Bab 27

37 5 0
                                    

"Bita, aku harap kamu mau menikah dengan Mas Dio," desak Marni.

"Ta ...pi ...Bu Marni," jawab Bita terbata.

Tiba-tiba Dio Broto sudah hadir di ruang tempat perbincangan Marni dan Bita. Di sampingnya Lita dengan raut wajah yang semringah. "Mama, kucingnya Pak Dhe Dio lucu-lucu, ada tiga," celoteh Lita.

Bita dan Marni sejenak melupakan pembahasan yang membuat Bita tak sanggup berpikir. Mereka tersenyum memandang Lita.

"Lita, kamu boleh memiliki semua kucing itu. Asal kamu mau tinggal di sini," ucap Marni tiba-tiba.

Seketika wajah Bita tercengang. Tidak menyangka Marni berkata seperti itu kepada Lita yang masih kecil. Bita khawatir pikiran Lita yang polos akan langsung menerima perkataan itu dengan bulat-bulat.

Dio langsung mengendalikan situasi. "Bita dan Lita, sekarang sudah malam. Saatnya pulang diantar Mas Darto. Besok pagi kan Lita harus berangkat sekolah," ujar Dio Broto.

Bita langsung merasa lega. Sungguh perempuan itu merasa tidak nyaman berada dalam situasi seperti ini. Pikiran Bita langsung terbang ke Banyu. Laki-laki yang kini selalu mengisi relung hati dan pikirannya. Sedari tadi pikiran Bita terus ke Banyu yang seorang diri menunggu ibunya di ruang UGD rumah sakit.

"Mas Dio, ya nggak apa-apa to Lita dan Bita menginap di sini?" sela Marni kemudian.

Bita kembali melongo. Bita merasa ucapan Marni selalu aneh-aneh. Apakah ini sebuah pertanda? Benak Bita berpikir. Perempuan itu teringat tujuh tahun yang lalu saat ibuny akan meninggal. Permintaan ibu kala itu terasa aneh bagi keluarganya. Saat itu Ibu minta agar Bita segera menikah dengan Jeki Sambodo−anak temannya ibu.

Bita dan Jeki akhirnya melangsungkan akad nikah di depan ibu yang terbaring sakit. Bapak menjadi wali nikah Bita. Padahal Bita dan Jeki belum akrab sekali. Namun demi kebahagiaan sang ibu, Bita menerima lamaran keluarga Jeki.

Akan tetapi pernikahan Bita dan Jeki hanya berlangsung selama enam tahun. Biduk pernikahan yang mereka lalui tergoncang badai dan ombak. Di tahun kedua pernikahan mereka, Jeki menunjukkan sifat aslinya. Ternyata Jeki adalah laki-laki yang doyan selingkuh dan melakukan kekerasan rumah tangga.

Tidak-tidak, aku tidak mau melakukan kesalahan dua kali. Melangsungkan pernikahan hanya karena permintaan seseorang yang sedang sakit. Didasari atas belas kasihan, ke depannya tidak akan kuat sebagai pondasi membina rumah tangga. Lagi pula aku baru beberapa hari kenal dengan Dio Broto. Pikiran Bita kian kemari makin membuat Bita bingung.

Tiba-tiba terdengar suara batuk. Tubuh Marni tersengal-sengal. Dio Broto langsung mendekati istrinya. Dari arah kamar, Pramurukti datang. Pramurukti itu memberi sapu tangan ke mulut Marni. Marni masih terbatuk-batuk. Bita langsung berdiri mendekati Marni. Mata Bita terbelalak saat mengetahui pada sapu tangan itu ada darah segar.

"Ibu istirahat dulu ya. Sebelum tidur minum obat," ujar Pramurukti.

Mulut Bita masih melongo melihat kejadian barusan. Seketika Bita merasa iba kepada Marni yang duduk di kursi roda menuju kamarnya.

"Mama!" Lita langsung memeluk kaki mamanya. Anak kecil itu juga ikut iba melihat kondisi Marni. "Mama, kasihan Bu Dhe Marni," ujar Lita. Bita menatap wajah Lita, hati Bita makin tidak tega membayangkan darah yang tadi keluar dari mulut Marni.

"Marni juga menderita kanker darah." Suara Dio Broto terdengar lirih.

Mulut Bita tersekat. Tidak menyangka penderitaan Marni bertubi-tubi.

"Maafkan aku Bita, membuat kamu tidak nyaman. Tetapi aku tidak bisa menolak, dari kemarin Marni ingin bertemu dengan kamu." Bita melihat wajah pimpinannya itu, tidak seperti siang tadi penuh semangat. Kini di wajah Dio Broto seperti ada mendung yang menggelayut.

CINTA BITATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang