62. Posesif Cakra

1.6K 111 9
                                    

Brak!

Nisa menghelas nafasnya mendengar suara benturan sekeras itu. Ia mengalihkan pandangannya kearah Sakra, ia tersenyum, mengecup keningnya.

"Sakra tidur ya, udah malem besok sekolah."pintanya pada Sakra, sebagai ibu-Nisa merasa tak enak jika Sakra harus melihat ataupun mendengar pertengkaran yang terjadi di dalam rumah itu.

Kenapa lagi dengan suamiku, ya tuhannn..

Sakra memandang tak suka, ia memegang tangan Nisa, mencegah Bundanya itu untuk pergi. "Itu ayah ya? Bunda disini aja, gak usah peduliin ayah. Kerjanya cuma marah-marah terus. Dia itu jahat, mana ada dia sayang sama Sakra? Yang dia sayang cuma kakak terus."

Nisa tersenyum kecil, mengacak-acak rambut anaknya. "Jangan berpikir seperti itu. Ayah sayang sama kalian berdua. Cuma kan sifatmu sama ayah itu agak sama hehe. Tenang aja, Bunda bisa atasin, terima kasih ya udah peduli sama Bunda, Bunda sayang sama Sakra, besar nanti—Sakra harus jadi lelaki yang baik ya?"

Sakra mengangguk patuh. "Apapun yang Bunda minta, Sakra akan lakuin. Sakra jauh lebih sayang sama Bunda. Sakra akan lindungi Bunda kalau ada orang yang berani jahat sama Bunda, termasuk ayah!"

Nisa terenyuh, hatinya menghangat. Ia menandang lamat wajah mungil Sakra yang begitu tampan persis Cakra menurutnya. Sesaat Sakra sudah mulai terlelap, Nisa memutuskan untuk pergi menuju kamarnya sendiri menghampiri Cakra yang sedang uring-urungan.

Brak!

Lagi dan lagi.

Nisa memutar knop pintu, membelalakan matanya saat melihat isi di dalam kamar yang sudah berantakan. "Apa ini? Kamu pikir dengan menghancurkan isi kamar bisa meredakan amarahmu?"

"Ini salahmu! Sebagai ibunya Nila gimana caramu mendidik anak itu? Kamu lihat, sekarang dia mulai membangkang! aku ini ayahnya, kenapa dia justru lebih memilih bersama Haris?!!"

Nisa tersenyum kecut, ia melipatkan kedua tangannya di depan dada. Ia tersinggung mendengar ucapan Cakra yang seolah ia mendidik Nila dengan cara tidak benar.

"Bukannya kamu yang selalu manjain Nila? Bukannya kamu yang selalu ngasih apapun yang Nila mau dengan gampangnya? Ya ini hasil didikanmu, kenapa jadi nyalahin aku?!"

"NISA!"bentak Cakra, ia menatap nyalang istrinya karena sudah berani menyalahkannya. Suasana dalam kamar menjadi tegang. Nisa yang awalnya ingin sabar menghadapi Cakra menjadi terurungkan apalagi melihat kekacauan yang telah di perbuat oleh suaminya.

"Bisa gak usah teriak? Kamu yang kayak gini justru jadi ingetin aku sama kelakuanmu dimasa lalu, terlalu arogan, egois, gak pernah mau disalahin!"

"Aku mau yang terbaik buat Nila! Haris gak pantes buat Nila, dia tua seumuran sama aku! Sedangkan Nila, dia masih kecil sekolah aja belum lulus!"bantah Cakra.

"Sebenarnya aku gak setuju sama keputusanmu. Apa yang salah dari Haris? Umur bukan jadi masalah, yang harus kita lihat adalah riwayat kelakuan Haris dari dulu. Dibandingkan sama kamu, Haris jauh lebih baik kan? Dia sempurna, gak pernah main perempuan, dia sukses, dia berjasa, jadi gak ada salahnya Nila ingin bersama Haris. Lagian diluar sana belum tentu Nila dapat lelaki sebaik Haris!"

Cakra tertawa renyah, ia menggeleng kepalanya tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. Istrinya baru saja memuji Haris? Yang benar saja?!

"Kok jadi ngebandingin aku sama Haris? Kok jadi bawa-bawa masa lalu? Maksudmu apa Nisa bicara kayak gitu? Hey, aku ini suamimu! Pantas seorang istri berbicara kurang ajar seperti itu?"

Nisa jengah, ia memutar bola matanya dengan malas. Sudah hampir tengah malam bukannya beristirahat malah Cakra mengajaknya bertengkar. Tak peduli tatapan Cakra, Nisa mulai memungut selimut dan mulai melipatnya dengan rapi. Ia akan membereskan kekacauan ini.

QueeNila (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang