Part 42

19 47 0
                                    

Zane baru saja berhasil menyusul Hiro sampai ke rumahnya. Tentu saja dia kelelahan karena dia hanya mengejarnya dengan kaki, tanpa kendaraan apapun. Pintu rumahnya di kunci, semua jendela juga dikunci. Semua jendela ditutup dengan korden, tapi dia bisa melihat keadaan rumahnya yang ada di dalam, lewat celah-celah ventilasi dari atas. Dia sangat terkejut ketika dia melihat apa yang ada di sana. Dia juga bisa mencium bau anyir darah dari sana. Dia telah membunuh seluruh keluarganya. Konsisi mereka meninggal dengan tercabik-cabik. Organ tubuh mereka keluar. Bahkan bagian usus juga keluar berceceran di lantai. Darah yang mengalir membasahi seluruh karpet. Lalu, dia juga melihat beberapa mata mereka terlepas. Wajah mereka sudah tidak berbentuk.

Zane lansgung mual ketika dia melihat keadaan itu, dia mau muntah tapi dia menahannya. Satu-satunya jalan yang tersedia di sana hanyalah memanjat pohon dan melompat ke jendela kamar Hiro yang ada di atas. Tepat ketika dia melakukan itu, dia menemukan Hiro yang duduk di sudut ruangan kamarnya.

“H-hiro…” Panggil Zane

“S-selain orangtuamu, kamu juga membunuh kerabatmu…”

“Aku bertanya-tanya pada diriku… sejak kapan aku mulai membenci mereka? Sejak kapan aku mulai membenci kerabat dan sepupuku itu…”

“Mungkin saat kupikir mereka yang kukira baik padaku dan menerimaku apa adanya…”

“Ternyata di dalam hati mereka...”

“Mereka semua sama saja. Bedanya mereka tidak memberitahukannya di depanmu. Mereka hanya membicarakanmu di belakang. Mereka busuk.”

“Hari itu adalah hari dimana orangtuaku pergi bekerja. Jadi, akulah yang seharian mengurus mereka di rumah. Aku  sudah memasakkan makanan untuk makan malam tanpa diminta karena aku tau mereka pasti kelaparan. Tapi saat orangtuaku datang, mereka membawa oleh-oleh berupa camilan.”

“Hanya aku satu-satunya anak yang tidak dibelikan. Sungguh menyedihkan padahal aku adalah darah daging mereka juga. Itu memang hal kecil. Tapi itu berdampak besar bagiku. Sangat menyakitkan.

“Tidak ada yang mau membagikan camilannya padaku. Tidak ada yang mau rela berbagi padaku. Padahal aku sudah meluangkan waktu untuk mereka.

“Kebencianku bertambah pada mereka, karena mereka membenciku berbeda. Aku adalah anak yang selalu ditinggalkan. Aku adalah anak yang selalu dikucilkan. Aku selalu dibenci. Mereka hanya datang jika mereka menginginkan sesuatu dan membutuhkan sesuatu dariku. Tapi kalau aku kesulitan… mereka tidak mau membantuku satu sama lain. Mereka akan meninggakanku sampai hancur.”

“Mereka hanya akan membantuku kalau terpaksa. Tidak ada sukarelawan yang mau… Tidak ada yang tulus.”

"Semenjak itu, perlakuan mereka padaku bertambah parah. Mereka memukuliku, menghakimiku, dan menghinaku... kebencianku pada mereka juga mulai bertambah."

“Tidak peduli dengan semua uang yang mereka habiskan untuk diriku. Semua itu tidak bisa menggantikan semua rasa sakit dan luka yang mendalam.”

“Aku memang tidak pernah mengalami hal yang kamu alami. Keluargaku harmonis. Tapi aku saat mereka terbakar. Aku tidak bisa menyelamatkan mereka karena aku hanya anak kecil dan menelepon 911 tapi itu tidak terlalu berguna.”

“Tapi jika aku menempatkan diriku di posisimu, aku tahu… itu sangat menyakitkan. Membuatku menyalahkan diriku sendiri karena aku tidak bisa menyelamatkan keluargaku sendiri yang harmonis. Tapi semua yang terjadi tidak bisa diubah. Kita tidak bisa mengembalikan waktu untuk mengulang kembali semua itu menjadi lebih baik.”

“Kita bukan seorang penulis yang bisa masa lalu kita, tapi kita bisa menulis masa kita sekarang dan mungkin masa lalu yang akan mendatang.”

“Aku mengenalmu daripada semua hal yang keluargamu tidak tahu… mereka tidak peduli seperti aku dan yang lainnya. Kamu bisa percaya padaku.”

The Cursed ChildWhere stories live. Discover now