Bagian 1

1.3K 204 147
                                    

Lompat saja. Jatuhkan saja dirimu. Tak ada gunanya lagi kau hidup di dunia ini. Semua orang akan mengucilkanmu, jika mereka tahu kebenaran dari dirimu.

Ayo lompat dan matikan saja dirimu.



Begitu suara hati seorang wanita berumur 24 tahun yang kini sedang berdiri pada pingiran jembatan, sebelum akhirnya ia naik ke undakan besi jembatan tersebut sembari menatap air yang tak begitu jelas karena minim penerangan di bawah sana.

Hidupnya telah benar-benar hancur dan yang ada dipikirannya saat ini hanyalah mengakhiri hidupnya yang tidak pernah merasakan bahagia.

Apakah Tuhan sebenci itu dengan dirinya? Sampai ia tidak pernah sekalipun merasakan kebahagian? Hampir semasa hidupnya sampai detik ini Tuhan tak memberinya bahagia.

Ia tidak menyalahkan Tuhan, tetapi mengapa jalan hidupnya seperti ini? Mengapa Tuhan memberinya hidup kalau untuk dihancurkan?

Menghela napas lalu menghembuskan perlahan. Wanita  bersurai sebahu itu memejamkan kedua mata dan merentangkan tangannya-- bersiap untuk melompat ke dalam genangan air di bawah sana. Ia menghitung mundur dalam hatinya 3... 2... 1... tepat hitungannya berakhir saat itu pula sesuatu yang dingin menyentuh punggung kakinya, mau tidak mau ia langsung membuka mata yang terpejam dan menyadari bahwa ada seseorang yang tengah menyentuh bagian kakinya dengan santai.

"Sedang apa?" tanya orang itu setelah ia dengan sempurna mengatensikan pandangannya pada sosok lelaki yang baru saja menyentuh punggung kakinya hingga rencana melompat itu terjeda.

"Sedang apa?" Ulang lelaki itu dengan santai sembari tersenyum kecil nyaris tak terlihat kearahnya.

"Apa yang kau lakukan di sini?!" ucap wanita itu masih mempertahankan posisinya yang berdisi pada undakan besi jembatan.

"Lho, kenapa aku malah ditanya balik? Kau juga, apa yang kau lakukan di sini? Mau lompat ke bawah, ya?" ujar lelaki itu yang sekarang tengah menyalakan pematik untuk membakar sigaret yang terjepit dimulutnya.

Ia terdiam. Rencananya untuk melompat tengah malam ini ternyata ketahuan oleh seseorang.

"Jangan melompat," jeda lelaki itu sembari mengepulkan asap dari mulutnya, "airnya dingin sekali, dangkal pula. Aku sudah pernah mencobanya." lanjutnya dengan nada santai. Tidak terlihat panik seperti kebanyakan orang yang menemukan seseorang yang ingin melakukan percobaan bunuh diri.

Wanita itu mengerutkan kening. Apa maksud dari ucapan sosok lelaki itu? Apa lelaki itu mencoba membujuk dirinya untuk tidak jadi melompat dengan cara santai seperti ini? Oh, tidak. Keputusan wanita itu sudah bulat. Ia akan melompat ke bawah sana.

"Turunlah. Kau tidak akan langsung mati kalau melompat di sini. Percaya padaku." Kini lelaki itu bersandar pada besi pembatas jembatan.

Sial. Wanita itu merutuki dirinya. Kesal bukan main, mendengar celotehan lelaki asing yang membuang waktunya untuk melompat.

"Aku tidak percaya padamu. Jangan menghalangiku."

"Oh, aku tidak menghalangimu. Aku hanya memberitahumu, kalau airnya sangat dingin dan cukup dangkal. Kau hanya akan menyakiti dirimu saja. Ayok turun, lain kali saja kalau ingin melompat."

"Tidak mau. Aku akan tetap melompat." Ia menaiki satu undakan lagi yang berhasil membuat lelaki itu membuang sigaret yang masih ia hisap itu ke aspal lalu menginjaknya.

"Ayo lakukan bersama. Aku juga akan melompat." Lelaki itu melepaskan jaket dan menyisakan kaos oblong berwarna putih itu dan menjatuhkannya.

"Kau gila!" Desisnya yang ditanggapi senyuman smirk oleh lelaki itu.

Past Grudge (MYG) MDonde viven las historias. Descúbrelo ahora