Bagian 24

55 9 0
                                    

Obsesi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Obsesi

Ya, Bella melakukan tindak kejahatan ini karena terlalu terobsesi kepada Rangga. Obsesi lah yang membuat seorang Bela Wijaya—anak pemilik yayasan SMA Baradigma—itu rela melakukan tindak kejahatan yang sangat fatal.

Menyukai seseorang itu jelas wajar, tapi balik lagi segimana cara kita menyukai orang tersebut. Jika seperti yang dilakukan Bella ini, jelas sudah tidak manusiawi. Dia bahkan rela menyuruh orang-orang suruhan nya untuk selalu meneror Inara, dan lebih parah lagi Inara yakin jika terus menerus, bukan hanya diteror, ia bisa saja dibunuh.

Melihat kondisi yang masih tegang mencekam, Inara perlahan maju tepat di hadapan Bella yang menangis.
“Bell...”

Bella tidak menjawab, tangisan nya berhenti tapi masih terdengar suara isak sisa tangisnya.

“Gue tau lo emang gak suka sama gue dari awal pertama kita ketemu. Mungkin alasannya karna gue anak beasiswa, gue miskin, bukan dari kalangan atas kayak lo. Lo anggap gue kuman, bikin lo selalu jijik setiap liat gue. Dulu, setiap lo bully gue dengan kata-kata jahat lo, gue bisa  tolerir. Toh cuma kata-kata, lo juga syukurnya ga main fisik ke gue. Makanya gue ga pernah bales apapun yang lo lakuin, toh juga apa yang bisa gue lakuin disaat kondisi gue yang notabenya sebagai anak beasiswa? Ga ada.” Inara menggeleng seraya tersenyum tipis.

“Terus, baru-baru ini lo berani main fisik karna gue deket sama Rangga yang notabenya adalah orang yang lo suka. Oke, gue tolerir lagi. Tapi untuk masalah teror, bahkan teror yang lo bikin udah sampe rumah, dan juga gue yakin lo bisa dengan mudah buat bunuh gue. Untuk ini, gue ga bisa tolerir lagi. Gue belum mau mati sekarang, gue punya cita-cita, gue punya masa depan yang belum gue capai. Sebagai anak beasiswa, menjamin masa depan dengan kemampuan yang dipunya adalah sebuah keharusan. Gue mau bahagiain keluarga gue. Harusnya lo paham, gimana keluarga gue kalau gue ga ada? Siapa yang bisa ngurus mereka? Bandingin sama diri lo yang bahkan dapet fasilitas lengkap, ayah lo punya harta banyak, lo mau apapun tanpa berjuang juga bakal diberi. Beda sama gue, gue mau apapun bahkan hal kecil pun, gue harus berjuang buat dapetin itu. Harusnya lo sadar.” Jelas Inara panjang lebar, ia berusaha memberi pengertian kepada Bella.

Bella kembali terisak, suara tangisnya kembali terdengar lebih nyaring.
“G-gue sadar, g-gue minta maaf Ra.”

Inara tersenyum tulus, melihat Bella yang menangis seperti ini membuatnya tak enak hati.

Sambil berusaha menghentikan tangisnya, Bella berujar.
“Sebenernya, alasan utama gue benci lo emang karna lo anak beasiswa. Lo selalu aja ngeraih prestasi di sekolah, punya nilai tinggi, bahkan jadi siswi terbaik dari kelas 10 sampe sekarang. Itu yang buat Papa gue selalu muji lo. Setiap dirumah, dia selalu bilang ‘Inara baru aja menang lomba biologi’ ,Kemaren Inara menang storytelling’, ‘Nilai Inara yang tertinggi tahun ini’, Inara ini, Inara itu, semua tentang lo.”

“Gue ga suka setiap papah selalu banggain lo. Dan saat nilai gue tinggi pun, dia bakalan tetep bandingin nilai gue sama nilai lo yang lebih tinggi dari gue. Gue marah, gue kecewa. Gue kecewa sama diri sendiri, kenapa ga punya kepintaran kayak lo biar bisa di banggain papah gue terus! Makanya sejak itu gue selalu benci setiap lihat lo.”

Ranara [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang