Bab 17 Disidang Pembina Rohis

0 2 0
                                    

Kabar hubungan spesial antara Hanan dengan Fika menyebar dengan cepat bak air bah yang tak terbendung. Perangkat seluler yang hampir dimiliki tiap siswa mendukung penyebaran berita bohong itu. Di mana-mana heboh membicarakan masalah itu. Ada yang menelan mentah-mentah kemudian menghujat habis-habisan, ada yang simpati dan memberikan dukungan supaya masalahnya cepat selesai, dan ada pula yang menyuruh tabayun agar masalah itu tidak makin melebar ke mana-mana.

Jery dan Slamet selalu setia mendukung sahabatnya tersebut. Mereka tahu Hanan seperti apa. Tak mungkin Hanan melakukan hal bodoh itu, sedangkan prinsipnya saja anti pacaran. Hanan sendiri tetap tenang menghadapi situasi itu. Ia hanya mengkhawatirkan Fika. Pasti gadis itu sangat tertekan. Sekuat-kuatnya hati Fika, pasti akan trauma juga menghadapi masalah yang viral tersebut.

Masalah yang berkaitan dengan ‘pacaran’ memang hal yang sangat sensitif di kalangan aktivis Rohis. Tren remaja masa kini itu bertolak belakang dengan prinsip yang mereka anut. Tak heran ketika sedikit saja terpercik masalah seperti itu akan cepat viral dan tentu saja bisa merusak citra Rohis.

Fika sendiri sudah klarifikasi masalah tersebut dengan pengurus Rohis putri. Namun, mereka pun tidak bisa berbuat apa-apa untuk membendung penyebaran hoaks tersebut. Hal ringan yang bisa mereka lakukan adalah memberikan informasi sebenarnya pada seluruh anggota Rohis agar tidak menelan mentah-mentah berita itu.

Masalah itu ternyata heboh juga di kalangan para guru. Secara khusus, kepala sekolah memerintahkan Badarudin–pembina Rohis–untuk menyelesaikan masalah itu agar tidak terjadi polemik berkepanjangan. Badarudin segera melaksanakan titah itu. Ia memanggil Hanan dan Fika serta Rahman ke ruang BK.

“Saya sengaja memanggil kalian berdua berkaitan dengan masalah yang sedang ramai jadi perbincangan di sekolah.” Badarudin memulai menyampaikan maksudnya. “Saya tak ingin berpihak pada siapa-siapa. Tujuan saya adalah mencoba menyelesaikan masalah ini. Berhubung kalian berdua yang jadi sumber kehebohan itu, maka saya ingin menggali semua informasi dari kalian. Sekarang kalian ceritakan permasalahan sebenarnya itu seperti apa?”

Hanan menoleh pada Fika dan memberikan kesempatan pada gadis itu untuk bicara. Fika pun menceritakan semuanya dari awal. Mulai dari pertemuan sampai obrolan yang mereka bahas. Tak ada satu detail pun yang terlewat. Badarudin mendengarkan semua itu dengan saksama. Ia catat sesuatu yang dianggap penting pada buku kecil. Di samping Badarudin, Rahman pun tak kalah serius mendengarkan apa yang disampaikan Fika. Ia secara khusus diundang Badarudin untuk menjadi saksi perbincangan itu sekaligus diskusi mencari solusinya nanti.

“Apa benar begitu, Hanan?”

Hanan mengangguk pasti. “Benar, Pak. Tak kurang dan tak lebih. Memang seperti itu kenyataannnya. Jadi, intinya foto itu sudah diedit dengan mengganti latar belakangnya. Sejujurnya, di perpustakaan waktu itu banyak orang juga. Kami tidak berdua saja. Tolong bantu kami menyelesaikan masalah ini.”

“Untuk itulah saya sengaja memanggil kalian agar bisa menganalisis masalahnya seperti apa kemudian mencari jalan keluarnya.”

Hanan tersenyum.

“Karena masalah ini sudah jelas seperti apa, mungkin kita harus segera mengambil tindakan agar fitnah ini tidak makin meluas.” Rahman yang sejak tadi hanya mendengarkan, kini ikut bersuara.

“Iya, iya. Saya sudah menemukan solusinya. Ternyata masalahnya tidak serumit yang saya kira. Semua sudah jelas kebenarannya.” Badarudin menghentikan kata-kayanya sebentar. “Rahman, tolong kamu ceritakan kejadian sebenarnya pada anggota Rohis yang lain. Biar saya yang akan mengurus sisanya.”

“Baik, Pak.”

“Terima kasih atas bantuannya. Saya sendiri sudah menceritakan kebenaran masalah ini pada pengurus Rohis putri, sebagian besar insyaallah sudah tahu kebenarannya,” tambah Fika memberikan informasi tambahan.

Struggle for Dreams (End) Where stories live. Discover now