MBSD|03|PENGAKUAN MAHENDRA

2.4K 91 3
                                    

Perlakuannya sangat jauh dari nalarku, asumsi mengenainya bahwa dia pria yang sangat baik dan begitu menghargai perempuan ternyata salah.

Beraninya sekali dia menyentuh lapisan tipis yang selalu kulapisi dengan seulas lipstik. Dari beberapa mantan kekasihku saja belum pernah menyentuhnya meski satu detik. Pertama kalinya sugar daddy itu yang melakukannya, membuatku bungkam tidak bisa berkata apa-apa.

Di dalam mobil aku terdiam, memalingkan pandangan ke arah kaca jendela yang sengaja tidak ditutup karena keinginanku. Awalnya pria itu menolak ajakanku untuk pulang karena dia ingin bersama denganku dalam satu malam saja. Namun, karena kedua kakiku yang hendak pergi meninggalkannya, sampai memutuskan untuk naik taxi saja mungkin lebih aman daripada harus bersamanya satu mobil. Akan tetapi, Mahendra bersikeras agar dia yang mengantarnya pulang.

Sesekali aku melirik arloji yang melingkar di tangan kananku menunjukkan pukul sebelas malam. Tentu saja diriku tercengang karena jarum jam sangat menyesakkan dada. Bagaimana nanti Ibu banyak bertanya mengenai jam kerjaku yang melewati batas waktu?

"Kamu memikirkan apa, Meta?" tanya Mahendra yang tampaknya peka dengan sikap diamku.

Tanpa harus kujawab seharusnya dia tahu permasalahan apa yang tengah dipikirkan. Pria itu terlalu bodoh atau sengaja dibuat bodoh?

"Mengenai masalah itu bukti bahwa saya sangat mencintaimu."

Jika aku menganggap adegan beberapa waktu lalu sebagai hal tabu tidak akan pernah kulupakan mengenai pergerakannya yang begitu cekatan, tapi dia menganggapnya sebagai persoalan yang biasa saja.

"Bapak menganggapnya hal biasa?" tanyaku memberanikan diri mengajukan pertanyaan seperti itu.

"Hal biasa teruntuk orang yang sedang dimabuk cinta, Meta." Kedua matanya menatapku dengan sangat lekat. Meskipun dia sudah melajukan kendaraan beroda empatnya dengan pelan, tapi sesekali pria itu mencuri pandang ke arahku.

Hubungan kami sudah tidak wajar, bukan antara sekretaris juga atasannya. Akan tetapi, kisah ini sangat mirip seperti pasangan muda kebanyakan yang saling mengutarakan perasaannya lewat sentuhan hangat di antara lapisan tipis yang menggoda iman.

"Kenapa Bapak mencintaiku? Bukankah Bapak sudah mempunyai istri yang begitu mencintaimu?" Aku tidak akan diam saja mengenai persoalan ini, karena bagaimana pun juga kaitannya masih ada sangkut pautnya denganku.

"Apa tidak boleh jika saya mencintai lagi?" tanyanya. Kedua bahunya menggedik seolah menandakan jika dia tidak tahu kenapa perasaan itu tumbuh begitu saja dalam hatinya.

Sekali lagi aku menghela napas karena pertanyaanku barusan tidak mendapatkan hasil yang memuaskan. Akan tetapi, cerita semacam ini memang sudah banyak ditemukan, terutama di beberapa sinetron yang mengisahkan suaminya menikah lagi tanpa memberitahu istri pertamanya. Mengingat hal itu membuatku menggeleng cepat, tidak mungkin hal itu terjadi sampai menimpa diriku.

Meskipun perawakan bosku memang terbilang keren, berwibawa, dan membuat wanita mana saja tiada henti memandangi wajahnya. Padahal usianya tidak lagi muda tapi jiwanya memang seperti anak remaja. Aroma wewangian setiap hari menguar dari tubuhnya, seringkali aku tertarik untuk mendekapnya, tapi niatku diurungkan karena mengingatnya yang sudah mempunyai istri mana mungkin bisa menjadi milikku.

"Pak, tolong ingatlah istri Bapak yang di rumah. Anak-anak Bapak juga masih sangat membutuhkan kasih sayang dari kedua orang tuanya. Apa Bapak tega mengkhianati ibunya? Jika sampai menyakiti hati Ibu dari anak-anak Bapak dia juga akan merasakan rasa sakit yang didapatkan ibunya, Pak." Tentu saja aku tahu bagaimana sakitnya ditinggalkan oleh sang Ayah yang menikah lagi karena lebih memilih wanita lain dibandingkan Ibu.

"Saya tidak suka membuat mereka menangis, Meta." Mana ada juga seorang Ayah yang tega membuat anak-anaknya bersedih. Akan tetapi, sampai detik ini pun aku tidak bisa memaafkan Ayah atas perlakuannya dulu yang membuang Ibu dan diriku begitu saja bagai barang bekas yang tidak terpakai lagi.

Aku menghela napas lega mungkin pria di depanku memang menyadari jika perbuatan selingkuh itu tidak disukai kebanyakan orang bukan hanya sang pasangan saja. Semoga saja asumsiku benar seperti apa yang ada dalam pikirannya.

Mendapatkan jawaban darinya seperti itu malah semakin membuatnya kagum. Entah kenapa aku selalu terpukau dengan pesona pria genius, tidak pernah henti mendapatkan ide cemerlang sampai menjadikan sebuah ciptaan baru yang sangat mengesankan.

"Lalu, kenapa Bapak hari ini mengatakan perasaan terhadap wanita lain yang pastinya akan membuat hati mereka terluka?" Aku terus mengingatkannya agar pria itu tersadar dan kembali pada jalan yang benar.

"Saya tidak akan menyakiti hati siapapun. Itu sebabnya, saya hanya mengungkapkan apa yang ada dalam hati saya, Meta. Apa kamu pun merasakan hal yang sama seperti apa yang saya rasakan, Meta?" tanyanya, kedua matanya berkaca-kaca seperti ada rasa haru yang sangat terasa dalam dadanya.

Lama sekali aku terdiam karena terlalu meresapi apa yang dikatakan olehnya. Letak rumahku sebentar lagi juga dekat, mungkin di teras depan Ibu sudah menunggu karena sudah larut malam anak perempuannya masih saja keluyuran.

Benar saja, tidak lama kami sampai di depan gerbang rumahku. Pertanyaannya masih menggantung karena aku terlalu ragu untuk mengatakannya. Padahal aku juga merasakan perasaan yang sama seperti halnya pria itu, tapi aku mencoba untuk memendamnya sampai perasaan ini hilang tanpa arah.

"Bapak salah sasaran. Saya tidak pantas menjadi seorang wanita pelakor, Pak!" ucapku dengan ketus lalu cepat keluar dari mobil.

MY BOSS SUGAR DADDY ✔️Where stories live. Discover now