PART 21

368 25 5
                                    

SURAT PANGGILAN UNTUK ORANGTUA.

"Sebagai konfirmasi dari kabar yang beredar di sekolah, mengenai kabar miring tentang kamu. Pihak sekolah, memutuskan untuk memanggil orang tua kamu terlebih dahulu," ucap Bu Guru, yang merupakan walikelas Aluka.

Aluka hanya bisa diam, sambil menatap nanar surat yang tertera di hadapan matanya.

Sakit sekali rasanya, saat membaca tulisan Orangtua di surat tersebut. Sementara, Aluka sendiri tak tahu apakah Galendra mau disebut sebagai orangtua untuknya?

"Jika orang tua kamu sendiri, membenarkan berita miring ini, maka pihak sekolah akan mengeluarkan kamu secara tidak terhormat," lanjut Bu Guru.

Mendengar itu, rasanya Aluka kian sakit. Dadanya benar-benar berdenyut nyeri, panas sekali. Atmosfer di ruangan yang tengah ditempatinya, benar-benar sesak padat.

"Aluka," panggil Bu Guru.

Dengan lemah, Aluka mengangkat pandangan, dan menatap wanita di depannya. Tatapan Aluka yang sayu, membuat Bu Guru, dengan penuh rasa keibuannya mengusap lengan Aluka yang tersimpan di atas meja, samping surat.

"Sebenarnya, ibu gak percaya kalau status kamu sekarang seperti ini. Kalau kamu gak keberatan, kamu bisa ceritakan yang sudah terjadi sama kamu, ke ibu, Aluka."

Tatapan hangat Bu Guru, membuat sekujur tubuh Aluka ikut menghangat.

Mungkin, begini rasanya kalau punya ibu. Mungkin, Aluka bakal diperhatikan.

"Apa kamu dipaksa, atau apa, Aluka?" tanya Bu Guru.

Bibir Aluka sedikit bergetar. Rasanya ingin sekali, membeberkan semuanya. Tapi sayang seribu sayang, hati dan mulut tak seirama. Keduanya bertentangan.

Lagi dan lagi, Aluka takut. Dan ketakutan itu mengalahkannya.

Aluka takut, jika Kenzo akan berbuat nekat pada papahnya. Aluka tahu betul, Kenzo itu tipikal orang nekat. Aluka juga menyakini, kalau Kenzo, tak akan segan untuk membunuh orang. Buktinya saja, dia berani melakukan hal bejat pada Aluka.

"Kamu gak mau cerita, ya?" Bu Guru tersenyum tipis, memaklumi. Mungkin, ini terlalu pribadi untuk Aluka.

"Aluka belum siap cerita, Bu." Hanya kalimat itu yang bisa Aluka untai, lewat bibirnya yang bergetar. Entahlah, dia kehilangan kosakatanya begitu saja. "Aluka mau pamit ke kelas lagi, boleh?"

"Boleh, Aluka. Silahkan." Bu Guru mempersilahkan dengan baik, Aluka langsung mengangguk, mencium punggung tangan Bu Guru dan langsung bangkit.

Aluka menyeret langkahnya keluar dari ruangan khusus walikelasnya  dengan perasaan campur aduk.

Hingga hitungan detik selanjutnya, dia harus dikejutkan dengan sebuah bekapan kain dari belakang. Aluka diseret entah kemana. Upaya beringsut yang sudah Aluka lakukan pun, sama sekali tak membuahkan hasil.

Terlebih, orang yang membekapnya itu mengenakan masker. Itulah yang membuat Aluka tak bisa mengenalinya.

Didukung oleh suasana sekolah yang sepi, karena kegiatan belajar mengajar tengah berlangsung, sukses membuat tak ada bala bantuan sedikit pun untuk Aluka.

Brak!

Tepat di dalam gudang, tak jauh dari titik awal pembekapan tadi, Aluka tiba-tiba dibantingkan dengan keras. Bersamaan dengan itu, suara pintu besi tertutup dengan keras, ikut mengiringi.

Dengan napas terengah, Aluka langsung balik badan. Tubuhnya bergetar hebat, kala orang yang membekapnya bergerak mendekat.

"Kamu siapa?!" jerit Aluka, ia terus mundur sampai-sampai barang yang ada di dekatnya berjatuhan begitu saja, karena gerakan ketakutannya.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: May 28, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

TELAGA LUKAWhere stories live. Discover now