35. Kunjungan Daffa

8.1K 981 360
                                    

"Nila, sekarang kamu makan ya, dengarkan tadi perintah dokter?”

Cukup lama mereka terdiam tanpa suara membuat Haris begitu frustasi, setiap ia berbicara tak pernah ada tanggapan dari Nila padahal ia sudah mejelaskan semuanya dengan jujur tanpa ada yang ia tutupi lagi, bahkan sampai sekarang juga Nila tak kunjung memutuskan apakah memaafkannya atau tidak.

“Nila dengerin Vie dong... kenapa sih masih diem kayak gini? Vie emang ngaku ngelakuin kesalahan besar tapi Vie gak pernah selingkuh Nil, dua rius deh..”

“Nila.....”

Krucuk! Krucuk! Kriakkkk! Werrr!

Perut Nila berbunyi, nyaring bunyinya seperti tong kosong, cacing-cacing di perutnya sudah mulai adu balap lari karena sang pemilik perut tak kunjung memberikannya asupan gizi.

Nila yang mendengar bunyi itu langsung menggerutu sambil menusuk-nusuk perutnya dengan jari telunjuk, ia menyumpah serapahi sang perut karena telah mempermalukannya di depan Haris.

Haris tersenyum, ia menggeleng heran dengan tingkah keras kepalanya Nila, ia tahu jika sedari tadi Nila menahan rasa lapar, ia sudah berusaha untuk membujuk wanita itu untuk makan tapi tetap saja Nila tak bergeming malah terus saja memunggungi Haris.

“Huft... padahal ayam goreng ini tuh spesial impor dari pasar Loak loh, di gorengnya pun juga saat ayam ini udah di sembelih lalu di bersihkan kemudian di lumuri dengan bumbu rempah pilihan khas Indonesia ditambah lagi dengan olesan sambal terasi yang di ulek dengan bantuan tangan patrick dari bikini bottom. Tapi kamu malah gak mau, jadi yaudah deh Vie buang-------“

“Siapa yang gak mau?! Siapin sekarang, aku laper!”

Masih dengan sikap ketusnya Nila memerintahkan Haris untuk menyiapkan nasi beserta lauk pauk untuk wanita itu makan, gengsi? Tentu! Menurut Nila gengsi itu boleh, yang terpenting disini perutnya harus tetap kenyang.

Haris terkekeh mendengarnya, ia hafal betul jika Nilanya itu takkan pernah bisa menolak makanan apapun yang di bawakan olehnya. Dengan semangat empat limanya Haris langsung melakukan apa yang diperintahkan Nila, setelah itu ia mendudukan diri di kursi samping ranjang Nila dan menyodorkan satu piring nasi beserta lauk-pauknya.

“Ini sayang, sesuai permintaan kamu...”

Mata Nila melirik Haris dengan sinis, ia bersidekap dada sembari mengerucutkan bibirnya persis seperti ekor sapi. “Aku ini sakit loh, kalau aku sakit kayak gini bawaannya mager buat melakukan sesuatu apalagi gerakin tangan, gerak sedikit aja udah nguras banyaknya tenaga di tubuh ku ini!”

Kening Haris mengkerut, ia menatap Nila sejenak lalu menunduk menatap piringnya yang tak kunjung di ambil alih oleh Nila. “Maksud kamu gimana ya Nil?”

Hih! Nila geram, bahkan dalam hal begini saja Haris tak peka dengan maksud ucapannya. "Suapin! Gitu aja gak tau."

Haris terkekeh lagi namun kemudian menganggukkan kepalanya, sebelum itu ia membersihkan dulu tangannya yang kotor setelah digunakan untuk menggaruk telapak kakinya.

"Ayo, aaaaaaaaa.."

Nila menerima suapan dari tangan Haris dengan senang hati, ia tak jijik sama sekali karena memang mereka sudah biasa melakukan itu, saling suap menyuap langsung dari tangan mereka.

"Gimana? Enak kan?"

Nila mengagguk, ia terus mengunyah makanannya hingga akhirnya makanan di piring itu habis tak tersisa bersama tulang-tulangnya.

Haris juga menyodorkan segelas air minum kepada Nila.

"Kenyang?"

"Hm."

QueeNila (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang