Chapter 29

9K 1.2K 227
                                    

Siap, tembus 690+ vote lagiii?🤪

~~~

Linzy tampak sibuk berkutat dengan peralatan dapur, membuat sup ayam kesukaan Elang. Kebetulan, hari ini Bi Arum libur. Jadi, di rumah hanya ada mereka berdua. Mungkin, ditambah dengan supir dan satpam yang berjaga di depan. Sedangkan di ruang keluarga, Elang sedang anteng mewarnai sembari menunggu Bundanya menyiapkan makan siang untuknya.

Bersyukurnya Linzy, karena sejak kemarin Elang tidak rewel menanyakan Arka. Perihal perdebatan mereka, hingga saat ini Linzy masih belum juga merasa suasana hatinya membaik. Maka, daripada meledak-ledak hingga kelepasan berbicara keterlaluan pada Arka, lebih baik Linzy mendiamkannya dulu. Tapi, biar bagaimana pun besok Arka pulang. Jadi, cepat atau lambat mereka akan segera bertemu. Setelah itu, apa yang terjadi di antara keduanya entah akan membaik, atau justru sebaliknya. Kali ini, Linzy cukup pesimis.

Bruk!!!

"BUNDAAA!!!"

Suara seseorang jatuh, disusul dengan teriakan Elang langsung mengalihkan perhatian Linzy. Refleks ia mematikan kompornya, sebelum akhirnya berjalan cepat menghampiri Elang.

Dilihatnya Elang terduduk dengan kedua mata yang sudah berkaca-kaca, menahan tangis.

"Kenapa bisa jatuh, sayang? Elang barusan ngapain?"

Meskipun khawatir, tapi Linzy menunjukkan senyum lembutnya. Seolah memberitahukan Elang bahwa ia tidak marah.

"Kesandung karpet."

Mata Linzy memperhatikan lutut dan juga kening Elang yang tampak kemerahan. Terkadang, mempunyai putra yang super aktif memang harus mendapatkan perhatian lebih. Tak heran, apabila sehari-harinya sering terdengar teguran Linzy, mengingatkan Elang agar berhati-hati saat bermain.

"Anak Bunda kan jagoan. Katanya mau jadi superhero, ya? Berarti harus kuat." Hibur Linzy mendaratkan kecupan hangatnya dikening Elang. Tak lupa, ia segera memangku Elang agar bisa duduk dalam pangkuannya.

"Mau makan sekarang, hmm?"

Elang menggeleng, memilih menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Linzy.

"Sama sup ayam, masa ga mau?"

"Nanti." Cicitnya pelan.

"Atau Bunda kompres dulu keningnya, ya?"

Elang lagi-lagi menggeleng.

"Terus sekarang Elang maunya apa?"

"Peluk Bunda, kaya gini."

Linzy tersenyum dalam diam. Tangannya bergerak mengusap-usap puncak kepala Elang dengan lembut. Meskipun begitu, Elang ini tidak kapokan. Paling-paling jika terjatuh seperti saat inj, dia hanya akan terdiam selama beberapa saat. Sebelum akhirnya kembali beraktivitas seperti sedia kala, hyperaktif.

Ketika keduanya sedang sama-sama terdiam. Mendadak dikagetkan dengan suara dering ponsel Linzy. Tanpa melihat siapa si penelpon tersebut, Linzy sendiri sudah bisa menebak bahwa itu pasti Arka.

Semarah-marahnya Linzy pada Arka, tetap saja, dalam situasi seperti ini Linzy harus bisa mengesampingkan egonya. Apalagi dalam status hubungan mereka yang sedang jarak jauh. Tidak dipungkiri, segala sesuatu bisa terjadi tanpa bisa kita prediksi, bukan?

"Kenapa?" Tanya Linzy to the point, begitu panggilan tersebut sudah terhubung.

"Elang mana? Aku kangen sama dia."

"Nih, Ayah kangen sama kamu katanya." Ucap Linzy berbicara pada Elang.

"Elang juga kangen. Ayah cepet pulang makanya."

Perfect Wedding [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang