Flash back on
"Aku ingin sukses dengan keringat ku sendiri."
"Dan untuk itu,aku mau kamu menunggu."
Aku diam, mendengarkan alibinya yang tak ingin melihatku menderita ketika berjuang bersama.
Ya, dia adalah lelaki yang menjadi tumpuan hati. Lelaki dewasa dengan segala logika dan pengertian nya. Lelaki dewasa dengan segala pemikiran yang menyenangkan. Dia adalah lelaki dewasa yang berhasil membuatku jatuh cinta.
Pribadi yang sederhana,tuturkata yang luar biasa membuat adik tingkatnya ini tak bisa untuk tidak jatuh cinta. Haha, aku selalu berpikir bahwa ia adalah pelengkap diriku yang masih kekanakan. Dia adalah tempat ku berbagi. Berbagi apapun yang tak pernah bisa ku bagi dengan orang lain. Aku berpikir, bahwa hidup bersamanya akan menjadi hidup yang paling aku impikan. Tapi, sayangnya dia terlalu berpikir dewasa.
" Aku bisa hidup sederhana."
Bulan di matanya meredup,sebelum akhirnya kelopak indah itu menutup sejenak. Saat kalimat itu keluar dari bibirku.
"Aku nggak mau kamu susah,Ka. Aku mau jadikan kamu ratuku, bukan ratu keluarga besarku."
"Aku mau,aku yang memberikan gelar ratu kepadamu. Bukan bunda,bukan ayah. Tapi aku. Jadi, biarkan aku belajar dulu di luar negeri, aku kerja disana. Dan aku janji aku akan kembali untuk ."
Aku menatapnya sejenak, lalu menunduk.
"Tapi, 5 tahun bukan waktu yang singkat, Mas."
Benarkan? Tidak ada yang bisa mencegah sebuah hati untuk berubah. Entah karena lama tau singkatnya sebuah waktu,kan?
"Aku percaya kamu akan menunggu."
Katanya menatap mataku dalam, ada kesungguhan yang ku ragukan. Ada anggukan yang tak ku yakini.
Aku tidak bisa berjanji."Aku sudah cukup usia untuk menikah. Aku cukup dewasa untuk menjadi istri, meski kuliah ku belum selesai Mas."
Lagi, lelaki dewasa di hadapanku kembali memejamkan matanya.
" Kita akan menikah,tapi nanti. Aku janji."
Aku menghela napas, lalu berdiri dari kursi taman. Dia mengikuti gerakan ku dengan matanya. Sudah cukup. Kedewasaan tak merubah apapun. Kami tetap pada ego kami sendiri.
"Aku nggak bisa janji, membangun komitmen dengan jarak dan waktu yang begitu lama. Maaf mas, aku nggak bisa."
Aku ingin terikat dan ia yang belum mau mengikat. Menurutku, percuma berbagi rute perjalanan kali arah kita tak lagi sama. Iya kan? Egois? Biarkan, aku hanya tak mau menjaga harapan. Dan memberi harapn ketika janjinya ku iyakan. Kalau memang jodoh,kami akan bertemu kembali. Kalau bukan, aku yakin Allah sudah menyiapkan takdir terbaik versi-NYA.
Flash back off
"Karin."
Panggilan itu mengembalikan ku pada kenyataan. Mama menempelkan tangannya di dahiku. Matanya menyiratkan kekhawatiran seorang ibu.
"Sudah lebih baik? Atau masih nggak enak badan?"
Aku tersenyum, meraih tangannya. Aku baik-baik saja, tapi melihatnya setelah sekian lama, bukankah benar kalau hatiku di pertanyakan keadaannya? Jadi pura-pura sakit adalah satu-satunya jalan supaya aku bisa lebih cepat keluar dari sana tanpa menimbulkan pertanyaan dari mama.
"Karin nggapapa, cuma rada pusing aja. Anemia mungkin,ma."
Kataku menenangkan.
"Mama perlu kasih tau Ravin?"
Aku menggeleng mendapati pertanyaan mama, untuk apa? Dia akan pulang dan bertanya keadaanku. Setelah itu memanggil dokter, haha. Apa yang ku harapkan? Simpati atau peduli nya? Meski aku yakin ,ia tak keberatan untuk merawatku. Karena itu memang sudah kewajibannya. Tapi entah mengapa berpikir bahwa aku hanyalah tanggungan dan kewajibannya membuat hati sakit sekali.
"Mas Ravin lagi kerja,ma. Nggak perlu di ganggu. Lagian Karin nggak sakit parah,cuma pusing aja."
Aku menyakinkan.
"Jangan-jangan kamu hamil, Rin!"
Aku menganga mendapati reaksi mama. Hamil? Sama kuyang? Di sentuh aja enggak masa bisa hamil. Yakali lempar handuk hamil.
"Nggak usah aneh-aneh deh ma, Karin nggak mungkin hamil lah."
Mertuaku mengernyitkan dahi,menatapku intens. Mati aku, salah ngomong lagi.
"Nggak mungkin? Kenapa nggak mu ngkin? Kalian sudah sah menjadi suami istri.''
Aku menunduk, kali ini mama menatapku tajam.
"Jangan bilang kamu sama Ravin,..."
Aku menunduk,tak berani menatap mata terluka mertuaku. Mama mendesah pelan, meraup wajahnya dengan telapak tangan.
"Astagfirullah,nak. Apa yang kalian pikirkan? Kalau kamu nggak mau, Ravin nggak mau. Sudah, jangan teruskan. Pisah saja kalau begitu. Dosa,Karin."
"Ma, ma-"
Mama mengangkat tangan, memejamkan mata lalu menatapku. Kali ini aku benar-benar takut.
"Selasaikan ini dengan Ravin, mama tunggu keputusannya. Tapi kalau masih terus seperti ini,lebih baik pisah saja. Nggak perlu di tambah dosanya. Kurang dosa kamu?"
Aku semakin menunduk, mama Luna benar-benar marah kali ini. Setelah itu beliau keluar dari kamar. Aku mengusap wajah, apa ini jalannya?
*****
"Mama kenapa?"
Aku mendongak mendapati mas Ravin bertanya, tentu saja aneh. Mama yang tiba-tiba ingin makan di kamar ketika aku baru saja duduk di kursi, bahkan wanita itu tidak ikut membantu ku masak dan memilih keluar dari dapur saatt aku datang. Sungguh,saat ini aku ingin menangis saja.
"Ada masalah di rumah bude Arum?"
Tanya mas Ravin lagi,karena aku masih khusuk diam.
"Mas,"panggilku.
Mas Ravin tidak menjawab,tapi menatap ke arahku.
"Kamu nyaman dengan keadaan kita sekarang? Status kita,nggak?"
Mas Ravin menatap ku lebih dalam, aku menantang nya kali ini . Kalau boleh jujur,aku juga lelah. Lelah berpura-pura semua baik, padahal itu hanya topeng .
" Kita lebih dari satu bulan menikah,dan kita masih asing."
Aku menyelesaikan apa yang ingin aku ucapkan.
"Asing karena kita belum bisa saling mengerti,atau karena kita belum melakukan sesuatu?"
Aku diam mendapatkan pertanyaan darinya. Air mata tiba-tiba luruh begitu saja, sesak sekali pertanyaan itu.
"Mama tau kalau kita belum melakukan sesuatu, dan sekarang mama marah sama kamu? Iya?"
****
Kan kan kan... Nggak bo'ong kan aku kan..
Kalau like sama komennya meningkat jadwal up nya juga cevattt😚.Rajin baca,coba rajin like, rajin coment... Biar author itu rajin ngetik😂🤣
Eh, tapi kalau nggak sukq. Nggak maksa akutuhhhhh😘😘😘😚

YOU ARE READING
suamiku calon mantan adik iparku
RomanceAku duduk dengan resah, ketika kamar utama tak kunjung terbuka. mana adik manisku yang akan menjadi pengantin cantik sebentar lagi itu? Seperti beberapa tamu undangan, mereka juga menunggu ijab qobul segera di lantunkan, namun? apa yang terjadi set...