37 - LINTASAN INGATAN

450 80 12
                                    

NEW UPDATE!! 😀😀😀

Alhamdulillah, comeback nih, langsung aja yuk,

HAPPY READING  💚💚

|Bismillah.|


Kian Santang dan Ranggasetya saling bertukar pandang. Keduanya senang karena Kianara telah sadarkan diri tapi masing-masing dari mereka merasa heran dengan sikap Kianara. Gadis itu bangkit dari duduknya lalu menatap ke arah Kian Santang dan Ranggasetya secara bergantian.

"Apa kau tidak mengenalnya?" tanya Kian Santang. Pernyataan Kianara yang mengatakan tidak mengenal Ranggasetya sedikit membuat Kian Santang bertanya-tanya. Bagaimana dia tidak mengenal sahabat dari kakeknya sendiri?

Kianara menggeleng pelan sambil mengerutkan dahinya, bingung dengan pertanyaan Kian Santang. "Tidak, aku tidak mengenalinya," jawab Kianara cepat.

Kian Santang membuang pandangannya ke arah Ranggasetya yang menatap heran mendengar penuturan Kianara.

"Aku adalah Ranggasetya, sahabat dari kakekmu, Raksabuana. Apa kau sudah lupa? Bukankah kita pernah bertemu?" ujaran Ranggasetya hanya dibalas tatapan heran dari Kianara.

"Tidak, aku tidak ingat ..." jawab Kianara sekenanya.

"Ah, baiklah. Mungkin kau sudah lupa. Karena sudah lama sekali kita tidak pernah bertemu lagi. Aku masih ingat terakhir kali bertemu denganmu saat kau masih kanak-kanak. Sebenarnya aku hampir lupa dengan wajahmu, tapi beruntungnya sabuk putih itu membuatku yakin bahwa kau adalah cucu dari sahabatku, Raksabuana."

"Tunggu, sabuk putih?" mendengar nama itu membuat Kian Santang mengingat tujuan utamanya, yaitu menemukan pemilik sabuk putih.

"Ya, benar. Sabuk putih, pusaka yang tadi kuceritakan kepadamu," ujar Ranggasetya.

Kian Santang tertegun sejenak. Mulai muncul berbagai pertanyaan dalam benaknya. Tapi tetap saja masih ada yang mengganjal. Ia tetap harus membuktikan kebenaran mengenai pemiliknya. Jika benar Kianara memiliki tanda lahir di telapak tangan kanannya, maka dialah gadis yang dimaksud ayahandanya.

"Ada apa ini? Apa yang kalian bicarakan?" seru Kianara. Ia merasa asing dengan pembicaraan kedua pria di hadapannya itu.

"Emh, Kianara, sebaiknya kau makanlah terlebih dahulu, aku dan kakek akan menunggumu di luar." ujar Kian Santang membelokkan pembahasan mereka. Ia merasa harus membicarakan hal ini dengan kakek Ranggasetya.

"Baiklah, aku juga sudah merasa lapar," Kianara mulai meraih makanan yang telah di siapkan oleh Kian Santang dan memakannya lahap. Sementara Kian Santang memberi isyarat kepada Ranggasetya agar ikut dengannya keluar dari gubuk.

"Aku merasa ada keanehan yang terjadi kepada Kianara," ujar Ranggasetya memulai pembicaraan ketika keduanya berada di luar gubuk. Ia tidak menyangka Kianara telah lupa dengan dirinya. Padahal sahabatnya, Raksabuana pernah menceritakan bahwa cucunya itu memiliki ingatan yang sangat kuat. Jika memang ia lupa dengan wajahnya, setidaknya ia mengenali namanya.

Namun, sebenarnya mereka tidak mengetahui satu hal. Kejadian di gunung kapur itu mengakibatkan sedikit cedera di bagian kepala Kianara, tetapi berdampak besar pada sebagian ingatannya.

"Aku juga tidak mengerti, kek, tapi aku ingin mengatakan satu hal," ujar Kian Santang tanpa basa-basi.

"Katakanlah, nak,"

Kian Santang kemudian menarik napas pelan dan mulai menceritakan tujuan dari perjalanannya serta maksud dari tujuan itu sendiri tanpa melewatkan satu cerita pun. Ia menceritakannya dengan detail.

KEMBALINYA RADEN KIAN SANTANG (SPECIAL.VERSION)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang