PART 11

100 11 3
                                    

6 TAHUN KEMUDIAN ....

72 bulan, sudah Aluka lalui. 3.110.400 menit, sudah Aluka lewati, dan 186.624.000 detik sudah Aluka jalani, layaknya makanan sehari-hari.

Enam tahun berlalu.

Pahit manis kehidupan sudah Aluka rasakan. Tumbuh menjadi gadis remaja, enam belas tahun yang tinggal di hiruk pikuk ibukota, sekarang jadi pilihan.

Aluka masih sama seperti, enam tahun yang lalu saat usianya masih sepuluh tahun. Sama-sama masih cantik.

Kulit putih bersih, rambut sepunggung yang selalu tergerai indah, tubuh yang ideal, otak yang mumpuni. Aluka benar-benar tumbuh, menjadi remaja yang baik, walaupun berada di dalam lingkungan yang buruk.

Masih sama.

Aluka masih melakoni peran sebagai bawang putih, yang terus tersakiti. Tapi, untuk semua masalah dan cobaan hidup yang datang bertubi-tubi, dan silih berganti, Aluka hanya bisa menguatkan hati dan diri sendiri. Ia percaya 100% bahwa, masalah dan cobaan hidup, akan pergi dengan sendiri.

Aluka terus meyakini, bahwa apapun yang terjadi dalam hidupnya, mau itu pahit ataupun manis, itu adalah proses pendewasaan diri.

Tentang Kak Arawan Pencaka Wijaya:

1. Kak Awan itu ganteng.
2. Kak Awan itu baik.
3. Kak Awan itu perhatian.
4. Kak Awan itu senyumannya manis.
5. Kak Awan itu anak pinter.

"Kak Awan? Lo suka sama kak Awan?"

Seketika, Aluka menutup buku diary-nya saat suara Warna---sahabatnya, menerpa daun telinga. Sebelum Warna tahu semuanya, Aluka buru-buru memasukkan buku kecilnya itu ke dalam laci meja.

"Lo suka kakak gue, Ka?" Warna tertawa tak percaya, ia menarik kursi di samping Aluka, dan duduk disana.

Aluka langsung gugup setengah mati, ia benar-benar bernasib sial hari ini, karena Warna tahu dirinya menuliskan sesuatu tentang Awan, yang notabene kakak kandungnya.

"Ke kantin yuk, Na?" Aluka berusaha mengalihkan topik, bahkan dia sudah bangkit dari duduknya berusaha pergi. Namun, Warna jelas tak akan membiarkan Aluka pergi dengan semudah ini.

Gadis dikuncir satu, dengan gaya tomboy itu menatap Aluka dalam-dalam, begitu serius.

"Serius, suka sama kakak gue?" Warna atau yang memiliki nama lengkap, Sawarna Pencaka Wijaya itu menaikan satu alisnya.

Aluka mengigit bibir bawahnya, antara ragu dan malu mengatakan yang sejujurnya. Oh ayolah, seantero murid perempuan SMA POSTERIOR itu hampir semuanya tergila-gila pada seorang Awan. Si ketua OSIS kelas dua belas, yang gantengnya gak ketulungan. Kulit kuning langsat, alis tebal, hidung mancung, rambut hitam pekat, badan atletis, ketua basket pula. Dan ya, satu lagi yang tak boleh terlupa, Awan itu juara kelas. Pangerannya SMA POSTERIOR. Murid kebanggaan sekolah elite ini.

"Udah ngaku aja!" Warna menarik satu tangan Aluka, memaksakan gadis itu untuk kembali duduk. "Gue dukung kok, kalau misalkan lo jadi pacarnya kakak gue!" Ia tumpang kaki, sambil bersedekap dada.

"Ya, setidaknya lo naik jabatan, Ka," imbuhnya. Aluka mengernyit. "Naik jabatan dari sahabat gue, jadi ... calon kakak ipar gue!"

"Ihhh!" Aluka terkesiap malu, ia langsung memukul paha Warna. Bukannya mengaduh sakit, Warna malah tergelak.

Pasalnya, Aluka tengah salting.

"Ciee, Aluka sama kak Awan, cie, cie, cie!" ledek Warna.

"Ihh udah dong, malu tau, Na! Nanti ada yang denger!" kesal Aluka.

TELAGA LUKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang