18. Dari Banyaknya Manusia

2.3K 340 24
                                    

Dari tawa yang berganti tangis, aku memahami satu hal. Kebahagiaan dan kesedihan bisa berjarak dalam waktu dua detik

---•••---

"Fara."

Sayup-sayup panggilan terdengar namun mataku sungguh enggan terbuka.

"Fara."

Untuk yang kedua kali, netra ini berhasil tersingkap, memandangi remang cahaya sebentar lalu menoleh, ada Mama bersama seorang wanita yang berdiri di sampingnya, hatiku berdetak, apalagi yang akan terjadi sekarang?

"Maaf Fara, Mama membangunkan kamu pagi-pagi sekali. Mama membawa seorang teman yang kebetulan dokter kandungan, dia akan memeriksa kandunganmu Fara."

"Aku gak mau Ma," kujawab dengan cepat niat baik Mama. Iya ini salah, dan aku mengakui kesalahan itu, bagaimana tidak,  selama ini aku membiarkan ia berkembang sendirian tanpa bantuan dokter, aku tak pernah memeriksa apakah jantungnya masih berdetak, aku bahkan tak pernah tahu dia baik-baik saja di dalam sini atau dalam keadaan buruk.

Masalahnya, aku tak peduli dengan bayi kecil ini, merasa sakit atau direnggut oleh kematianpun, tak akan membuatku meraung iba.

"Ya Allah, kamu harus memeriksanya sayang."

"Aku bilang aku gak mau Ma," teriakku kepada Mama, dia terdiam.

"Ma, ada apa ini pagi-pagi sudah ribut?"

"Dareen, Fara tak mau memeriksa kandungannya."

Tatapan kami beradu singkat, melangkah ia mempertipis jarak kearahku sembari menampakan senyuman di sudut bibir yang semula bertaut.

"Ra," panggilnya. "Ini demi bayi kamu, aku mohon_"

Aku menggeleng kuat-kuat yang membuat ia terdiam.

"Dia baik-baik saja, nyawa bayi ini masih ada, jantungnya masih berdetak aku yakin itu."

"Fara_"

"Dia menendangku setiap saat Mas, aku merasakan semuanya. Itu berarti bayi ini masih hidup dan baik-baik saja."

Mas Dareen menoleh kepada Mamanya lalu mengangguk, saat ia kembali melihatku dia mencoba mendekati diri.

"Boleh aku merasakan tendangan bayi kamu Fara?" tanya Mas Dareen sangat pelan. Sejenak aku membisu tak berkutik, lidah ini sangat kelu dan sulit sekali menjawab permintaan kecil darinya.

"Fara, hanya sebentar."

Dalam mengiba dia kembali berucap, saat itu jugalah aku mengangguk.

Kubiarkan jemari hangat Mas Dareen menyentuh perutku, ia usap sangat lembut penuh dengan kasih sayang layaknya seorang Ayah dari bayi yang kukandung, dalam keheningan, lelaki berwajah sedikit manis itu mengembangkan senyum tenangnya, binar kebahagiaan terpancar sangat indah dibalik sorot netra sendunya.

"Dia menendangku Ma," adu Mas Dareen kepada Mama yang ikut tersenyum dalam tegak.

"Ma, bayi Dareen tumbuh begitu sehat di dalam perut Fara," katanya, lagi-lagi Mama mengangguk.

Sedangkan aku mengangkat wajah memandangi Mas Dareen setelah ia mengucapkan kalimat yang tak bisa kupercaya, bayi dirinya? Kenapa dengan bangganya ia menerima noda entah dari lelaki mana, kenapa tak ada kebencian atau merasa jijik sedikitpun seperti apa yang saat ini aku rasakan.

"Iya, bayi kamu sehat-sehat saja Ren. Syukurlah, Mama merasa lega sekali Nak."

"Apa Mama mau merasakannya juga?"

"Apakah boleh?" Mas Dareen langsung memandangku saat Mamanya bertanya, sedangkan aku hanya mengangguk mengiyakan. Pasrah.

"Wah, benar. Tendangannya kuat sekali."

Noda Siapa? [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang