Satu

24 6 19
                                    

Tawanya membawa kebahagiaan, senyumnya memberikan kedamaian. Sorot matanya memancarkan kelembutan, membuatnya banyak disukai hampir semua orang. Gwen tidak pernah bosan memandanginya, meski terkadang terlihat sebal ketika temannya yang lain menggoda atau mencuri makanannya, cowok itu tetap terlihat menarik di matanya.

Gwen tidak tahu bagaimana dia bisa tertarik dengan kakak kelasnya itu, padahal pertemuan pertama mereka terbilang cukup menyebalkan, meski bukan sepenuhnya Saka yang membuat pertemuan pertama mereka menyebalkan.

Saat itu tidak sengaja Saka menabrak Gwen di depan pintu gerbang sekolah karena mereka sama-sama terburu-buru memasuki sekolah. Saka yang merasa bersalah, meminta maaf dan membantu Gwen berdiri dari duduknya di tanah. Tanpa di duga, dari dalam sekolah Ayu melihatnya dan memarahi mereka berdua, terutama memarahi Gwen. Mengatakan jika dia kecentilan karena menggoda pacarnya.

Gwen yang mendengar tuduhan itu hanya bisa melongo mendengar kemarahan Ayu yang merupakan kakak kelasnya juga. Ingin sekali Gwen menutup mulut Ayu menggunakan lakban atau benda lainnya supaya berhenti berbicara tidak penting.

"Lihatin aja terus sampai keluar bola matanya!"

Gwen terkejut mendengar suara cempreng dari balik punggungnya. Bakso di atas sendok yang hampir memasuki mulutnya terjatuh kembali ke mangkuk dan kuahnya menyiprat, untung saja sudah tidak terlalu panas.

"Gangguin aja, sih, lo!"

Seseorang itu meletakkan makanannya di meja dan duduk di depan Gwen sambil tertawa melihat sahabatnya itu marah.

"Geser dikit," lirih Gwen sambil mengibas-ibaskan tangannya supaya cewek berambut panjang dengan bandana polkadot berwarna biru dan putih di atas kepalanya itu menggeserkan duduknya. Gwen tidak ingin pemandangan indahnya terhalang.

"Lina...," lirih Gwen lagi sambil menekan ucapannya. "Geser nggak!" lanjutnya memelototi Lina yang masih tersenyum melihat tingkah sahabatnya.

"Iya-iya, gue geser. Udah?"

"Sip!"

Lina geleng-gelengkan kepala melihat Gwen yang berbeda dari yang biasa orang-orang lihat. Jika orang lain menganggap Gwen adalah cewek yang dingin, galak, keras kepala, dan bermulut pedas, maka Gwen di depan Lina adalah Gwen yang berbeda.

Gwen yang di hadapannya adalah sahabatnya yang sama dengan cewek-cewek lain ketika menunjukkan ketertarikannya kepada seorang cowok yang disukainya. Dia akan terlihat konyol dan bucin dan bodoh jika itu bisa menggambarkannya dengan jelas. Tidak pernah peduli dengan tanggapan orang lain ketika ada yang mengatakan jika dia tidak tahu diri karena menyukai pacar orang lain. Balasannya selalu berhasil membungkam mulut-mulut julid di sekitarnya.

"Sampai kapan mau lihatin dia dari jauh?" tanya Lina sambil menyuap makanannya.

"Sampai bosan."

"Dan itu kapan?"

"Kapan-kapan. Udah, deh, lo jangan jadi kayak orang-orang yang julid itu. Gue, kan, udah bilang kalau gue cuma suka sama Kak Saka. Bukan berarti mau jadi pacarnya. Gue cuma ngefans. Lo tau, kan, kalau seorang fans nggak akan pernah dilirik sama idolnya?"

"Sayangnya Kak Saka bukan Idol walaupun lo emang fansnya dia."

Gwen yang sebal melempar Lina dengan sedotan, lalu mereka tertawa bersama.

"Serius, deh. Lo kenapa bisa suka sama Kak Saka? Perasaan kalian nggak pernah deket sebelumnya." Lina memandangi Gwen dengan serius.

"Gue juga nggak tahu. Tiba-tiba aja gue suka lihatin dia waktu main bola atau waktu bercanda sama teman-temannya. Minus kalau lagi bareng Nenek Lampir, sih."

Lina tertawa mendengar julukan yang diberikan sahabatnya itu kepada Ayu. Dia sangat mengetahui apa alasan Gwen terlihat sangat membenci kakak kelas mereka tersebut. Lina sudah mendengar detail permasalahannya, dan dia terpingkal melihat Gwen marah-marah sendiri saat bercerita. Wajahnya merah padam, matanya menjeling sebal, suaranya keras, dan bantal yang ada di tangannya sampai digigiti. Saat itu mereka sedang ada di kamar Lina sepulang sekolah.

"Gue heran, deh, kenapa Kak Saka mau-mau aja punya pacar kayak dia. Sikapnya jelek banget. Suka marah-marah nggak jelas, suaranya cempreng banget bikin sakit telinga, sok cantik, dan serba pink. Please lah, kalaupun dia suka warna pink nggak semuanya juga harus warna pink dari ujung kepala sampai ujung kaki, kan? Untung sekolah ini punya peraturan, nggak boleh pakai sepatu selain hitam dan cat rambut. Kalau nggak ada peraturannya, gue yakin, deh dia pasti udah cat rambut warna pink atau pakai sepatu warna pink juga."

"Lo bilang cuma ngefans sama Kak Saka, kenapa sebel lihat dia pacaran sama Kak Ayu?"

"Gimana nggak sebel coba, gue nggak salah apa-apa malah disemprot pagi-pagi. Kalau nggak inget dia kakak kelas dan gue baru seminggu di sekolah ini, udah gue tabok tuh mulutnya biar diam. Untung ada Kak Saka sama Pak Wahyu yang bikin dia berhenti ngoceh nggak jelas."

"Biasanya lo, kan, nggak peduli sama apa pun. Kalau ada yang gangguin lo pasti lo lawan. Gue sebenarnya heran, sih, kok lo bisa diam aja waktu itu."

"Nggak tahu. Mungkin karena ada Kak Saka kali, ya?"

"Halah, bulol lo!"

"Biarin."

"Nih, minum dulu!" Lina menyodorkan minumannya kepada Gwen yang terlihat menggebu.

"Apaan?"

"Minum dulu. Lo nggak cape ngomong panjang lebar gitu tadi? Gue yang denger aja ngerasa haus."

"Dahlah, males gue sama lo, hobi banget ngerusak suasana. Gue, kan, lagi sebel."

"Iya, deh, sorry. Ya udah, yuk, ke kelas!"

Gwen dan Lina pun meninggalkan kantin dan berjalan menuju kelas mereka yang hanya berjarak tiga kelas dari kantin dan toilet di sebelah kantin.

Gwen merasa beruntung karena tidak harus berjalan jauh untuk sampai ke kantin dan mengisi perutnya yang sering kelaparan itu. Bahkan, terkadang dia pura-pura izin ke toilet hanya untuk ke kantin sekadar membeli minum atau makanan ringan.

Gwen sering menyelundupkan jajanan ke dalam kelas yang sampai detik ini--tiga bulan bersekolah, dia tidak pernah mendapatkan masalah karena kebiasaannya itu. Lina sering bertanya-tanya, bagaimana Gwen bisa lolos dari guru-guru kedisiplinan atau guru yang mengajar di kelas. Hanya ada satu teman di kelasnya yang mengetahui kebiasaannya itu selain Lina, Rion Capella.

Beberapa kali Rion mengancam akan melaporkan kebiasaannya kepada wali kelas atau guru kedisiplinan, tetapi Gwen selalu berhasil membuat Rion mengurungkan niatnya itu. Bukan hal yang sulit membuat teman satu kelasnya itu bungkam, karena Gwen juga memiliki rahasia yang bisa menjadi senjata ampuh untuk membungkam Rion.

Gwen sudah mengenal cowok itu sejak mereka masih SMP, dan hubungan mereka memang tidak pernah baik. Herannya, ada saja hal-hal yang membuat mereka saling mengancam atau bertengkar antara satu sama lain. Bahkan tidak hanya masalah di sekolah, melainkan juga maslah di rumah karena Gwen dan Rion bertetangga.

Lina yang menjadi saksi hidup ketidakakuran mereka pun hanya bisa menggelengkan kepalanya menahan heran. Beberapa kali dia meminta Gwen dan Rion akur, tetapi tidak pernah dituruti. Hingga akhirnya Lina menyerah dan membiarkan mereka dengan urusan mereka masing-masing.

***

Hi, apa kabar? Aku kembali lagi dengan kisah gwen dan teman-temannya. Semoga suka dengan bagian satu ini. Aku menerima kritik dan saran, ya, jadi feel free kalau mau menyampaikan apa pun.

Baca juga cerita lainnya, ya....

Jadwal Update THE THINGS SERIES :
1. Slip Stitch oleh aphroditebae_ - Senin
2. Ketika Buku Kamis Bercerita oleh baihaqisr - Kamis
3. GestBox oleh trzvzn - Sabtu
4. Soothing Umbrella oleh lovely_taa29 - Minggu


Salam,
Tari.

Soothing UmbrellaDove le storie prendono vita. Scoprilo ora