Chapter 04: Alas Sengkolo

17 5 5
                                    

Nemo tercengang, pandangannya tengadah melihat pohon beringin kembar yang sangat besar di hadapanny, serta pohon-pohin bambu yang membentuk lorong menuju hutan yang rimbun.

"Woah..." Gumam Nemo terlihat excited melihat jalan masuk menuju Alas Sengkolo.

"Iya, bagus kan?" Sahut Paijo.

Nemo tersenyum melihat pemandangan du sekelilingnya. Suara daun pepohonan yang tertiup serta gemericik air di sendang yang tak jauh dari sana, membuat suasana menjadi tenang.

"Jangan ngelamun. Nah, ini yang namanya gerbang Alas Sengkolo. Kayak namanya, didalam sana kamu pasti dapet banyak masalah."

"Kok gitu?"

"Ya iya. Udah aku mau pulang. Dadah, selamat menjalankan tugas." Paijo langsung balik kanan.

"Woeh, gak sampe masuk, nih?"

Paijo menolehkan kepalanya kebelakang sampai setengah wajahnya terlihat oleh Nemo.

"Masuk? Gak deh, cukup sekali itu saja aku masuk kesana. Lagian, Romo cuman bilang sampai gerbang 'kan? Hihi..."

Paijo mulai berjalan, melambaikan tangan kepada Nemo yang berdiri diantara pohon beringin kembar.

Paijo pernah ketakutan disini, ya? Romo, juga pernah gagal. Apa Romo gagal karena terbebani Paijo yang ketakutan? Ya, Bisa jadi.

Nemo masih termenung di depan gerbang masuk yang tak ada pintunya, sepertinya lebih cocok disebut gapura. Seketika ia teringat bahwa sebelum memasuki tempat yang dikeramatkan harus meminta izin terlebih dahulu kepada penunggunya.

Mau itu terlihat atau tidak terlihat, mereka tetap ada, dan yang jelas keberadaannya lebih dulu ada dari kita. Nemo mengeluarkan perlengkapan untuk melakukan uluk salam (meminta izin untuk masuk) dari dalam tasnya.


*****

Selangkah demi selangkah, Nemo mulai masuk ke dalam hutan. Semakin lama, hawanya semakin dingin. Ia merinding tidak karuan, sendiri, sepi, hanya ditemani suara daun dan gemericik air.

Yang bener aja, pantes Paijo ketakutan. Sampai sejauh apa aku harus masuk? Romo bilang, aku harus melawan Yaksha-yaksha disini, sampai dapat informasi yang akurat tentang sang Alpha dari para Yaksha-yaksha itu. Tapi, apa aku kuat?

Batin Nemo yang bersedekap. Masih berpikir beribu kali untuk masuk lebih dalam. Kini ia kehausan, perbekalan air minumnya habis di perjalanan.

Nemo mencari sungai yang airnya boleh untuk diminum. Nemo sempat berpikir untuk mengambil air di sendang, tapi Nemo mengurungkan niatnya tersebut. Nemo menghormati air itu sebagai air pemandian, jadi lebih baik ia mencari sungai untuk diminum olehnya.

Sekarang dimana aku bisa menemukan air?

Nemo berjalan lebih kedalam lagi agar bisa menemukan air. Tak terasa, ia kini berada ditengah hutan. Tak dihiraukannya suara sisekitarnya, Nemo terus mencari air.

Lama-lama aku dahidrasi kalo kayak gini. Romo punya dendam sama aku apa ya?

Nemo mulai kesal.

Ah, prasangka buruk gak bantu kamu buat daper air, Nemo Alfarikh!

Nemo mulai mengobrol dengan dirinya sendiri. Jika pikirannya kosong, bisa jadi ada yang merasukinya dan mengambil raga atau jiwanya. Ia tak mau mati tak wajar ditengah hutan begini.

Solah [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang