Part 11

16.2K 1.7K 16
                                    


"Nayra," panggil Tisa.

Nayra menoleh saat akan memutar kunci pintu rumah. Memasang wajah gugup pada Tisa yang melihat jam di pergelangan tangannya. Sudah jam sembilan malam.

"Semalam ini mau kemana Nak? Anak gadis nggak baik keluar malam kalau nggak ada keperluan yang mendadak," kata Tisa tanpa bergerak sedikit pun dari sofa.

Ia sejak tadi duduk di sofa dan Nayra tidak menyadari itu, gadis cantik itu melangkah dengan hati-hati mendekati pintu.

"Ma..., mmm ak ... aku mau ke rumah Shasa Ma. Mau buat tugas," jawab Nayra dengan menunduk dan sesekali melirik pada Tisa.

Bukan, Nayra tidak ada tugas sebenarnya. Ia ingin menemui Shasa dan sedikit curhat karena tadi sempat bertemu Rio serta Naya. Nayra sedih dan ingin bercerita pada Shasa.

Di sofa sana, Tisa mengulum senyum manis, senyuman yang membuat wajahnya tambah berseri. Tisa memiliki wajah cantik dan terlihat awet muda. Nayra menuruni bentuk wajah dari sang mama.

Wajah cantik Tisa memang sesuatu yang bisa dibanggakan meski kecantikan wajah bukanlah nomer satu. Tapi begitulah adanya, sampai sekarang kecantikan Tisa masih menjadi perbincangan banyak orang terutama para tetangga Nayra yang kerap memuji Tisa dan memberi julukan ibu muda yang jelita. Meski usia Tisa sudah tidak muda lagi.

Tanpa skincare yang berlebih pun Tisa sudah cantik dan itu yang menurun pada Nayra. Wajar jika Nayra selalu jadi sorotan mata lelaki di sekolahnya, tapi tetap saja sifat Nayra di sekolah yang kadang suka bolos membuat lelaki yang awalnya tertarik pada kecantikan Nayra memutar langkah menjauhi gadis itu.
Good looking tanpa attitude nggak ada artinya.

Tisa berjalan anggun ke hadapan Nayra. Meraih pundak sang putri dan mengelusnya dengan lembut.

"Sayang udah malam. Buat tugasnya besok aja ya. Sekarang Mama mau ngomong sesuatu sama kamu,"

"Ngomong apa Ma," tanya Nayra dengan wajah yang penasaran.

Di satu sisi ia resah ingin segera bertemu Shasa tapi di sisi lain ia penasaran dengan apa yang akan dikatakan Tisa.

"Ayo duduk dulu," kata Tisa mengiring langkah Nayra untuk kembali ke sofa yang tadi ia duduki.

Nayra duduk di samping Tisa. Tas yang awalnya berada di punggung Nayra kini sudah Tisa pindahkan ke atas meja.

"Nak. Mama punya temen yang menjadi ustadzah di sebuah pesantren dan dia itu terkenal dengan sifat baik hatinya. Siapa pun yang belajar bersama beliau Insyaa Allah akan langsung jatuh hati pada apa yang beliau sampaikan," ujar Tisa membuka suara.

Nayra diam saja seraya terus mendengarkan dengan baik apa yang Tisa katakan meski hatinya menebak yang menurutnya bisa untuk ditebak.

"Beliau sebenarnya temen Mama sewaktu sekolah di SMA, dan kita berpisah saat masuk kuliah lalu Mama menikah dan kita pindah ke sini. Mama dengar beliau menjadi guru juga di sebuah pesantren dan ternyata letak pesantrennya nggak jauh dari sini," kata Tisa.

"Besok kan hari ahad Nak. Kamu mau nggak temenin Mama ke pesantren itu, Mama mau ketemu beliau. Udah lama nggak ketemu dan mau silaturahim ke sana," ujar Tisa lagi.

Besar harapan Tisa untuk Nayra mengangguk dan mau menemaninya. Tisa ingin mengenalkan nuansa islami pada sang putri lewat pintu pesantren yang mungkin bisa membawa dampak baik bagi Nayra nanti.

"Iya Ma aku mau kok. Besok kita perginya pagi atau agak siangan Ma?"

Senyum Tisa terbit begitu saja. Mendengar kata "iya" dari bibir Nayra saja sudah membuatnya senang. Ia yakin ini jalan yang tepat untuk Nayra.

"Tadi Mama sudah menghubungi teman Mama dan besok kita berangkat pagi ya Nak. Beliau tidak ada jadwal mengajar untuk besok pagi mungkin sore ada. Hari ahad bukan hari libur di sana jadi proses belajar akan tetap berjalan seperti biasa," kata Tisa yang diangguki Nayra.

Nayra meletakkan begitu saja tasnya di atas ranjang. Rambutnya ia acak pelan dan mendesah panjang. Niat pergi ke rumah Shasa gagal sudah karena secara tidak langsung dilarang oleh Tisa.

"Huft. Besok ke pesantren terus aku ngapain ya di sana? Huh pasti bosen kalau nunggu mama ngobrol bareng temennya," gumam Nayra.

****

Nayra menatap dirinya sendiri dari balik cermin. Dirinya yang kini memakai gamis berwarna navy dan khimar panjang sampai batas perut dengan warna senada. Gamis yang tadi diberikan oleh Tisa untuk ia kenakan.

Rambut indahnya kini tertutup sempurna dengan khimar dan Nayra merasakan ada yang berbeda dengan hatinya. Ia pandangi dirinya dari atas sampai bawah dan terlukis senyuman tipis di bibirnya.

"Ternyata aku cantik juga kalau pake pakaian begini. Tapi aku kok kaya nggak percaya diri buat keluar ya. Gimana nanti orang-orang bilangin aku," gumam Nayra.

Nayra menoleh pada pintu yang diketuk dan terbuka beberapa saat. Tisa muncul dengan pakaian hijau tua dan senada dengan khimar yang wanita paruh baya itu kenakan.

"Udah siap kan Nak? Kita berangkat sekarang tuk," kata Tisa.

Ia sempat terkesima melihat putrinya yang tampak sangat cantik menggunakan khimar dan baru kali ini anak gadisnya memakai khimar selain saat dulu ia paksa untuk sholat dan mengenakan mukena.

"Iya Ma usah siap kok. Ma aku nggak aneh kan pake baju kaya gini?" tanya Nayra sambil memutar badannya.

Nayra masih terus memutar badannya menunggu jawaban dari Tisa. Pakaian tertutup ini membuatnya kurang percaya diri belum lagi kerudungnya. Rasanya sedikit gerah belum lagi di luar rumah pasti akan sangat gerah nanti.

"Anak mama cantik kok pake baju kaya gini. Aura cantiknya makin keliatan. Kalau Nayra mau nanti Mama beli lagi ya baju yang kaya gini cantik banget Nak," kata Tisa memuji Nayra.

Nayra menatap tidak yakin pada Tisa tapi Tisa tidak akan mengeluarkan satu pernyataan jika itu tidak benar.

"Tapi aku nggak nyaman Ma. Gimana nanti kalau teman-teman aku lihat dan...,"

Nayra menatap gusar pada Tisa. Tisa meletakkan jari telunjuk pada bibirnya sendiri dan menggeleng sambil menatap Nayra. Meyakinkan pada sang putri jika semua akan baik-baik saja.

"Kamu nggak perlu tanggapin mereka Sayang. Sekarang kita pergi ya," kata Tisa.

"Tapi aku besok masih pake baju yang biasa ya Ma. Belum biasa," ujar Nayra dengan sedikit meringis.

"Iya nggak apa-apa. Pelan-pelan tapi harus dicoba ya. Menutup aurat itu penting dan wajib Nak," jawab Tisa.

Ma'had in Love (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang