Chapter 19

1.2K 257 51
                                    

Aruna sedikit kecewa karena Jevin tidak mau bermain gitar untuknya. Apa Jevin tidak percaya diri tampil di depannya? Ah, mulai lagi sombongnya! Siapa dia sampai Jevin harus merasa insecure. Bukannya Jevin juga cowok hits di SMP-nya. Aruna rasa Jevin benar-benar ingin menyembunyikan jati dirinya yang sebenarnya. Tapi kenapa?

"Kamu kenapa melamun, Aruna?"

Teguran Jiya membawa Aruna kembali dari ke alam sadar. Dia berdehem sebentar kemudian menjawab, "Nggak! Siapa yang ngelamun," kilah Aruna.

"Sudah ketahuan masih saja mengelak," cibir Jiya pelan.

"HEH, GUE DENGER YA!"

Aruna lalu membaringkan tubuhnya di tempat tidur. Gadis yang memakai baju tidur gambar kartun itu menatap langit-langit kamar. Akhir-akhir ini menatap langit-langit kamar menjadi kebiasaannya saat mengobrol dengan Jiya.

Sebenarnya gadis itu sudah ingin tidur agar cepat lompat waktu, tapi dari tadi dia belum merasa mengantuk.

"Hari ini nggak ada kejadian apa-apa, kenapa gue bisa ada di tanggal ini, ya?"

Jiya yang tengah duduk di meja belajar Aruna sambil membaca novel yang Aruna pinjam dari perpus menjawab, "Kamu yakin?"

Aruna mengangguk. "Seharian ini gue juga bisa ngendaliin tubuh gue."

"Mungkin saja ada hikmah yang kamu ambil dari kejadian hari ini."

Aruna terdiam sebentar. Hikmah?

"Gue cuma menyesali satu hal. Andai dulu gue nggak ngancam Gita pakai video itu, mungkin gue bisa lihat senyum kebahagiaan Gita tadi pagi delapan tahun lalu."

"Kamu sadar tidak kalau sekarang punya banyak teman?" tanya Jiya memancing.

"Iya juga, sih. Dari dulu circle pertemanan gue di sekolah cuma sama anak itu-itu aja. Gue baru ngerasain ternyata punya banyak teman lebih enak."

Jiya tersenyum mendengar jawaban Aruna. Saat sekolah dulu Aruna memang hanya mau berteman dengan Scarlet girl, kakak kelas hits dan teman-teman Leo. Tapi ternyata bermain dengan Jevin, Hesti bahkan hanya mengobrol dengan Gita pun rasanya sungguh mengasyikan. Aruna memang bodoh, menyianyiakan keindahan masa remaja hanya karena merasa lebih tinggi dari yang lain.

Aruna yang merasa bosan mengambil Blackberry yang ada di sampingnya. Dia ingin membuka instagram, tapi dia belum memiliki aplikasinya. Entah ponsel itu sudah bisa menginstal aplikasi berbagi foto itu atau belum. Biasanya saat bosan Aruna akan menjelajahi instagram atau youtube tapi sepertinya sekarang ponselnya belum mendukung. Mau menonton televisi pasti acaranya juga sudah pernah ia tonton dulu.

Selama Aruna di masa lalu jarang sekali ada yang mengiriminya pesan saat malam seperti ini. Padahal dulu dia selalu dibanjiri chat dari teman-temannya. Dia jadi merasa aneh.

"Ini gue nggak akan bangun di tanggal besok, kan?"

Jiya mengendikan bahu. "Aku tidak tahu."

Aruna menghela napas. Jiya always being Jiya. Katanya dia bertugas mendampingi Aruna, tapi saat ditanya hal semacam ini dia selalu menjawab tidak tahu.

"Sudah kuduga. Lagian lo itu pendamping gue, tapi sekarang lo aja nggak pernah tuh dampingin gue," kesal Aruna.

Jiya menutup novel yang dia baca dan meletakan di sampingnya. Peri bergaun putih itu turun dari meja belajar Aruna dan menghampiri Aruna di tempat tidur.

"Sekarang kamu sudah mulai terbiasa berada di masa lalu, jadi aku tidak terlalu khawatir. Aku hanya perlu membimbingmu agar mengambil segala keputusan dengan tepat," ucap Jiya. Dia kemudian berbaring di samping Aruna.

Back To School✔Where stories live. Discover now