2. Kamar 13. Angel-Ria(Ari)

36 5 181
                                    

Hati-hati ini 6k word
.
.
.
.
💎💎💎

Hembusan angin di malam hari menusuk tulang pipi, angin yang terbang bersama dedaunan biasanya tanda hujan akan datang sebentar lagi. Gue gak bisa mastiin langit itu mendung kalau malam, tapi gak adanya pencahayaan seperti bulan dan bintang. Gue rasa sebentar lagi beneran bakal hujan.

Di antara kerumunan orang yang membentuk lingkaran di atas karpet yang di gelar di aula depan ini, gue cuman natap naas ayam bakar yang Davin gosongin. Maksud gue tuh, gak usah sok ambil bagian kalau emang gak bisa. Nyusahin aja. "Lo tuh bakatnya apa sih? Bakar ayam aja gosong gini." Protes gue di saat yang lain masih berbenah sebelum makan.

"Protes mulu kerjaannya, kalau gak suka kenapa gak bakar sendiri tadi." jawabnya biasa aja.

"Kalau aja gue gak sibuk, pasti gue yang bakar. Lagian ini kan tugas cowok. Lemah." Nyinyir gue tanpa ampun. Sebagai informasi aja sih, di kost an saat ini yang laki-laki tuh Davin doang soalnya yang lain pada sibuk kerja. Kalau Habib, gue gak tau dia dimana. Sejak pagi emang gak keliatan sama istrinya. Ngambek kali ya?

"Lambemu, pengen gue kasih arang." sungutnya, mungkin gemes pengen namplok gue tapi gue agak jauhan dikit jadi gak nyampe. "Gak bersyukur banget gue bantu. Gak tau aja nih, gue rela kena asap biar kalian pada makan ayam." adunya tak tau diri.

"Tapi gak di gosongin juga pak, ini siapa yang mau makan kalau gosong gini?"

"Ya elu lah, kan hati lo sama-sama gosong."

"Bangke."

"Udah udah! Napa sih tengkar mulu? Gak jadi makan nih kita kalau kalian adu bacot mulu. Ini ayamnya gak semua gosong kok, masih banyak yang layak makan. Udah ya." Lerai mbak Wulan yang menghentikan adu debat gue dengan biawak kamar 1. Untuk beberapa saat keadaan menjadi sunyi, gak ada yang mau memulai pembicaraan pun gak ada yang berani makan duluan. Akward? Tentu saja.

"Kok gak ada yang makan?" Tegur Garis

"Emang udah boleh?" tanya Ufi yang sudah gak sabar sepertinya.

Garis mengangguk kecil, "Emang lagi nunggu siapa? Gak ada kan? Yuk makan." Seru garis yang membuat orang-orang senyum sumringah.

"Baca doa dulu btw." Cegah gue sebelum mereka benar-benar memulai acara makan-makannya. Karena perkataan gue juga, mereka semua menjatuhkan pandangan ke arah satu-satunya laki-laki di dalam lingkaran ini. "Lo laki-laki harus punya tanggung jawab." kata gue mewakili suara penghuni lain.

"Santai aja dong liatinnya, iya-iya gue yang pimpin doa." ujarnya meski sedikit ragu. Ketika dia sudah mulai bersiap, kita semua kompak menundukkan kepala sejenak untuk berdoa dalam hati.

"Bismika Allahumma ahya wa bismika amut, "

Heh? Bentar, itu kan bukan doa makan ya? Iya gak sih? Gue buru-buru mendongak memerhatikan Davin yang memasang wajah heran di perhatikan sekitar. Iya, semua orang kebingungan tapi enggan untuk menegur.

"Ayah baca doa apa?" Akhirnya di tegur sama istri sendiri."Kok kayak aneh." Lah emang aneh kan? Itu bukan doa untuk makan.

"Doa makan?"

"Juni pikir itu doa tidur. Udah berubah ya?" tanya Juni meminta pendapat semua orang. Semua orang memasang muka bingung meskipun ada beberapa yang mengangguk.

"Lo di Tk/Tpa ngapain aja njir? Doa gituan lo gak hafal?" Todong gue, jelaslah ini salah. Apakah bapak satu ini sudah Alzheimer?

Davin menggerutu, jelas sekali dia ingin memaki tapi sadar diri kalau yang salah emang dia kan? "Salah selver doang bangsat! Gitu aja heboh anying, istighfar nih gue." jawabnya ngegas. Itu termasuk memaki kan guys?

Livin with Caratto✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang