Chapter 24

1.1K 243 86
                                    

Seperti yang Aruna duga, dia terbangun di waktu normal tanpa ada teleportasi. Untung saja tadi malam dia rela mengobrak-abrik lemari untuk mencari kaos kelas yang menjadi dresscode acara pensi hari ini.

"Kemarin gue nggak ngalamin kejadian apapun. Dan sekarang gue bangun di waktu yang normal. Ini gue sebenernya ada misi untuk memperbaiki diri atau mengulang masa lalu, sih?" kata Aruna yang tengah bersiap. Gadis itu menguncir rambutnya yang lebih panjang dari tadi malam.

"Kamu yakin kemarin tidak ada yang terjadi?" tanya Jiya santai.

"Nggak ada wahai peri pendampingku," kesal Aruna.

"Tidak ada atau kamu yang tidak ngeh dengan kode yang sedang ditujukan kepadamu?"

Perkataan Jiya membuat Aruna berpikir keras. Kode? Kode apa, dia sama sekali tidak mengerti apa yang diucapkan oleh Jiya.

"Ayo lah, Jiya, bisa nggak sih nggak usah pakai bahasa yang berbelit-belit?"

Jiya yang sedari tadi memperhatikan Aruna turun dari meja belajar dan menghampiri gadis yang sudah rapi dengan celana jeans dan kaos kelas itu.

"Aku kira kamu pintar."

Aruna menekuk kedua tangannya di pinggang lalu menatap Jiya tajam.

"Heh! Maksud lo?"

Jiya menghela napas kasar. Peri bergaun putih itu lalu berkata, "Kamu kemarin mencurigai sesuatu, kan?"

Aruna menggigit ujung jarinya sambil mencoba mengingat apa yang dimaksud Jiya.

"Vanya?" tanya Aruna pelan.

Jiya menjentikan jarinya. "That's right! Mungkin saja kamu akan mendapatkan jawabannya hari ini."

Gadis itu mengepalkan telapak tangan kanannya dan menekuknya ke bawah sambil berkata yes dengan semangat.

"Berarti hari ini gue nggak perlu ngulang kejadian di mana gue ngelakuin kesalahan dulu," ucap Aruna senang.

"Itu masih bisa terjadi."

Seketika Aruna mengubah wajahnya menjadi datar.

"Bisa nggak sih lo nyenengin gue sekaliii aja!"

"Tugasku bukan untuk membuatmu senang, tapi mendampingimu selama kamu di masa lalu agar kamu tidak salah melangkah," jawab Jiya dengan tatapan meledek.

"Bodo!"

Setelah mengatakan itu Aruna menyambar tas miliknya yang ada di tempat tidur lalu keluar kamar untuk sarapan.

"Cantik banget anak Papa," puji Papa begitu melihat anak sulungnya keluar kamar.

Aruna lalu mengibaskan rambutnya dan duduk di samping Robin.

"Kan nurun dari Mama, Pa," sahut Mama yang tidak kalah narsis.

Robin hanya bisa memutar bola matanya malas. Anak laki-laki itu tau kalau keluarganya termasuk kategori good looking, tapi apa perlu dipamerkan seperti ini?

"Terserah Mama sama Kak Runa aja lah," sahut Robin malas.

"Lo nggak tau seberapa narsisnya lo pas udah gede, Bin...Bin," batin Aruna.

Saat Aruna tengah asyik bercengkrama dengan keluarganya, Blackberry milik Aruna yang ada di tas berbunyi.

Wajah Aruna berubah menjadi malas saat membaca nama yang tertera pada layar. Siapa lagi yang akan membuat mood Aruna buruk kalau bukan mantan tunangannya.

"Halo," sapa Aruna dengan nada manja walaupun dalam hati dia pengen muntah.

"Halo, Sayang. Maafin aku, ya, aku kayaknya nggak bisa jemput kamu." Leo to the point menyampaikan alasannya menelpon.

Back To School✔Where stories live. Discover now