Di meja makan, Bita sedang menulis pesanan roti gembong untuk besok. Ada 5 pesanan roti gembong. Tiga pesanan dari tetangga dan dua dari teman yang dulu konsumen CG-tempat kerja Bita sebelum Ranumsari.
Aku harus lebih pagi membuat roti-roti gembong ini. Bahkan harus start saat subuh. Semua roti dibuat dulu . Baru kemudian dioles agak siang. Siang sekitar jam 12 siap antar. Ucap Bita dalam hati.
Tiba-tiba suara Lita menyela. "Ma, aku boleh makan roti gembong nggak?"
Pertanyaan Lita membuat Bita sadar. Tangannya langsung menepuk dahi. Tadi siang dia tidak membuat roti gembong lebih. Harusnya Bita juga membuat satu roti untuk Lita. Pengalaman pertama, semua dilakukan dengan banyak kekurangan. Contohnya saat adonan siap dipanggang, oven malah belum dipanaskan. Semua pengalaman tadi pagi di dapur menjadi guru berharga untuk pembuatan roti esok hari.
"Maaf, Sayang. Mama lupa banget. Besok ya, Mama buatkan juga roti gembong untuk Lita."
Lita mengangguk-anggukkan kepala. Terlihat manis sekali. Bita tersenyum memandangnya.
Tiba-tiba ada suara telepon dari ponsel Bita di atas meja makan. Bita melongokkan wajahnya untuk melihat layar. Tertera nama Dio Broto.
"Halo, Assalamu'alaikum," sapa Bita.
"Wa'alaikumsalam, Mbak Bita. Saya Dio."
"Iya Pak Dio."
"Mau pesan roti gembong, bisa Mbak?"
"Untuk kapan, nggih Pak? Untuk dua hari ke depan sudah penuh. Maklum tenaga pembuatnya hanya satu orang, saya."
"Ya nggak apa-apa hari berikutnya lagi. Saya pesan lima."
Seketika mata Bita membeliak, mulutnya sedikit membuka. Pertama kali pesan, Pak Dio langsung pesan roti dalam jumlah banyak.
"Oiya, Pak. Bisa."
"Mbak Bita, boleh saya tanya-tanya sedikit tentang tadi siang?"
"Oo tentang apa ya, Pak?"
"Berarti Mbak Bita sekarang tidak kerja lagi di Ranumsari?"
"Benar, Pak."
"Maaf, karena apa? Apakah karena Mbak Bita mau usaha kue di rumah?"
Pikiran Bita mencerna sesuatu. Pertanyaan Pak Dio Broto seperti sebuah interogasi. Apakah Pak Dio belum mengetahui kejadian yang sesungguhnya? Bita merasa tidak ada salahnya untuk menyampaikan hal yang sebenarnya. Dengan harapan, Pak Dio mendapat informasi langsung dari orang yang mengalami peristiwa. Bukan dari desas-desus yang berkembang.
"Saya dipecat."
"Hah! Siapa yang mecat? Banyu?"
"Bukan."
"Lalu, siapa?"
"Bu Herawati yang menyerahkan surat pemecatan kepada saya. Dengan tuduhan saya menggelapkan uang 10 juta. Karena menerima secara diam-diam transfer uang atas pembelian 1.000 bibit jambu kristal. Sungguh saya tidak tahu sama sekali tentang transaksi uang 10 juta itu. Tiba-tiba uang itu sudah masuk ke rekening saya."
Terdengar desah napas di sana.
"Saya ikut berdosa," ucap Dio kemudian.
Perasaan Bita menjadi tidak enak dengan Dio Broto. Perempuan itu tidak bermaksud menyudutkan Dio Broto.
"Pak Dio tidak bersalah kepada saya."
"Kan saya yang mentransfer uang 10 juta itu."
"Tapi kan Pak Dio hanya mengikuti prosedur yang disampaikan oleh Bu Herawati."
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA BITA
ChickLitNurbita Aryani, biasa dipanggil Bita. Wanita berusia dua puluh delapan tahun yang harus menyandang status janda di umur yang masih muda. Usia pernikahannya dengan Jeki Sambodo hanya bertahan enam tahun. Perilaku Jeki yang suka main perempuan dan kek...