Chapter 7

1.5K 287 12
                                    

Sebuah tamparan keras mendarat di pipi chubby Aruna. Itu hadiah atas kebohongan yang dia lakukan kepada kedua orang tuanya. Aruna menunduk sembari memegangi pipinya yang masih terasa nyeri. Di depannya ada sang Mama yang menatap Aruna tajam, mata wanita itu merah tanda sebentar lagi akan mengeluarkan air mata. Ibu mana yang tidak kecewa mendapati anaknya berbohong seperti itu.

"Maafin Runa, Ma," lirih Aruna. Dia masih menunduk tidak berani menatap wajah kedua orang tuanya.

"Apa ini yang Mama dan Papa ajarkan sama kamu, Na!"

"Maafin aku, Ma," gumam Aruna berulang-ulang.

"Udah, Ma. Runa kan juga udah jujur sama kita," sahut Papa. Pria itu mengelus pundak istrinya agar tenang. Dibanding dengan Mama, Papa lebih tenang saat menghadapi situasi seperti ini. Bukan berarti dia tidak marah, hanya saja dia masih bisa memaklumi kenakalan yang dilakukan Aruna. Mungkin karena dulu Papa lebih bandel dari Aruna, berbeda dengan Mama yang memang anak teladan dan selalu menurut dengan orang tuanya.

"Mama kecewa, Pa," ucap Mama dengan suara tercekat. "Bukan masalah uangnya, tapi Mama merasa gagal mendidik Aruna. Ini memang hanya kebohongan kecil, tapi sebuah kesalahan besar biasanya berawal dari sesuatu yang kecil."

Seketika tangis Aruna pecah. Dia tidak sanggup melihat kedua orang tuanya merasa kecewa dengannya.

"Selama ini Mama selalu bangga sama kamu, tapi apa gunanya kamu pinter kalau kaya gini, Na?"

Lagi... Aruna hanya bisa bergumam maaf dan maaf. Selama ini Aruna dikenal sebagai siswa berprestasi dari kecil. Dia selalu juara kelas dan sering mewakili sekolah untuk ajang perlombaan. Walaupun Aruna kadang suka membantah aturan yang dibuat Mamanya, tapi wanita itu tidak menyangka anak sulungnya berani berbohong demi mendapatkan uang. Padahal jika dia jujur ingin meminta uang untuk membeli album, kedua orang tuanya pasti akan mengusahakan.

"Mama akan sita ponsel kamu sebagai hukuman karena sudah berbohong!" putus Mama mutlak. Papa pun tidak bisa membela Aruna lagi, karena menurutnya kesalahan yang Aruna buat cukup fatal.

Aruna hanya bisa pasrah, mungkin ini yang terbaik. Setidaknya dia telah membuat pengakuan dosa kepada orang tuanya. Ia mana tega membiarkan Papanya berhutang hanya demi album Kpop.

Aruna kembali ke kamar dengan langkah lesu. Jiya yang sedari tadi menunggu gadis itu segera menghampiri Aruna saat mendengar suara pintu kamar terbuka.

"Kenapa kaya gini?" lirih Aruna.

"Kamu sudah melakukan hal yang benar." Jiya kemudian menyentuh pipi Aruna yang masih merah. "Sakit?"

Aruna menggeleng setelahnya berkata, "Nggak sesakit yang kedua orang tua gue rasain."

Jiya tersenyum mendengar penuturan Aruna. Dia lalu menuntun Aruna ke kasur, membaringkan client-nya, menaikan selimut sebatas dada.

"You did a great job, Aruna!" puji Jiya. "Kalau kamu terus memperbaiki kesalahanmu, kamu akan cepat kembali ke masa depan."

"Thanks..." Ada Jeda dalam ucapan Aruna. Dia menatap Jiya dan melanjutkan, "And sorry. Harusnya gue turutin semua perkataan lo."

"No problem. Aku yakin kamu bisa memperbaiki semuanya. You are a brave girl, aren't you?"

"Jadi lo nggak nyesel milih gue sebagai orang yang berkesempatan mendapatkan keinginannya, kan?"

Back To School✔Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ