17| About Natha

62 17 2
                                    

Happy reading💜

Happy reading💜

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

~*~

Jalanan kota Jakarta terlihat padat seperti biasa. Orang-orang berlalu-lalang dengan kendaraan nya masing-masing. Awan hitam bergelantungan di langit tanpa ada niatan untuk menurunkan sang air. Setelah kemacetan mulai merenggang, seorang lelaki dengan motor ninja birunya kembali menancap gas membelah jalanan.

Sampai di jalanan kompleks yang sepi lelaki itu menambah kecepatan laju motornya. Roda-roda motor perlahan berputar dengan pelan melewati gerbang hitam yang menjulang tinggi, kemudian akhirnya berhenti tepat di halaman rumah mewah dengan nuansa Eropa.

Tangannya terangkat melepas helm yang menempel di kepala, lalu ia letakkan di salah satu spion motor. Lelaki dengan jaket denim hitam dan celana sekolah itu berhenti sejenak membenarkan tata letak tas ransel yang bertengger di salah satu bahunya. Kemudian ia menggerakkan kakinya melangkah masuk kedalam rumah yang terlihat sunyi.

Ia terus melangkahkan kaki, tujuan utamanya adalah kamar. Tatapannya lurus tanpa melihat ke arah sekitar. Tiba-tiba suara merdu terdengar menyapa gendang telinga bersamaan dengan langkahnya yang kian terhenti.

"Natha!"

Ia diam membeku seolah menikmati suara tersebut di indra pendengarannya, sebuah suara yang amat ia rindukan, suara yang sudah lama tak di dengarnya. Perlahan kepala Natha menoleh, memandang seseorang yang berjalan mendekat kearahnya. Tatapannya terpaku pada senyuman hangat yang membingkai wajah itu, lipatan kulit di sebelah kedua matanya terlihat jelas. Natha semakin terpaku tatkala tubuh itu mendekapnya erat. Hangat, sebuah pelukan yang sangat nyaman. Natha menikmati momen langka ini bersamaan dengan irama debaran jantung yang menggila. Rasanya ia ingin menghentikan waktu untuk menikmati momen ini lebih lama. 

Lelaki itu merasakan jaketnya terasa basah, kepalanya menunduk mencium wangi surai seseorang dalam dekapannya. Bahu seseorang tersebut terguncang menandakan bahwa dia terisak dalam diam. Perlahan kedua tangan Natha terangkat membalas pelukan itu, tangannya mengelus lembut punggung itu menenangkan.

Dirasa sudah tenang akhirnya Natha melepaskan pelukan meskipun rasanya tak rela. Ia ganti menatap lamat-lamat wajah dengan kedua mata sembab itu. Tangan kanan seseorang tersebut terangkat menangkup sebelah wajah Natha.

"Bunda kangen banget sama kamu."

Natha mengangguk, "Natha juga kangen sama Bunda," sahutnya singkat. Lelaki itu masih menampilkan muka datarnya seperti biasa. Meskipun semesta tau dalam hatinya ia sedang berbunga-bunga tapi rasanya mengangkat sudut bibir terlalu sulit meski hanya sedikit.

Wanita paruhbaya itu tersenyum lebar menatap putra semata wayangnya dengan tatapan rindu, "Bunda masak makanan kesukaan kamu, lho! Ayok kita makan!" ajaknya dengan ceria, secepat itu suasana hatinya berubah. Dia berjalan seraya menggandeng tangan Natha menuju meja makan.

Keduanya sampai di meja makan, Natha duduk sedangkan Eni—bunda Natha— di sebelahnya mengambil piring beserta nasi dan lauk untuk keluarganya.

"Ayah...turun dulu, ayo makan!" teriak bunda Eni memanggil sang suami.

Aqilaa: Memeluk LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang