33|Flight to Somewhere

171 36 9
                                    

Windy

Minggu lalu aku mungkin masih gundah gulana dan meratapi kesedihanku di sudut kamar akibat ulah kak Dion, tapi hari ini aku berada di satu penerbangan yang sama dengan  kak Dion lebih tepatnya pada penerbangan dari Bandung ke Bali. Yah, kami hendak menghabiskan sisa liburan sekaligus menyambut tahun baru di pulau Bali. Sayangnya bukan hanya aku berdua saja dengan kak Dion, tentunya antek-antek kak Dion juga ikut.

Sebenarnya ide liburan ke Bali adalah saran dari Kak Parka. Kebetulan si anak tunggal kaya raya itu mengajak kami berlibur ke Villa baru milik keluarganya di Bali. Kami berangkat berdelapan, dan hebatnya lagi ayahnya kak Parka yang menanggung tiket pesawat kami. Benar-benar jackpot, aku tak pernah menduga akan liburan gratis tanpa mengeluarkan sepeserpun uang semacam ini. Akhirnya aku tahu rasanya berteman dengan anak konglongmerat, meski aku sebenarnya sedikit terbebani.

Pesawat yang akan mengantar kami ke Bali baru saja lepas landas. Kulirik kak Dion yang duduk dengan dihalangi satu orang ditengah. Wajahnya tampak datar seperti biasa, serta tatapannya lurus di depan.

"Kak Dion" Panggilku pelan agar tak menganggu seorang pria paruh baya yang duduk diantara kami.

"Hmm?" kedua alisnya terangkat, lalu matanya yang membulat sempurna terfokus padaku. Usai melihatnya yang kini fokus padaku, lantas aku menggeleng lalu tersenyum kecil. Sejujurnya aku hanya ingin memanggilnya.

Sebenarnya aku ingin mengobrol sepanjang perjalanan dengan kak Dion, sayangnya keadaannya sangat tidak memungkinkan. Mau bagaiman lgi, ini bukan jet pribadiku, aku juga harus rela berbagi dengan orang lain. Beruntungnya bapak satu ini duduk disebelah kak Dion, padahal aku juga menginginkannya.

"Windy!" panggilnya sepelan mungkin usai aku kembali ke posisi semula, yaitu menatap ke luar jendela pesawat.

"Ya?" aku menilik ke arah ka Dion, berusaha berbicara sepelan mungkin agar tak membangunkan pria paruh baya disebelahku yang kini sedang tertidur pulas, lengkap dengan dengkuran khas bapak-bapaknya itu.

"telapak tangan lo" tunjuknya ke arah tanganku yang sontak langsung ku toleh untuk aku cek jika mungkin saja ada hal yang aneh dengannya.

"Bubble gum?" alisku menukit, lantas menoleh ke arah kak Dion yang baru saja meletakkan permen karet di telapak tanganku.

"Biar gak mabuk perjalanan" jelasnya dengan suara sepelan mungkin dan sesekali akan mengecek pria disebelahnya.

"Ihh, aku gak mabuk perjalanan" kilahku dengan suara lantang yang lantas membuat kak Dion memberi isyarat tangan agar aku tak bersuara terlalu lantang dan tak menganggu penumpang lain, terutama si pria paruh baya yang saat ini menjadi penghalang komunikasi kami.

"Kali aja kan? muka lo kecut banget soalnya, persis orang lagi nahan mual" cibirnya.

"Ekhem," saat itulah si pria paruh baya membuka kedua matanya yang membuat aku dan kak Dion sontak berhenti berbicara apapun, aku yang panik pun akhirnya memilih untuk mengahadap ke arah jendela.

"Pacarnya mas?" samar-sama ku dengar si bapak bertanya pada kak Dion, aku pun mematut telinga untuk menguping apa yang hendak kak Dion katakan, namun aku tak mendengar apapun.

"Terimakasih Pak" entah apa yang bapak itu ucapkan hingga membuat kak Dion berterimakasih selembut itu. Lalu aku pun menoleh dan tahu-tahu mendapati kak Dion tepat disebelahku dan sedang menatapku serius, hingga membuatku sedikit terkejut.

"Ih kaget, kok bisa kak Dion duduk disitu?" tanyaku yang saat ini merasa terpojok karena jarak kami berdekatan dan bahu kami bersentuhan.

"Tahu tuh, om nya minta tukeran" ucapnya melirik si om yang kembali terlelap dalam tidurnya. Meski aku sedikit gugup karena duduk berhimpitan dengan kak Dion, rasanya berdekatan dengannya saja sudah mampu memberi warna pada hari-hariku. rasanya aku  jadi ingin berterima kasih pada si Om yang meminta untuk tukar tempat duduk.

**

"Pacarnya mas?" ucap si om yang menanayakan perihal hubungan antara Dion dan Windy.

"Iya pak" bisik Dion agar Windy tak mendengarnya. Ia hanya malas menjelaskan hubungan sebenarnya antara mereka, karena pasti si om tak akan percaya hal itu.

"Om gak mau tukar tempat aja? ditengah kan sempit, saya khawatir kalo om kurang nyaman" ucap Dion berdalih, padahal ia ingin bertukar tempat agar bisa duduk bersebelahan dengan Windy yang kini duduk disisi jendela pesawat. Si om pun mengangguk tanpa protes, ia akhirnya bertukar tempat dengan Dion.

Dion

Jangan tanya gue kenapa, karena sebenarnya gue juga gak tahu apa alasan gue minta tukar tempat duduk. Tempat duduk gue itu sudah paling strategis karena gue bisa langsung keluar setelah pesawat landing, tapi bodohnya gue minta tukar posisi yang notabene itu seat tengah yang paling gue benci tiap kali harus flight.

Dan lagi, kenapa juga gue bohong ke Windy soal si om yang minta tukar posisi. Padahal kan yang minta tukar posisi duluan itu gue bukan si om. What's going on with you Dion? Akhir-akhir ini gue jadi pleasure dengan segala hal terkait Windy. Bisa di katakan bahwa  gue jadi seolah-olah tunduk dengan cewek itu. Sekeras apapun gue mencoba untuk jadi Dion yang gak peduli dengan apapun, gue akan selalu gagal jika menyangkut Windy.

Sama seperti kenapa pada akhirnya gue ada di flight yang sama dengan orang-orang ini adalah karena Windy desak-desak gue untuk ikut. Padahal gue paling anti yang namanya jalan jauh dan menghabiskan waktu gue untuk berada di luar zona nyaman gue.

Pada akhirnya penerbangan itu sunyi tanpa cicit apapun baik dari gue ataupun Windy, kami memilih untuk menikmati alunan musik dari ponsel Windy sembari tatapan kami sesekali akan fokus pad gumpalan awan putih yang beriringan tiap kali pesawat yang membawa kami melewati kumpulan awan.

Dan tanpa sadar pun, kami terlalu lelah dengan segala tetek bengek tugas serta ujian akhir yang menguras pikiran dan energi beberapa hari belakangan, lantas mendapati diri kami tertidur selama penerbangan dengan kepala yang saling menopang. Jujur saja, ini kali pertama gue bisa tidur nyenyak meski dalam penerbangan, padahal itu hanya penerbangan singkat yang tidak memakan waktu berjam-jam seperti penerbangan antar negara.

Singkat cerita, setelah tiba di Bali kami semua memutuskan untuk istirahat. Dan saat gue bangun, hari sudah sore dan matahari mungkin sebentar lagi bakal tenggelam. Anak-anak lain pada masih tidur, mugkin karena lelah. Letak vila keluarga Parka ada di villa tepi pantai tepatnya di seminyak.

Lokasinya benar-benar strategis, dekat dengar bar, cafe, restauran. Semuanya ada disini, gak salah kalau tempat ini jadi wisata favorit untuk melepas penat dan recharge energi sebelum kembali lagi ke realita kejam kehidupan.

Gue lantas berdiri di depan villa, menatap jauh ke arah laut sore yang tenang, seolah mereka tidak punya masalah hidup apapun yang perlu di khawatirkan. Lagi-lagi pikiran itu muncul kembali dalam benak gue "Tuhan cuma berlaku kejam ke gue" entah pesan macam apa yang hendak Tuhan sampaikan ke gue melalui kehidupan sesak seperti dineraka ini, tapi setidaknya akhir-akhir ini Tuhan berbuat baik ke gue, menghadirkan sebuah alasan untuk gue bisa tersenyum kembali.

Semilir angin sore menerpa wajah gue, dan lantas gue tersenyum simpul kala sudut mata gue menangkap satu potret tak asing yang akhir-akhir ini selalu berada dalam zona nyaman gue, Windy. Di duduk jauh disana, ditepi pantai menatap laut tenang dibawah sorot langit sore yang mulai kemerahan, rambut pendek sebahunya tertiup angin. Cewek itu mungkin sedang tersenyum atau mungkin sibuk dengan imajinasi yang melintas di kepalanya. Sedangkan gue sekarang berjalan perlahan menuju ke arah Windy, menjemput sore gue yang menyenangkan dengan Windy sebagai tokoh utamanya.

-----

gak kerasa udah satu bulan yah baru berjumpa lagi, gimana chapter yang ini. Dari chapter ini kalian mungkin udah bisa membayangkan akan ada banyak cerita uwu di part selanjutnya. Lama yah memang, karena kalian tahu sendiri kalau Dion cowok problematik. Susah buat menunggu dia membuka diri buat orang lain, kedepannya juga akan bakal mulai mengupas satu persatu masa lalu yang selama ini Dion sembunyikan dari orang lain, jadi harap di tunggu. see you...

Mr Psychopath & Me😈Where stories live. Discover now