belakangnya karena Sevanya yang menariknya dengan tiba-tiba.

"Kok malah narik aku sih, Nya?" tanya Alya kesal merasa tidak suka.

"Aku sesak di sana, lagian informasi itu nggak penting," ketus Anya tidak peduli.

Alya menatap Sevanya tidak percaya, baimana sahabatnya berpikir seperti itu? Pikirnya. Dia pun berjalan lebih cepat dan merentangkan tangannya di depan Sevanya. Lantas langkah kakinya berhenti dan menatap Alya dengan penuh kebingungan.

"Enggak penting katamu? Gila kau ya, Anya." Alya memekik membuatnya cepat-cepat membekap mulut sahabatnya yang tidak terkendali.

"Suaramu bisa pelan sedikit ngga," desis Anya dan melepaskan bekapan tangannya.

"Kau bikin aku gila, Nya. Ceo Quard Group plus pemilik sekolah kita akan datang," histeris Alya.

Sevanya memejamkan matanya menahan malu dengan kehebohan Alya. Kini banyak pasang mata menatap ke arah mereka, dia malas meladeni dan pergi meninggalkan Alya yang sedang mengoceh. Langkahnya buru-buru menuju taman belakang, dengan Alya yang berlari mengejarnya. Tetapi langkahnya terhenti ketika tubuhnya menabrak seseorang hingga dirinya terjatuh.

Sevanya meringis merasakan bokongnya yang terasa sakit menyentuh lantai, Sevanya yang kesal pun ingin memarahi orang yang menabraknya, tetapi niatnya di urungkan ketika melihat sebuah tangan terulur di depannya. Kepalanya mendongkak dan tatapannya bertemu dengan mata teduh yang menenangkan. Dia tenggelam di tatapan teduh sosok pria di depannya, tetapi pikirannya kembali jernih ketika mendengar suara Alya.

Sevanya menerima uluran tangan tersebut dan berdiri tegak sambil mengibas-ngibaskan celana belakangnya yang mungkin terkena debu. Dia menatap Alya yang terpesona melihat pria bermata teduh tersebut, melihat sahabatnya yang mulai berekspresi seperti orang gila dia menepuk bahu Alya dengan keras, hingga tersadar dan dia menatap Sevanya cemberut.

Sevanya menatap pria tersebut dan tersenyum ramah, "Terimakasih dan maaf dengan insiden tadi."

Pria tersebut membalasnya mengangguk dan membalas senyum Sevanya tak kalah ramah. "Tidak apa-apa dan maaf juga sudah membuat kamu terjatuh."

Sevanya kembali memperhatikan wajah pria tersebut dan mulai merasa tidak asing. Melihat ekspresi Sevanya pria tersebut pun bertanya.

"Ada apa?" tanya pria tersebut.

"Aku merasa tidak asing denganmu," ujar Sevanya dan pria tersebut mulai bingung.

Tiba-tiba Sevanya menjentikkan jarinya ketika mengingatnya, "Ahh, apakah kau yang kejambretan itu?"

Pria tersebut terdiam dan mencoba mengingat, seketika dia terkekeh membuatnya terlihat sangat tampah hingga Alya menahan pekikannya dan hanya mendengarkan orbrolan mereka.

"Iya dan apakah kau yang menolongku waktu itu?" tanya Pria tersebut tersenyum dan Sevanya mengangguk membenarkan.

Senyumnya tidak luntur dari tadi, dia mengulurkan tangannya. "Perkenalkan, aku Reyhan Kingquard Alamsyah," ujarnya memperkenalkan diri.

"Sevanya Caroline," ujar Sevanya dan membalas jabatan tangannya.

"Apakah kau mahasiswa disini?" tebak Pria bernama Reyhan tersebut.

"Iya dan aku dari jurusan Manajemen Bisnis," jawab Sevanya.

Kini Reyhan menatap Alya dan mereka pun berkenalan. Reyhan menatap jam tangannya dan pamit untuk pergi ke ruang rektor. Selepasnya pergi, Alya melompat-lompat kegirangan dan membawa Sevanya berputar-putar. Punggung tegapnya perlahan-lahan menghilang dari pandangan mereka ketika melewati tikungan di ujung lorong.

"Aku tidak menyangka kau pernah berjumpa dengannya," ujar Alya girang.

"Memangnya kenapa?" Tanya Sevanya bingung.

"Kau ga baca yang di papan mading dengan benar? Dia itu Ceo dan pemilik kampus ini untuk mengisi seminar nanti," seru Alya sambil menggoncangkan bahu Sevanya.

"Benarkah?" tanya Sevanya tidak percaya.

"Makanya kau harus lebih update lagi dengan berita-berita kampus supaya tidak ketinggalan info," ujar Alya sambil merangkul bahunya.

Mereka pun pergi ke Aula kampus yang biasa untuk melangsungkan seminar. Ketika mereka sampai, sudah banyak yang hadir dan banyak bangku yang sudah di isi. Alya berdecak kesal ketika melihat bangku di depan tampak penuh, dengan keberaniannya dia mengusir dua cewek berkaca mata kutu buku untuk pindah dan mereka pun duduk di urutan ke dua.

Aula mulai penuh sesak, dan suara-suara mulai ramai ketika sosok yang di tunggu memasuki aula. Sevanya menatap ke depan dan melihat Reyhan yang berjalan dengan wajah ramahnya sambil melambaikan tangan menyapa para audience. Aula sangat heboh ketika Reyhan tersenyum sebagai pengisi materi dari seminar mereka. Tidak hanya itu, yang membuat mereka semangat adalah sosok Reyhan yang sebagai pemilik kampus dan Ceo Quard Group dengan usia yang terbilang muda serta pesona yang memikat.

Acara seminar pun dimulai dan berjalan cukup menarik dan peserta sangat antusias. Mereka sangat menikmati seminar yang dibawakan oleh Ceo muda tersebut, tetapi berbeda dengan Sevanya yang mulai tidak fokus. Keringat dingin membasahi dahinya, dan mulai tidak nyaman dengan kondisi tubuhnya. Hingga seminar berakhir, tepuk tangan sebagai penutup acara seminar mereka, Sevanya mulai memegang kepalanya merasakan pusing dan gerah. Dia sudah tidak tahan lagi, Dengan cepat dia meninggalkan aula dan menuju kantin terdekat di belakang aula berusaha mengindar dari ruangan yang penuh dengan mahasiswa tersebut.

Alya yang menatap Sevanya mulai merasakan hal yang tidak beres, dia juga melihat beberapa kali Sevanya memejamkan matanya sambil memijit kepalanya berkali-kali. Dia sudah bertanya dengan kondisi Sevanya, tetapi hanya mendapat gelengan. Dia tersentak ketika melihat Sevanya yang meninggalkan ruangan, dia juga sudah mencoba memanggil Sevanya, tetapi dia tetap meneruskan langkahnya tidak menghiraukan panggilannya.

Tanpa diketahui sepasang mata menatap Sevanya dari tadi hingga meninggalkan aula. Dia juga mengernyit ketika melihat Sevanya yang yang gelisah. Ketika Sevanya sudah menghilang dari pandangannya, dia mulai undur diri dan menyusul Sevanya dengan cepat.

***

-Chapter ini ditulis oleh Mila selaku anggota Rainbow Club.-

Garis Takdir Sevanya Where stories live. Discover now