Blind and Paralyzed.

463 64 5
                                    

©claertesquieu

peringatan: fiksi ini mengandung kosa kata kasar dan penuh adegan dewasa, tidak diperuntukkan untuk pembaca di bawah umur.

terima kasih secara khusus untuk  jtyriri!

Suram.

Cahaya tidak menyambangi retina Jaehyun dengan penuhㅡpandangannya terhalang dan dia hanya bisa bungkam. Dia tahu, jika ada satu saja cakap yang tanpa sengaja terlepas, dia tidak akan bisa mendapatkan apa yang menjadi hasrat.

Gelap.

Satin hitam membelenggu matanya rapat. Membuatnya buta, membuatnya ingin menggerakkan tangan meraba. Walakin, mata bukan satu-satunya bagian diri yang tengah dibuat laif, lengannya juga dibuat serupaㅡdibatasi geraknya oleh satin yang sama. Dia sengaja dibuat tidak berdaya, hanya diam laiknya golek tak bernyawa.

Oh, sudahkah Jaehyun mengatakan jika busananya terdedah? Koyak di kanan kiri dan jelas menyuratkan kuyup peluh yang menghias kulitnya yang memerah? Ia seterbuka bayi yang baru keluar dari rahimㅡtelanjang.

Jika ada yang bertanya mengapa dia terjebak dalam kondisi yang membuat hati prihatin, dia akan menjawab; Taeyong adalah sang kausa.

Ia yang mengizinkan Taeyong untuk membuatnya tidak berdaya, membiarkan dirinya tidak memiliki kuasa atas dirinya. Ia membiarkan tubuhnya dikuasai oleh Taeyong, disentuh semaunya, dikuasai sebisanya dan dirangsang sekeras berahinya.

Kekasihnya, selalu tahu caranya memanja. Selalu tahu bagaimana menghidangkan santap baru tanpa membuatnya bosan. Selalu tahu bagaimana menjaga langgeng hubungan dan membuatnya enggan mencerling dengan orang selain dirinya.

Kekasihnya, adalah yang terbaik.

Olehnya, persetan dengan gelapnya pandang dan persetan dengan kakunya tangan. Jaehyun tahu, Taeyong akan selalu memberi kejutan.

"Jaehyun," Taeyong berujar lembut, suaranya sengaja di buat rendah yang disisipi oleh desah. "Jaehyun," sekali lagi dia memanggil, kali ini sengaja desah napasnya diletakkan di sebelah telinga Jaehyun, sesekali mengecupnya jahil.

Napas Jaehyun memberat, bibirnya sedikit terbuka—hendak berkata tetapi tak satupun nada tersampaikan dan terdengar di telinga.

Aturan pertama, Jaehyun tidak boleh bicara.

"Jaehyun memang yang terbaik, begitu menurut." Lagi-lagi, Taeyong berbicara dengan begitu halus, namun kali ini bukan telinga yang ia sambangi, melainkan bibir Jaehyun yang setengah terbuka. "Karena Jaehyun sudah menurut, aku akan memberikan hadiah." Ujarnya, yang langsung menyambangi bibir Jaehyun, mencumbunya hingga basahnya menetes ke jakun yang naik turun tidak beraturan.

Ini menyiksa.

Tetapi Jaehyun begitu menikmatinya. Ia menikmati ketidakberdayaannya untuk tidak bisa menyentuh Taeyong yang memosisikan diri mencogok kedua kaki di kanan kiri—membungkus pinggangnya yang menempel erat dengan dingin kursi kayu yang menyambangi punggung.

Taeyong mengeraskan desahannya dengan sengaja. Pinggulnya yang tidak berjarak dari selangkangan Jaehyun yang telanjang sengaja ia ajak berbuat dosa—penuh goda. Milik Jaehyun keras, itu sudah pasti. Tetapi apakah Taeyong akan berbelas kasihan dan membantunya untuk kembali lemas? Itu hal yang sama sekali berbeda dengan mencumbu mulut yang sudah menurut aturan yang ia minta.

"Jaehyun," Taeyong memanggil dan sesuai yang diperkirakan, Jaehyun hanya menggeram kecil. "Jaehyun," Sekali lagi Taeyong memanggil, kali ini dengan satu tangan yang memelintir puting Jaehyun yang tidak kalah kerasnya dengan pelirnya yang di bawah. "Karena Jaehyun begitu menurut, aku berpikir...bukankah sudah sekian lama aku tidak mencumbu Jaehyun di bawah sana? Apa Jaehyun merindukannya?" Setiap untaian kalimat layaknya air tanpa riak yang dalam, dingin, namun juga panas penuh goda yang membangkitkan hasrat.

Rhapsody || JaeYongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang