"Lalu apa yang akan kamu lakukan, Vi?" tanya Mila.
"Entahlah, Mil..... tapi..... mungkin aku akan menyerah aja. Awalnya kami memang sepakat menikah karena Ibu kami yang jadi alasan utama. Dan ku pikir..... perlahan Mas Alfian akan bisa mencintaiku meskipun tak sebesar rasa cintanya untuk mendiang istrinya. Tapi ternyata aku jatuh cinta sendirian, Mil..... Mungkin ini alasan Tuhan tidak segera memberikan kepercayaanNya pada kami. Hubungan kami gak pernah baik dari awal. Mungkin jika kami udah nemiliki anak, anak itu hanya akan menjadi korban..... Tuhan udah mengatur semua ini dengan sangat baik kan? Aku..... akan memberikan Mas Alfian kesempatan untuk bersama dengan Mbak Nadia dan..... calon anak mereka. Jika di masa lalu mereka gak bisa bersama karena cinta Mas Alfian ke mendiang istrinya terlalu besar..... tapi berbeda dengan sekarang. Mungkin Mas Alfian gak pernah menganggapku ada," jawab Viola.
Tadi setelah tiba di rumah Mila, Reynan langsung pamit pulang agar Mila bisa menemani Viola. Tapi Viola tak bicara sedikit pun. Mila sudah coba membujuknya, tapi Viola justru minta izin untuk tidur.
Dan setelah sore, Viola baru bangun dan langsung menunaikan kewajibannya terlebih dahulu. Baru kemudian dia mandi dan membantu Mila menyiapkan makanan.
Dan setelah sholat Maghrib, mereka berbincang sambil minum teh. Tadi sebelum Maghrib, Viola sempat mengabari Mama jika dia akan pulang terlambat.
"Kamu yakin?" tanya Mila.
"Gak sih, tapi..... bukankah aku gak punya pilihan lain? Melakukan poligami seperti perkataan Mas Alfian waktu itu?..... Gak..... gak..... Aku gak akan sanggup, Mil. Lebih baik aku yang menyerah," sahut Viola.
Mila menggenggam jemari Viola. "Apapun keputusanmu, jika itu kamu anggap yang terbaik..... aku pasti akan mendukungmu."
"Terima kasih, Mil..... kamu satu-satunya orang yang ku percaya untuk mendengarkan keluh kesahku. Sejujurnya, aku gak pernah mempermasalahkan untuk menunggu Mas Alfian agar bisa mencintai dan menerimaku dengan tulus..... tapi permasalahannya sekarang berbeda. Ada anak yang gak berdosa yang jadi penyebabnya," ucap Viola.
"Aku mengerti, Vi. Suamimu dan Nadia itu aja yang kelewat batas. Mereka benar-benar keterlaluan, menyembunyikan borok di belakang kalian semua. Gak habis pikir aku dengan si Nadia itu, bisa-bisanya berbuat serendah itu untuk mendapatkan suami kamu," balas Mila.
"Entahlah, Mil..... kita gak tau siapa yang sebenarnya udah memulai hubungan di antara mereka," sahut Viola.
Mereka terus berbincang hingga waktu Isya' tiba. Setelah sholat, Viola memesan ojol.
"Aku pulang dulu ya," pamit Viola.
"Iya, hati-hati. Tetap semangat ya," balas Mila.
Viola mengiyakan sambil tersenyum. Dia pun duduk membonceng di motor ojol yang di pesannya. Dan Mbak ojol kemudian melajukan motornya ke kediaman Al.
Setelah membayar dan mengucapkan terima kasih, Viola langsung masuk ke rumah. Dia mengucapkan salam dan dibalas oleh Mama dan juga Al.
"Dari mana, sayang?" tanya Mama sembari menyambut tangan Viola yang hendak menyalami dan mencium punggung tangannya.
"Dari rumah teman, Ma. Meskipun tadi dia sedang ada acara, tapi dia langsung datang waktu aku butuh bantuan," jawab Viola.
"Perempuan atau-.........." tanya Mama ragu.
Viola tersenyum. "Perempuan, Ma. Mama gak perlu khawatir..... aku tahu batasanku. Aku perempuan yang udah menikah dan aku tahu aku harus menghindari hal-hal yang bisa membuatku lupa akan statusku."
Al menatap lekat wajah Viola yang sama sekali tak melihat ke arahnya. Pria itu merasa jika Viola yang berdiri di hadapannya itu bukanlah Viola istrinya seperti bulan-bulan sebelumnya. Al merasa istrinya itu berusaha membangun dinding pembatas tak kasat mata di antara mereka.
YOU ARE READING
Jodoh Kedua (END)
General Fiction{18+}..... ***》SEKUEL dari cerita KITA Bulir keringat dingin tampak membasahi wajah itu. Raut kegelisahan yang terpancar dari wajah yang masih terlelap itu, menunjukkan bahwa dia mengalami mimpi buruk. Dengan sedikit napas terengah, dia tersentak ba...