12

1.1K 175 13
                                    

Alia tidak bisa berbesar hati atas keputusan yang dibuat Erlangga tapi ia juga tidak ingin mengiba agar pria itu mau melanjutkan hubungan mereka.

Tanpa membawa nama Syakina Rosalinda, tapi Alia tetap menyebut nama gadis itu bagaimanapun alasan Erlangga tidak jelas. Bisa diterima kalau dia bilang jalanin saja dulu, tapi laki-laki itu ingin mengakhiri hubungan mereka.

"Aneh loh Mas, kita sudah dekat banget."

"Benar, tapi dari pada semakin rumit bukankah lebih baik sekarang saja?"

"Mas mencintainya?"

"Demi Tuhan tidak, Al." Erlangga sudah bersumpah dua kali pagi ini saat Alia menyebut nama Kina. "Aku memaksa nyaman, tapi tidak bisa."

"Karena kamu lebih nyaman dengannya?"

"Jangan bawa dia, kecuali aku bilang mencintainya."

"Lalu apa?" Alia bingung dan ingin marah. "Coba dia pergi dulu, kita usahakan hubungan kita."

"Kamu bisa egois padaku, tapi tidak pada orang lain terlebih dia tidak ada kaitannya dengan hubungan kita."

Erlangga melihat raut tak puas di wajah Alia.

"Mas tidak berbohong?" mata Alia merah. "Mas bilang tidak mencintainya, tapi Mas kesal setiap aku menyinggung namanya, padahal untuk kebaikan kita."

"Bagiku dia sudah seperti adik."

"Dan aku orang lain? Mas lupa bagaimana aku membuka diri untuk hubungan kita?"

Erlangga meminta maaf. "Kita bisa berteman."

"Masih bisa tinggal bersama?"

Sulungnya Elang mendengar nada sinis dari tanya Alia.

"Kita teman, begitu kan?"

"Alia."

"Kenapa? Keberatan?"

"Ini tidak akan baik, kamu bisa tempati apartemen itu---"

"Dan Mas tidak bisa pulang ke sana?" Alia ingin.berteriak tapi sekali lagi, ia tidak ingin mengiba lebih baik membuat Erlangga jika keputusan yang dibuatnya adalah salah.

"Mas nyaman di apartemen Kina, padahal dia hanya adik bagi Mas kenapa tidak denganku? Wanita yang bisa Mas apresiasikan segala rasa?"

"Jangan lihat dari sudut pandangmu." karena memutuskan satu hubungan adalah hal yang paling tidak disukai Erlangga, seperti katanya tadi berteman saja maka semua lebih mudah. "Aku juga berat saat membuat keputusan ini."

"Aku ragu." Alia mengambil tas dan bersiap pergi dari sana.

"Jangan tunggu aku Al, aku tidak akan pulang."

Kenapa Erlangga harus mengatakan itu? Tidak tahukah hatinya hancur?

******

"Mas Erlangga bilang hari ini mau mutusin mba Alia."

Elora melihat gadis yang sedang mengiris Kikil.

"Kasihan, padahal sudah cocok, kan Bu?"

"Eum," jawab Elora. Bukan hanya Erlangga, ia juga akan menemui orang tua Alia untuk membicarakan hubungan kedua anak mereka.

"Aku merasa tidak enak." Kina tampak fokus pada irisan, tapi yang diutarakan adalah isi hatinya. "Seperti peran antagonis saja." gadis itu menghela napas panjang. "Sebelum ini mereka enggak pernah ribut, kalau ada masalah juga kecil dan mas Erlangga selalu memberitahuku."

"Masalah kecil?" Elora penasaran, masalah kecil juga dibicarakan dengan Kina? "Seperti apa contohnya?"

"Mba Al mau punya anak dulu, setelah itu baru nikah sepertinya itu paham baru aku juga enggak tahu. Saranku cuma ikutin saja maunya mba Alia, yang penting mereka adem."

Apa? Elora tidak salah dengarkan? "Erlangga mengatakan padamu?" ini sudah intim sekali, walaupun keinginan Alia salah apakah wajar putranya memberitahu hal seperti itu?

Kina mengangguk. "Zina sih, tapi kalau untuk kebaikan Meraka ya enggak apa-apa mungkin."

"Erlangga pernah menyentuhmu? Peluk atau cium?"

Kina mengangkat wajahnya melihat ibu Erlangga. "Peluk ada, cium dua kali kalau enggak salah, pas aku sakit atau kecapean." gadis itu bingung lantas bertanya. "Kenapa Bu?"

"Tidak. Aku hanya bertanya." satu hal lagi. "Kamu tidak tertarik pada anakku?"

"Gimana ya Bu." Kina merasa tidak enak. "Aku menyukai dia karena baik sekali, bahkan aku yakin yang diberikan padaku bukan gaji tapi uang percuma. Mungkin karena mas Erlangga mudah mendapatkan cuan."

"Bukan itu." Elora mencari kata-kata yang mudah dimengerti. "Pernah kangen enggak kalau Erlangga pergi?"

Kina menggeleng.

"Sempat berpikir kalau Erlangga tinggalin kamu nanti gimana?"

"Pernah, kalau kami harus berpisah aku akan bekerja dengan keras dan membalas kebaikannya walaupun tidak semua."

Elora tidak putus asa. "Kamu takut kalau kalian harus berpisah?"

"Tidak, asalkan tidak mati saja." tatapan Kina bergetar. "Walaupun tidak bersama, setidaknya aku tahu dia baik-baik saja."

Batin mereka sudah terhubung, hanya saja logika belum menyapa. Sebagai ibu Elora tahu, Kina tulus menghargai Erlangga.

"Kalau Erlangga melamarmu gimana?"

"Apa?" Kina mengerjap, lantas terkekeh. "Tidak mungkin lah Bu." Kina tidak pernah berpikir seperti itu. "Kami bagaikan ayat 40 surat Yasin."

"Apa itu?" tanya Elora.

"Tidaklah mungkin bagi matahari mengejar bulan dan malam pun tidak dapat mendahului siang. Masing-masing beredar pada garis edarnya." makna bagi seorang Syakina Rosalinda adalah perbedaan jauh antara dirinya dan Erlangga, hari-hari yang dilewati oleh keduanya jauh berbeda begitu juga kodrat kasta mereka.

"Bukankah garis takdir rahasia Tuhan?"

Kina benar-benar tahu diri, jadi saat ini ia sangat malu disandingkan dengan Erlangga. "Aku ingin mas Erlangga menjadi tuanku saja Bu."

"Erlangga tidak bisa jauh darimu, anakku juga tidak ingin meninggalkanmu."

"Karena mas Erlangga menganggapku lemah, anak Ibu juga tahu asal usul keluargaku." Kina tidak pernah melupakan dari mana ia berasal. Dari dulu ia tidak pernah membayangkan menikah dengan orang hebat cukup mencintai lelaki yang memiliki status sosial yang sama dengannya.

"Bagaimana kalau Ibu melamarmu? Kamu keberatan?"

"Hhhacsyyyihh!" Kina bersin, sepertinya ia akan Flu.

❤️❤️❤️❤️❤️

Kelanjutannya bisa baca di PDF atau karyakarsa

Kelanjutannya bisa baca di PDF atau karyakarsa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Wanita di ApartemenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang