Merindukan kopimu

809 74 0
                                    

Rembulan sudah tahu kalau Raditya adalah tetangga barunya, tadi malam dia membuka jendela ruang tamu. Dia melihat Raditya turun dari mobil lalu menyeret kopernya. Matanya terus mengawasi laki-laki itu dan meyakinkan diri kalau dia tidak salah. Itu Raditya. Wajah Raditya terlihat lelah. Matanya terus mengawasi sampai laki-laki itu hilang dari pandangan mata.

Ada perasaan aneh yang menelusup ke dalam hati saat dia melihat Raditya. Rembulan berjalan meninggalkan ambang jendela menuju piano yang terletak di sudut ruangan. Dia merasa perlu menenangkan hati setelah melihat Raditya.

***

Raditya belum bisa berpikir jernih saat matanya bertemu dengan Rembulan. Perempuan yang beberapa malam terkadang hadir dalam mimpi-mimpinya. Sesaat Raditya tak tahu harus bersikap bagaimana. "Selamat pagi Rembulan!"

Rembulan tersenyum lebar lalu berkata, "Bukankah sedikit aneh mengucapkan Selamat pagi pada Rembulan?"

"Hei, tapi itu namamu!" Raditya setengah berteriak sambil tertawa. Hatinya bahagia melihat Rembulan tersenyum padanya.

Rembulan mengangkat cangkirnya untuk merespon perkataan Raditya. Lalu Raditya melihat sekeliling, tidak enak rasanya harus bicara sambil setengah berteriak. Dia tidak mau ada tetangga yang melihat mereka berdua begini. Raditya menunjuk dirinya lalu mengarahkan telunjuknya ke arah Rembulan, sebagai isyarat "Aku ke rumahmu ya?" Rembulan mengangguk.

Raditya segera mandi, dia mau Rembulan mencium harum tubuhnya. Senyum selalu mengembang di wajahnya. Sambil bersiul dia menggosok seluruh tubuh. Raditya cepat memakai pakaian dan nyaris setengah berlari menuju ke rumah Rembulan.

"Sepertinya ada yang menginginkan kopi buatanku..." Rembulan membiarkan sejenak kalimatnya menggantung di udara, "dan tentu saja juga merindukan aku," katanya setelah membuka pintu dan mempersilahkan Raditya masuk.

"Kamu yang bilang lho, bukan aku." Raditya tersenyum lebar.

"Oh, baiklah...akan kusuguhkan air putih saja." Rembulan mengerling sambil tersenyum jenaka.

"Baiklah, aku memang merindukan kopimu....dan tentu saja dirimu. Rembulan, jangan melihat seperti itu! Aku merasa sangat tidak tahu malu."

Rembulan mempersilakan Raditya duduk di dapur mungilnya, menyuguhkan secangkir kopi dan sepiring roti yang dioles selai coklat, lalu menuliskan sesuatu di secarik kertas memo.

"Bayar!" katanya sambil tersenyum dan menyodorkan kertas memo itu. Raditya mengambil kertas dan membaca isinya, "Dua ribu rupiah dan senyum untuk tetangga yang sangat manis yang sudah membuatkan kopi untukmu."

"Tetangga yang sangat manis?" Raditya bertanya sambil melirik Rembulan.

"Ya, akui saja....maka aku akan dengan sukarela menyiapkan secangkir kopi untukmu, kalau perlu setiap hari."

Raditya tersenyum sangat lebar, "Seperti ini kah senyum yang kamu inginkan?Aku akan memberikannya setiap pagi untukmu."

"Ternyata sangat mudah ya, memperoleh perhatianmu....cukup dengan secangkir kopi. Aku tidak perlu harus ikut mengerubungi dirimu untuk mendapatkannya." Rembulan teringat peristiwa di bandara.

"Karena ini secangkir kopi yang istimewa dan yang membuat juga istimewa." Raditya menambahkan sedikit kalimat dalam hatinya, "Karena kamu membuatku jatuh cinta."

"Sudah selesai syuting?"

"Belum, masih ada syuting di Jakarta. Sebenarnya capek kalau harus syuting didua tempat."

"Anggap saja kemarin kamu sekalian liburan."

"Kayaknya aku malah nggak menikmatinya. Nanti kalau semua sudah selesai aku mau benar-benar pergi berlibur."

"Lan, ada yang mau aku tanyakan." Rembulan mengangkat sejenak kepalanya. "Pernahkah kamu datang ke lokasi syuting beberapa minggu yang lalu?"

"Ya." Rembulan menjawab singkat.

"Aku melihatmu sekilas. Kenapa langsung pergi?"

"Aku melihat kalian sibuk."

***

Rembulan tahu, alasannya tidak kuat, bukan karena mereka terlihat sibuk. Dia bisa menunggu, tapi ada Ari dan Raditya membuatnya tak ingin bertemu. Rembulan malas menjelaskan bagaimana mengenal mereka berdua. Terlalu banyak basa-basi.

"Apa yang akan kamu lakukan hari ini?" Raditya bertanya, dia melangkahkan kaki ke ruang tengah.

"Di rumah, menulis novel juga menonton beberapa film untuk dijadikan inspirasi."

"Rembulan, kenapa di rumah ini tidak ada tv?" Raditya duduk di ruang tengah dan matanya memandang berkeliling.

"Aku nggak suka menonton tv. Menonton film pun aku lebih suka dari layar ponsel, aku bisa nonton sampai tertidur.  Makanya aku tidak mengenal dirimu?" Rembulan nyengir.

"Tadi malam dan beberapa malam yang lalu kamu yang memainkan piano?" Raditya menunjuk piano yang terletak di sudut. Rembulan mengangguk.

"Aku membutuhkannya untuk mencari inspirasi atau sekedar mengatasi kebosanan."

"Aku ingin berterima kasih ke kamu, karena mendengar permainan pianomu membuat aku bisa tertidur."

"Maksudmu seperti lagu pengantar tidur?" Mata Rembulan membulat. Raditya hanya tertawa kecil melihat ekspresi Rembulan.

***

Raditya merasa nyaman berada di rumah Rembulan dan bicara dengan perempuan itu. Meskipun Raditya baru mengenalnya tapi hatinya merasa dia sudah mengenal Rembulan bertahun-tahun. Raditya sedang menimbang-nimbang untuk mengajak Rembulan jalan-jalan atau sekedar nonton bioskop atau makan di restoran. Pokoknya dia ingin selama mungkin berdua dengan Rembulan. Raditya rindu.

"Lan, ikut aku yuk!Hari ini aku libur, besok mulai syuting. Kita jalan-jalan, temani aku." Raditya berharap Rembulan tidak menolak ajakannya.

"Kamu mengacaukan rencana yang aku buat hari ini."

"Sesekali keluarlah dari cangkangmu Lan, agak menyimpang sedikit dari rencana dan bertindak spontan itu terkadang menyenangkan." Raditya tersenyum manis. Dia tak sanggup kalau Rembulan menolak ajakannya.

"Oke, aku mau....tunggu tiga puluh menit lagi, aku harus bersiap-siap."

Raditya tersenyum sumringah, dia bersorak dalam hati dan tak lepas memandangi Rembulan.

"Kenapa kamu memandangku begitu?Ada yang salah?" Rembulan menepuk-nepuk pipinya.

"Nggak ada yang salah, nggak usah berdandan terlalu lama, karena aku nggak sabar menunggu."

"Perempuan butuh waktu agar terlihat sempurna Dit. Bersabarlah!" Rembulan menarik tangan Raditya, menyuruhnya keluar. "Nanti kalau sudah selesai aku akan mengabari kamu."

"Nggak perlu, aku akan menjemput kamu dengan kereta kuda setelah tiga puluh menit....dan dimataku kamu sudah terlihat cantik."

Rembulan ingin segera membalikkan badan dan menutup pintu. Dia tak sanggup mendengar Raditya terus menggodanya.

***

Rembulan bukan perempuan yang suka berdandan, jadi saat diajak berkencan dia bingung menentukan baju yang harus dia pakai. Belum lagi segala make up yang jarang dijamahnya. Raditya seorang aktor terkenal, Rembulan tidak mau Raditya malu saat berjalan dengan dirinya.

Rembulan memandangi koleksi bajunya, lalu langsung merasa menyesal hanya meminta waktu tiga puluh menit kepada Raditya. Rembulan panik bagaimana harus memadupadankan pakaian. Andaikan ada Sarah? Huffftt !

Akhirnya Rembulan memakai atasan putih berbahan katun yang nyaman dan rok motif bunga-bunga merah model  A line, panjangnya sedikit diatas lutut. Make up-nya tipis saja dan sederhana.
Rembulan merasa dia lebih baik jadi diri sendiri. Itu membuatnya lebih nyaman.

***

Raditya berjalan mondar-mandir sambil melihat ke arah jam dinding, berharap waktu cepat berjalan. Dia tak sabar menunggu tiga puluh menit untuk bertemu Rembulan.

A cup of coffeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang