Part 8

19.2K 1.9K 22
                                    


"Nayra...,"

Pekikan lembut dari suara Tisa membuat Nayra membuka kelopak matanya. Nayra menatap heran pada Tisa yang menunjukkan raut wajah khawatir.

Nayra pun baru menyadari jika saat ini ia masih berada di depan sekolah dengan keadaan terduduk di tanah. Terlalu sedih dan kecewa membuat Nayra sampai tidak sadar jika tadi kakinya terasa lemas dan jatuh terduduk di tanah bertepatan dengan Tisa yang keluar dari mobil.

"Mama," gumam Nayra setelah merasakan elusan tangan Tisa pada pipinya.

"Nayra nggak apa-apa Sayang?" tanya Tisa.

Nayra memberi senyum tipis pada Tisa. Gadis manis nan cantik itu mencoba menutupi raut sedih yang bersarang di hatinya.

"Enggak kok Ma...,"

"Mama tau kamu kenapa Nak. Sejak tadi Mama perhatikan kamu dan papa," kata Tisa sengaja memotong ucapan anaknya.

Tisa sengaja tidak menghampiri Nayra dan Rudi agar tidak menambah rusak suasanya yang memang tidak bersahabat dengan hati Nayra. Tisa baru turun dari mobilnya setelah mobil Rudi pergi dari sana baru Tisa menghampiri Nayra.

Nayra menatap Tisa dengan mata yang berkaca. Pelan ia mengangguk sebelum mengukir senyum tulus untuk sang Mama. Meski terselip raut sedih tetap saja senyum tulus berperan lebih untuk Tisa. Naluri seorang ibu, tanpa diberi tahu pun Tisa sudah pasti bisa merasakan apa yang tengah Nayra rasakan.

"Aku emang tadi nangis karena mereka Ma, oh bukan mereka tapi papa yang sepertinya memang ingin melupakan aku sebagai anaknya, tapi sekarang ada mama yang selalu buat aku kuat. Aku punya Mama yang hebat kenapa aku harus nangis hanya karena penghianatan papa," kata Nayra.

"Nayra boleh kecewa sama papa tapi jangan pernah kamu tanamkan rasa benci pada papamu Nak apalagi benci yang mendalam. Tidak ada yanf memisahkan hubungan seorang ayah dan anaknya, hanya mama dan papa yang ada talak dan cerai sebagai pemisah dunia akhirat, tapi bagi kamu, papa tetaplah ayah kamu Sayang," ujar Tisa mengusap pipi Nayra.

"Sekarang kita pulang dan setelah itu Nayra istirahat ya," lanjut ucapan Tisa yang diangguki oleh Nayra.

****

Raihan menghentikan mobil milik Ustadz Thariq yang ia kemudi di samping jalanan. Ia diminta tolong oleh ayah angkatnya itu untuk mengambil buku yang diperlukan untuk dibagikan pada para santri yang baru masuk tahun ajaran ini. Biasanya buku selalu langsung diantarkan ke lokasi pesantren tapi kali ini entah mengapa Ustadz Thariq lebih memilih meminta Raihan sendiri yang mengambilnya.

Raihan tidak langsung keluar dari mobil. Hujan ringan di luar sana membuat Raihan enggan membuka pintu mobil.
Menunggu selama lima menit tapi hujan tidak kunjung akhirnya Raihan nekat menerobos hujan untuk memasuki bangunan penyedia segala jenis buku tersebut.

"Addduh!" Pekik seseorang.

"Astagfirullah," ucap Raihan ketika tidak sengaja ia menabrak tubuh seseoranketiksaat akan menyeberang jalan.

Raihan sedikit mendongak karena rintikan hujan membuat ia menunduk sedari tadi. Dahinya mengernyit melihat siapa yang ada di depannya saat ini. Dua orang wanita beda usia yang juga beda cara menatap padanya.

"Apa lihat-lihat? Kamu tuh kalau jalan pake mata dong buat memastikan sama kaki kamu kalau jalanannya bener bukan asal seruduk aja. Untung aku dan mama aku nggak jatuh," kata gsdis di depannya.

Raihan mengusap wajahnya yang basah karena air hujan. Ia mengangguk sebagai jawaban. Matanya kadang ia kerjabkan dengan gerakan cepat karena ritikan hujan yang tiba-tiba tepat jatuh di bagian wajahnya.

"Nayra nggak boleh ngomong begitu Nak," ucap wanita yang ada di samping gadis depan Raihan.

"Ya gimana nggak ngomong begitu Ma. Masa dia main nabrak aja padahal dia punya mata," jawab gadis yang tadi dipanggil Nayra itu.

Ma'had in Love (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang