5. Mertua Yang Baik

3.7K 407 22
                                    

Kamu datang. Merebut tawanya. Merebut kehangatan itu. Lalu sekarang, maling bersikap layaknya pemilik?

---•••---

"Naina, mau aku bantu?"

Naina menggeleng, ia merentangkan tangan agar aku tetap duduk di meja lalu menyaksikan ia yang asik memasak. Senyum dari bibir tipis Naina tergambar tampak jelas di penglihatanku.

"Fara, aku akan membuatkan bubur untukmu."

"Tidak usah repot-repot Nai. Aku tak pemilih untuk makanan," tolakku. Sungguh tidak enak bersikap layaknya ratu di rumah orang lain, terlebih rumah istri pertama dari lelaki yang menikahiku kemarin.

"Kamu harus memakan-makanan yang sehat Fara, agar dia ikut sehat."

Haruskah aku bahagia mendengarkan ini? Jika aku menginginkan sebaliknya, apa aku harus memakan beling agar dia mati?

"Naina. Kamu memasak apa?" suara itu lagi. Hembusan angin bersamaan parfum harum menyapa penciumanku. Mas Dareen, melintas lalu mendekati istrinya, mengecup puncak kepala Naina sekilas, lalu berbalik badan.

"Fara," panggilan dengan senyum di bibirnya membuatku menundukkan pandangan. Tidak, jangan biarkan lelaki ini bersikap manis. Ingat Ra, semuanya sama, lelaki itu bajingan. Semuanya bajingan.

"Fara, ayo makan," lama aku menunduk sehingga Naina menepuk bahuku. Ia meletakkan bubur bersamaan susu putih di sana. Mungkin saja mereka saling pandang saat aku terdiam lalu berbisik singkat. Entahlah.

"Terima kasih Nai."

Lelaki itu duduk, berhadapan sehingga tak bisa kuhindari. Sedangkan Naina, berjejer dengannya. Tanpa sadar, tatapan kami saling bertemu, meski aku selalu menghindar, kadang Mas Dareen ketahuan memperhatikanku dalam diam.

"Assalamualaikum," ketukan pintu beriringan dengan salam terdengar diluar. Aku mengangkat wajah sangking kaget, tetapi Naina dan Dareen saling pandang bahkan saling mengangguk.

"Itu mertuaku Fara, Mama Mas Dareen."

Ingin beranjak, Naina mencekal lenganku. Dia bilang untuk menunggu saja di sini, karena Mama Mas Dareen sudah mengetahuiku jauh hari, bahkan sebelum kami menikah.

Aku melongo. Benar, ini hanya pernikahan tak sengaja menurutku, ini hanya untuk penyelamatan semata. Tapi bagi mereka, tetaplah pernikahan yang harus di ketahui oleh orang, salah satunya Mama dan Papa Mas Dareen.

"Nai. Bukankah hanya sampai aku melahirkan. Kenapa orangtua Mas Dareen mengetahui pernikahan ini?" aku masih penasaran sehingga kutanya yang membuat pikiranku membelenggu.

"Fara, nanti kujelaskan."

Sejenak setelah ucapan Naina terhenti. Wanita paruh baya itu masuk, menenteng berbagai macam kotak yang aku tak tahu isinya. Hal yang membuatku tak bisa mengerti, dia menyambutku dengan senyum sangat damai. Apa ini?

"Fara," panggilnya lalu mendekat, aku bangkit dan mengulurkan tangan padanya.

"Fara tante."

"Kenapa memanggil Tante. Panggil Mama!"

Aku tersentak. Kulirik Naina yang terdiam di samping suaminya. Senyum itu memudar, raut kelam membingkai wajah Naina. Sesaat, aku merasakan ketakutan.

"Mama Tiara," ia memperkenalkan diri. "Kamu menantu Mama sekarang. Jadi jangan memanggil Tante ya?" belum kujawab, uluran tangannya terlebih dulu menyentuh wajahku. Membelai halus dan sangat lembut, senyum kebahagiaan terlintas di raut binar yang indah.

Noda Siapa? [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang