Dua

18 5 12
                                    

Gwen mendengkus sebal dari balik jendela kamarnya ketika dilihatnya cuaca mendung dan sepertinya sebentar lagi akan turun hujan, dia sangat tidak menyukai kenyataan itu. Gwen paling tidak suka ketika cuaca mendung, berangin, dan turun hujan. Dia tidak akan pernah menikmati kegiatannya di luar ruangan, sedangkan Gwen sangat senang jalan-jalan di sekitar komplek tempat tinggalnya.

"WOI!" seseorang berseru, Gwen tidak peduli. Dia sangat hafal siapa pemilik suara itu dan tidak ingin meladeninya.

"WOI! GUE SUMPAHIN NGGAK DENGER BENERAN, TAHU RASA LO!"

Pemilik suara itu kembali berseru dan kali ini terdengar mengancam. Gwen melihat Rion yang duduk di balkon kamarnya sendiri sambil tersenyum jahil ke arahnya, Gwen mendelik sebal melihat itu.

"APAAN?" tanya Gwen tidak suka.

"HUJAN, NIH! MAU MAIN HUJAN-HUJANAN NGGAK?" balas Rion sambil menaik-naikkan alisnya.

Rumah Gwen dan Rion saling berhadapan dan dibatasi dengan jalan yang bisa dilewati dua mobil sekaligus. Kebetulan yang sangat menyebalkan lainnya bagi Gwen adalah kamar mereka pun saling berhadapan.

Gwen pernah meminta Rion pindah kamar supaya dia tidak harus melihat cowok itu jika sedang ingin melamun di dekat jendela. Rion menolak dan menyarankan supaya Gwen saja yang pindah kamar, karena dirinya sudah nyaman di kamar yang ditempatinya sekarang.

Tanpa berpikir panjang, Gwen langsung menolak dengan alasan kalau kamar itu sudah ditempatinya sejak kecil. Berbeda dengan Rion yang baru sebentar menempati kamar miliknya itu, dia pindah kamar yang tepat berhadapan dengan kamar Gwen sejak kelas VIII. Dengan alasan itu, Gwen merasa menang dan berpikir kalau Rion yang paling pantas untuk pindah kamar.

"NGGAK!" balas Gwen lalu menutup korden kamarnya dan berbalik pergi dari dekat jendela.

Rion yang melihat itu tertawa senang karena berhasil membuat Gwen sebal. Salah satu hal paling menyenangkan di dalam hidupnya adalah ketika membuat tetangga depan rumahnya itu marah.

Menurut Rion, Gwen terlihat lebih menggemaskan ketika sedang marah. Wajah cewek itu akan memerah, matanya menyipit, bagian dahinya mengerut, dan dengkusannya terdengar cukup keras. Kebiasaan lain Gwen yang Rion tahu ketika marah adalah cewek itu akan menghentakkan satu kaki kirinya untuk melampiaskan kekesalan.

Awalnya mereka berteman cukup dekat waktu kecil dengan Lina juga. Mereka sering bermain bersama meski rumah Lina ada di blok lain yang berbeda dengan blok rumah Gwen dan Rion. Hingga satu hari saat hujan turun deras, Rion mengajak Gwen dan Lina main hujan-hujanan. Awalnya Gwen menolak karena dia tidak pernah diizinkan hujan-hujanan, tetapi karena penasaran dan Rion mengejeknya sebagai orang yang penakut karena takut dengan air hujan, akhirnya Gwen pun mengabaikan peringatan orang tuanya.

Tidak sampai setengah jam main hujan-hujanan, tiba-tiba tubuh Gwen ambruk dan dia pingsan. Rion dan Lina kebingungan, mereka segera memanggil orang tua Gwen untuk menolong. Sejak saat itu Rion dan Lina tahu kalau Gwen lemah terhadap air hujan.

Rion yang merasa bersalah jadi tidak berani lagi main ke rumah Gwen atau sekadar menyapa temannya itu. Untuk meminta maaf dia juga tidak berani, takut jika akan dimarahi lebih lagi karena dia yang memiliki ide bermain hujan. Gwen dan Lina tidak memberitahu para orang tua siapa yang memiliki ide itu, mereka mengatakan jika mereka bermain hujan atas kemauannya sendiri.

Meski begitu, Gwen masih marah kepada Rion karena temannya itu mengejeknya takut dengan air hujan. Sejak saat itu Gwen juga tidak mau lagi bermain dengan Rion, karena Rion tidak pernah meminta maaf kepadanya.

Dari kejadian itu, hubungan mereka tidak pernah baik. Awalnya mereka mencoba untuk saling mengabaikan dan bermain dengan teman-temn mereka yang lain, tetapi Rion yang merindukan Gwen dan Lina, memiliki ide supaya tetap bisa berinteraksi dengan dua temannya itu. Rion mulai kembali mengejek Gwen yang lemah terhadap air hujan. Mengabaikan rasa kasihan yang dimilikinya.

"Seenaknya sendiri ngajakin orang main hujan-hujanan, padahal dia tahu gimana gue kalau kena air hujan. Udah bagus dulu nggak gue sama Lina laporin kalau gara-gara dia gue sampai pingsan di tengah jalan gara-gara dipaksain main hujan-hujanan." Gwen menggerutu lalu membaringkan dirinya di atas tempat tidur empuk dan nyaman miliknya.

"Bukannya minta maaf malah ngejekin terus sampai gede. Bocah memang Rion, tuh," lanjutnya menggerutu.

Gwen memejamkan mata dan diam. Memikirkan apa pun yang dapat membuat perasaannya kembali nyaman, tetapi wajah Rion yang mengejeknya tadi kembali memasuki pikirannya.

"ARRRRRGGG!" serunya marah sambil menghentak-hentakkan kakinya di udara dan tangannya meremas-remas udara kesal. Wajahnya merah padam, perasaannya benar-benar kacau.

"Udah tetangga depan rumah, kamar juga depan-depanan, sekolah pun masih sama lagi sejak SMP. Kayaknya dia sengaja ngikutin di mana gue sekolah, deh." Gwen melipat kedua tangannya di depan dada dan kembali mendengkus karena marah.

"Hm, iya, gue yakin kalau dia pasti sengaja ngikutin di mana pun gue sekolah. Buktinya dari SMP sampai sekarang SMA, dia satu sekolah sama gue. Menyebalkannya lagi, gue sama dia bisa-bisanya sekelas, dong, sekarang. Kesel banget!"

Gwen masih sibuk mengasihani dirinya sendiri yang terus-terusan satu sekolah dengan Rion, mantan temannya yang paling menyebalkan, hingga tidak sengaja mata Gwen tertuju pada payung kuning cerah di atas meja belajarnya.

Gwen tentu saja tidak melupakan dari mana payung itu berasal, dia sangat ingat dan berterima kasih kepada siapa pun yang memberinya payung itu. Jika tidak, saat itu dia pasti akan sampai sore di sekolah menunggu hujan reda. Gwen tidak ingin tinggal di sekolah hanya karena menunggu hujan.

Surat dengan tulisan rapi yang ada di payung itu juga masih Gwen simpan. Dia ingin mencari siapa yang menjadi penyelamat dirinya dari kehujanan dan kelaparan saat itu. Rasanya begitu damai dan hangat, dia yakin siapa pun orangnya dia pasti seorang cowok di sekolahnya. Mungkin Gwen memiliki secret admirer?

Membayangkan hal itu membuat perutnya seperti diaduk dan wajahnya memerah karena malu. Gwen tidak pernah membayangkan sebelumnya jika dia akan memiliki secret admirer.

Dia bukannya merasa tidak cantik atau tidak menarik, tetapi mulutnya yang sering blak-blakan dan sikapnya yang acuh tak acuh pada sekitarnya itu bukan nilai lebih yang pantas untuk dibanggakan. Bahkan, dia tahu jika lebih banyak murid di sekolah yang tidak menyukainya dari pada yang ingin berteman dengannya. Cuma Lina yang bertaham dengan Gwen sejak dulu, tidak ada yang lainnya.

Terkadang Gwen sedih dengan kenyataan itu, tetapi dia tidak suka berteman dekat demi keuntungannya. Dia juga tidak suka ada orang yang mendekatinya hanya mencari keuntungan alias berpura-pura. Gwen malas dengan orang-orang yang seperti itu.

Sebenarnya Gwen terbilang mulai dekat dengan Saka sejak kejadian minggu pertama Gwen di sekolah. Saka berkata jujur jika dia merasa bersalah atas sikap Ayu dan meminta maaf, Gwen memaafkan. Setelah itu Saka sering menyapanya lebih dulu atau mengajaknya mengobrol jika ada kesempatan. Gwen tidak pernah menolak, hingga akhirnya dia tertarik dengan Saka dan mulai mengagumi kakak kelasnya itu sepanjang waktu. Mengabaikan tanggapan teman-temannya yang menganggapnya tidak tahu diri karena menyukai orang yang sudah memiliki pacar. Prinsip Gwen masih sama, dia hanya mengagumi Saka dan tidak berharap akan menjadi pacar kakak kelasnya itu.

***
Hallo! Apa kabar?
Aku lupa kalau ini hari minggu. Wkwk
Semoga suka ya sama part ini. Jangan sungkan buat kasih kritik dan saran.
Thank you. 🤗

Salam Sayang,
Tari

Baca juga cerita lainnya, ya....

Jadwal Update THE THINGS SERIES :
1. Slip Stitch oleh aphroditebae_ - Senin
2. Ketika Buku Kamis Bercerita oleh baihaqisr - Kamis
3. GestBox oleh trzvzn - Sabtu
4. Soothing Umbrella oleh lovely_taa29 - Minggu

Soothing UmbrellaWhere stories live. Discover now