1

5.5K 673 39
                                    

Laki-laki berkharisma dengan wajah tampan memiliki sikap ramah pada semua orang memilih tinggal di Indonesia untuk merintis usahanya. Kakeknya yang meminta Erlangga kembali sementara orang tua dan adiknya berada di luar negeri.

Erlangga, putra sulung Elang dan Elora kini menjadi pengusaha ternama. Meski tidak tinggal bersama kakek dan neneknya laki-laki itu kerap datang ke rumah orang tua ibunya. 

Siang ini ia tidak datang dengan tangan kosong. Bersama temannya, Erlangga singgah di alun-alun kota untuk memesan es kelapa muda.     Di antara deretan penjual es kelapa muda, warung pak Sufyan yang selalu ramai orang. Beratapkan terpal dan bangku panjang terbuat dari bambu berderetan sebagai tempat singgah pengunjung di tengah terik panas.

"Dek, bungkus empat ya." tidak ada pak Sufyan, melainkan seorang gadis yang menjaga warung siang itu.

"Baik Pak. Mau dibungkus saja atau mau minum di sini juga?" tanya gadis itu.

Aldi bertanya pada Erlangga. "Gimana?"

"Boleh." Erlangga sedang membalas pesan adiknya, jadi dia tidak melihat anak pak Sufyan.

"Yang punya warung ke mana Dek?"

"Ada rapat desa, Pak." gadis itu tersenyum ramah. "Biasa, kalau mau pemilu ada saja bapak-bapak berdasi masuk kampung."

Tawa Aldi menarik perhatian Erlangga. Ia melihat seorang gadis keluar membawa sebuah golok dan mengambil kelapa muda untuk dikupas. 

Pemandangan yang unik, Erlangga mengabadikan moment itu.  Gadis cantik yang sedang mengupas kelapa menggunakan golok, ini pertama kalinya ia melihat wanita seperti itu.

"Anda memotret saya Pak?"

Erlangga meminta maaf. "Saya tidak akan membagikan di sosial media."

Gadis itu tersenyum. "Bagikan saja. Biar tambah ramai yang datang."  karena Erlangga bukan orang pertama yang memotretnya, dan gadis itu selalu meminta orang yang mengambil gambarnya untuk mempromosikan warung ayahnya.

"Baik." Follower instagramnya lumayan, Erlangga akan membagikan karena gadis itu mengizinkannya.

Setelah selesai, gadis itu mengambil sendok dan sedotan. "Mau pakai gula?"

"Tidak." Aldi yang menjawab.

"Susu?"

"Jangan," jawab Aldi lagi.

Dengan sigap gadis itu menghidangkan dua buah kelapa muda sesuai pesanan.

"Kelapa muda lebih bagus untuk laki-laki, sering-sering datang ya."

"Kami langganan pak Sufyan."

Aldi dan Erlangga melihat wajah ceria gadis itu. "Benarkah?" gadis itu masuk ke kios kecil mengambil dua bungkus kacang merah. "Ini untuk Bapak-bapak. Gratis. Saya sendiri yang bikin."

Erlangga melihat kacang merah goreng, kelihatannya gurih. 

"Kamu bekerja di sini?" tanya Erlangga.

"Saya anaknya. Sering jaga juga." maksudnya gadis itu sering menjaga warung jika orang tuanya ada kepentingan.

"Oh." Aldi tertawa. "Siapa namamu?"

"Syakina Rosalinda. Mahasiswi Sastra, usia 20 tahun."

Erlangga merasa tertarik. Selain ramah dan pintar, gadis itu juga humoris. 

"Tanya saja, saya akan menjawabnya."

"Sudah punya pacar?" melihat kesempatan itu, Aldi tidak menyia-nyiakannya. Kelihatan sekali putri pak Sufyan ramah.

Kina mengangguk. "Jangan kasih tahu Bapak tapi ya. Soalnya, anaknya pak Umar, tuh yang jualan ujung sana."

Erlangga melihat arah telunjuk gadis itu. 

"Tampan, nanti dia yang akan lanjutin usaha kelapa muda ayahnya."

Aldi tertawa. "Saya pikir masih jomblo."

Kina menggeleng. "Kata teman saya, bahaya kalau cewek cantik ngjomblo."

"Benar itu. Makanya saya tanya, kalau belum ada mau saya bawa pulang ke rumah."

"Memangnya enggak takut sama istri Pak?"

Aldi terbatuk. "Kok tahu saya punya istri?"

"Kelihatan." Kina terkekeh.

Menarik sekali wanita itu. "Bagaimana dengan teman saya?"

Kina melihat Erlangga. "Masih jomblo. Mau sampai kapan Pak?" 

Kali ini Aldi terpingkal dibuat anak pak Sufyan.

"Sampai seorang gadis datang dan mengatakan cinta pada saya." Erlangga menjawab asal.

"Egois sekali anda, ingin dimiliki tanpa berusaha. Duit saja tidak cukup Pak."

Erlangga tersenyum. 

"Pacarmu itu, kerja apa?" tanya Aldi. 

"Bantu-bantu ayahnya. Anak yang berbakti." Kina melihat ke ujung jalan, di mana warung calon ayah mertua berada. "Tapi, ayahnya sama bapak tidak akur. Kami pacaran diam-diam. Semacam backstreet gitu." 

"Enggak mau sama teman saya?" 

"Dijodohin gitu?"

Erlangga tahu maksud Aldi, tapi laki-laki itu tidak ambil pusing.

"Anggap saja seperti itu." Aldi tersenyum. "Yang ini bapakmu pasti setuju."

"Tahu dari mana?"

"Bapakmu kenal orangnya. Baik, ganteng, murah senyum, suka makan. Yang penting anak sholeh dan tampan."

"Ada yang sempurna seperti itu?"

Aldi mengangguk. "Stoknya tinggal satu. Kalau mau bilang saja."

"Juanda bagaimana?" tanya Kina dengan wajah serius. "Dia juga baik, tapi jarang sholat. Bulan puasa juga sering nyabu."

Aldi tergelak. Benar-benar ramah anak pak Sufyan semua kartu dibuka.

"Tapi aslinya baik. Ya cuma itu, sudah enam tahun hubungan bapak dan ayahnya enggak akur. Terakhir kali sempat ngangkat golok, karena ketahuan ayahnya Juanda mencuri kelapa bapak."

Erlangga tertawa. "Yang mau dibawa pulang sudah dibungkus?"

"Sudah."

"Berapa semuanya?"

"42.000."

Erlangga memberikan uang seratusan. "Kembaliannya buat jajan kamu saja. Jangan kasih Juanda."

Kina mengangguk dan mengucapkan terimakasih sambil tersenyum. "Datang-datang lagi ya Pak."

Erlangga membalas senyumnya. Entah sudah berapa kali ia datang ke warung itu dan kenapa baru kali ini ia melihat gadis itu?

"Pulang nyokap coba ngajak ke sini," saran Aldi.

"Gila."

"Cantik, enggak usah munafik."

"Aku tidak munafik. Dengarkan, dia bilang sudah punya pacar?"

"Anak kemarin sore. Aku sih saran doang."

Sebelum masuk ke mobil, Erlangga menoleh sekali lagi. Syakina Rosalinda sedang melayani rombongan yang singgah ke warungnya. Kemudian, Erlangga melihat kacang dalam genggamannya. 

"Entahlah."


Wanita di ApartemenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang