Rasa Yang Sewajarnya

82 6 4
                                    

Beberapa hari telah berlalu dan sekarang tiba di hari Ahad. Hari di mana kami berencana untuk mengunjungi kakek dan nenek di rumah bibi. Apakah aku akan ikut? Biar aku cek lebih dulu.

"Ayah kemana abang?" tanyaku kepada ayah yang sedang mempersiapkan bahan-bahan makanan yang akan dibawa.

"Di kamarnya bukan?" kata ayah sambil mendekapku.

"Lahh tumben banget. Emang beneran ga jadi pergi kah si abang yah?"

"Abang mu itu sibuk Kay, dia ada perekrutan kan katanya." Jelas ayah yang membela anak laki kesayangannya itu.

"Tapi ga seru ayah kalau abang ga ikut, Kay juga ga ikut pokoknya. Ngambek ah"

"Lah tapi kan kakek sama nenek kangen kalian berdua, bukan kangen ibu dan ayah. Nanti kecewa dong mereka kalau sampai tau-taunya kalian ga ikut." Jelas ayah sembari membujukku.

"Tapi abang ga ikut ayaaahh, Kay juga enggak mau kalau gitu."

"Kenapa sih harus abang Kay? Ini kan ada ayah juga, lagian ayah lebih keren dari abang, ayah juga lebih tampan kan? Jadi apa lagi, ntar ayah yang temenin kamu pokoknya."

"Ihh ayang ngelawak, tapii ga lucu huuu. Lagian dari segi mana pun abang lebih keren dari ayah tuh" balasku

"Dan dari segi manapun abang itu kan tetap ayah yang produksi, ayah yang rancang kok sebelum ayah buat. Yah emang sengaja aja ayah lebih-lebihin dikit."

"Apaan sih ayah iihhh. Pagi-pagi makanya banyakin istigfar dulu kata abang kan. Oh iya ayah, kalau abang minta nikah sama ayah dikasih nggak?" Tanyaku tiba-tiba

"Ayah kasih  kalau perempuannya kayak ibu." Jawab ayah singkat.

"Lah kok malah ibu sih yah?"

"Lah kan emang type perempuan sejati kan kayak ibu." Jelas ayah

"Yah iya tau cuman ga gitu lah konsepnya ayah, kok malah ngarah kesitu sih?" semakin kesal rasanya ngomong sama ayah yang ga nyambung ini.

"Masalahnya adalah ayah bakal izinin abang nikah kalau udah nemuin perempuan yang kayak ibu. Simple gitu kok masak ga ngerti."

"Iya iya deh. Udah. Makasih ayah, jawabannya ga sesuai ekspektasi banget sih :(" balasku dengan sangat tidak puas.

"Oh iya ayah lagian ayah kok bisa gitu sih dapetin ibu?Mau-mau aja yah ibu. hehe" tanyaku sedikit nyindir. Tapi desclaimer yah gaes soalnya aku emang akrab banget sama ayah dan emang sering becanda gitu.

"Helleeh belom tau aja kamu tips and trick naklukin hati cewek. Makanya banyak belajar sama ayah, nanti sekalian ayah buka kursus."

"Astagfirullah, ampuni dosa ayahku yaAllah" Aku bukannya ga sopan sama ayah. Tapi yah seperti inilah cara ayah kami mengganti waktu dia yang sangat kurang untuk kami anaknya. Dengan sadar aku dan abang tau bahwa beginilah cara ayah agar tetap bisa dekat dengan kami. Padahal bagaimanapun kami tetap bangga sama ayah dan ibu. Kami sadar susah senang yang mereka hadapi gak lain hanya demi anak-anaknya semata.

"Kenapa Kay? Ayah seriusloh dulu di ajarin sama teman ayah. Jadi dulu kan ayah emang satu kampus dengan ibu, tapi ayah 2 tahun lebih senior waktu itu. Ibu sama ayah juga beda jurusan. Ayah ngambil teknik komputer ibu pendidikan matematika."

"Bisa jauh gitu sih ayah? Terus ketemunya gimana?" potongku spontan.

"Lah ini makanya dengerin dulu." Ayah kemudian menarik tangan kiriku lalu mengajak ku duduk di dekat pintu pagar rumah, di sana memang ada dua bangku khusus untuk duduk santai.

RASA 1Where stories live. Discover now